Prolog

318 53 61
                                    

Terik matahari membangunkan seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu tak nyaman karena merasakan hangatnya terik matahari yang menembus celah-celah jendela. Samar-samar terdengar deheman dari seorang wanita yang menelangkupkan tirai gorden yang masih tertutup membuat sinar matahari bebas menyinari ruangan dan sangat terasa silau di mata gadis itu.

Tidak ada cara lain, gadis itu memaksakan matanya untuk terbuka. Menyibakkan selimutnya ke segala arah. Disusul dengan seorang wanita yang mendekat ke arahnya.

"Bangun Han, ayo ke sekolah! " Tutur wanita itu yang tak lain adalah ibunya–Luna Arshinta sambil mengusap kepala anaknya dengan pelan.

Perintah dari ibunya,senantiasa membuat Jihan Almaira Nafisha mengangguk.

Jihan yang masih dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur,sesekali memutar kedua matanya mengarah pada jam dinding yang kini menunjukkan pukul 6 pagi. Gadis itu mengedarkan pandangannya untuk mencari ikat rambut miliknya. Setelah menemukannya Jihan mencepolnya kebelakang dengan satu ikat rambut. Tapi, gadis itu masih sangat santai seakan dirinya masih berada dalam libur panjang.

Kedua matanya berkedip-kedip sambil menyaksikan arah jarum jam berputar. Seakan tak menyadari bahwa jarum jam telah menunjukkan pukul 6 pagi.

"Hah? jam 6?!" Teriak Jihan histeris. Dengan tatapan melotot Jihan menyegerakan dirinya untuk menuju kamar mandi.

Jihan menguyur tubuhnya dengan sangat cepat. Tak lama kemudian Jihan keluar dari pintu kamar mandi dengan berseragam putih abu-abu. Dengan handuk yang masih melingkar di leher putihnya.

Jihan melangkah menuju meja rias. Dilihatnya beberapa make up terpampang lengkap dimatanya. Jihan mempoleskan skincare rutinnya, lalu berdandan secukupnya. Jihan meraih sisir kemudian merapikan rambut panjangnya dengan gerakan cepat. Bedak berwarna putih kekuningan sudah Jihan aplikasikan. Tak lupa liptint berwarna pink natural Jihan poleskan di bibir mungilnya.

Jihan yang sudah siap kini menatap cermin dengan tatapan puas. Tak mau ketinggalan, Jihan memasang jam tangan berwarna putih ditangan kirinya. Lalu, Jihan menyambar tas ransel berwarna biru tua dan melangkahkan kaki untuk keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa.

Jihan mengedarkan pandangannya. Dia melihat ibunya sedang berada di meja makan.

"Makan dulu Han" tawar bu Luna.

"Jihan, telat ma. Besok-besok aja ya," sahut Jihan sembari menatap jam putih yang berada di tangan kirinya.

"Tapi,minum susu dulu! " titah bu Luna.

Dengan sigap Jihan meraih segelas susu rasa coklat dan meneguknya sampai tandas. Lalu meletakkan gelas sisa susu coklatnya di atas meja.

"Jihan berangkat dulu ma," pamit Jihan sembari menciup punggung tangan mamanya lalu melarikan diri.

"Hati-hati!" teriak bu Luna yang mendapat anggukan dari putrinya meski sudah berjarak cukup jauh.

"Naik angkot apa mobil ya," binggung Jihan bermonolog pada dirinya sendiri.

Disaat-saat mendesak seperti ini, masih terpikirkan untuk naik apa. Tanpa berpikir panjang Jihan memasuki rumahnya kembali.

"Kenapa balik?" tanya bu Luna yang masih anteng di meja makan.

"Ambil kunci mobil," jawab Jihan tanpa menoleh.

Jihan memasuki kamarnya kembali. Mengedarkan pandangannya untuk mencari kunci mobil. Dengan sigap, Jihan menyambar kunci mobil yang terpampang jelas berada di atas nakas. Kemudian melangkahkan kakinya kembali untuk keluar kamarnya.

"Mah,Jihan berangkat. Assalamualaikum," ucap Jihan terburu-buru.

"Hati-hati jangan ngebut! " perintah bu Luna, membuat Jihan berbalik badan tanpa menghentikan kecepatan langkah kakinya sembari mengacungkan kedua jempol.

ANTARA ALAN DAN JIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang