Aleena hanya bisa menangis dalam diam di dalam mobilnya saat sang supir menjemputnya tadi. Ia masih terisak pelan dan memegangi dadanya yang masih terasa sakit atas apa yang barusan ia lihat. Sang Supir yang tau bahwa nona mudanya sedang tak baik - baik saja pun hanya diam, tak mau untuk ikut campur masalah pribadi majikannya. Lagipula ia takut salah bicara dan akan semakin membuat nonanya sedih.
Aleena mengusap kasar air matanya sesaat setelah tiba di mansion. Untungnya, orangtuanya sedang tidak ada di ruang tamu atau ruang keluarga, jadi ia tak perlu repot - repot menjelaskan apa yang telah membuatnya menangis begini. Ia pun bergegas ke kamarnya, dan langsung menjatuhkan diri kekasur, membenamkan wajahnya kedalam bantal. Setelah itu, ia kembali menangis. Tak sadar jika pintunya masih belum tertutup rapat sehingga menunjukkan sedikit celah dari dalam. Seseorang yang melihat itupun terdiam sejenak menatap keadaan Aleena kemudian menutup sempurna pintu itu sesaat sebelum ia berlalu dari sana.
***
Aleena terbangun saat mendengar ada ketukan dari luar kamar. Dan ketika ia melihat ke arah jam wekernya yang sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam, ia melotot kaget. Itu artinya ia tertidur karena kelelahan sehabis menangis. Bahkan seragam sekolahnya pun masih melekat pada tubuhnya.
"Kak Al cepat keluar! Sebentar lagi waktu makan malam tiba" Panggil Cesya, saudara keduanya itu.
"Aku tak makan malam, aku masih kenyang" Sahut Aleena khas suara orang bangun tidur, dari dalam kamar tanpa berniat untuk membukakan pintunya. Ia tak mau terlihat kacau begini didepan adiknya, terutama Cesya. Adiknya yang satu itu sangat peka dan sudah pasti akan menerornya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika tak mendengar balasan lagi dari Cesya, Aleena turun dari ranjang dan akan kekamar mandi sesaat sebelum ia mendengar suara pintu yang dikunci, lalu menoleh ke sumber suara dan mendapati Cesya yang sedang melipat kedua tangannya di depan dada sambil berjalan ke arahnya setelah mengunci pintu barusan.
"Hei kenapa kau masuk. Bu-bukankah sudah kubilang aku tak makan malam. Lagipula seingatku pintunya sudah kukunci!" Ucap Aleena yang gugup saat melihat pancaran penuh tanda tanya dari adik keduanya itu.
"Kau lupa mengunci pintunya. Untung saja hanya aku yang melihatmu menangis meraung - raung tadi, kalau saja itu Aliza atau Layla sudah bisa dipastikan kau sekarang sudah diinterogasi oleh Dad dan Mom" Jawab gadis berusia 16 tahun itu
"Meraung-raung? Berlebihan sekali!" Balas Aleena, sedangkan Cesya hanya menaikkan kedua bahunya acuh.
"Kurasa kau harus menceritakan sesuatu" Lanjut Cesya berjalan ke tepi ranjang dan menjatuhkan bokongnya disana.
Aleena berdecak lalu duduk disamping adiknya itu. Bodoh sekali dia tidak mengunci pintu yang membuat Cesya bisa melihatnya menangis. Memalukan sekali! Dan sekarang tidak ada cara untuk lari, karena adiknya yang satu ini tidak mudah untuk dibohongi. Apa boleh buat ia harus menceritakan yang sebenarnya pada Cesya, lagipula memang ia butuh teman bercerita sekarang.
Aleena pun menceritakan semua yang ia lihat tadi, dan juga memberitahu bahwa ia sudah menyukai Eustasio selama hampir 3 tahun ini.
"Ck masalah klise sekali. Kau sangat berlebihan." Balas Cesya setelah Aleena menceritakan semuanya. Aleena memutar bola matanya mendengar jawaban dari adiknya itu. Adiknya yang satu ini memang sangat dingin dan terkesan cuek pada orang, sangat berbanding terbalik dengan adik keempat dan kelimanya yang kelewat aktif. Itu mungkin karena Aliza yang baru berusia 12 tahun dan Layla yang baru berumur 9 tahun. Dan untuk adik ketiganya, yang sekarang berusia 14 tahun bersikap netral meskipun terkadang sama - sama menjengkelkan seperti adiknya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Go?
RomanceAleena Bradley Ainsley mencintai Eustasio Davide Anderson, teman semasa sekolahnya dulu yang awalnya seorang Atlet Basket terkenal se-Britania Raya. Namun, karena keinginan Daddynya, ia harus beralih memimpin perusahaan. Ia sudah memendam perasaann...