"Thank you, Daddy."
Allea menghela napas begitu sambungan terputus, ia baru saja mendapat kabar kalau orang suruhan Ayahnya sudah mendapat tempat tinggal yang cocok untuk Allea. Itu artinya Allea harus segera berkemas dan meninggalkan rumah keluarga Erlangga ini.
Sekarang pukul setengah sembilan malam, Allea belum mengantuk, dia baru mengerjakan tugas dan belajar untuk ujian Fisika besok. Beruntungnya Allea dianugerahi otak yang lumayan encer, bukan hal yang sulit untuknya walau ada ulangan dadakan.
Bosan, Allea melempar ponselnya ke atas kasur, lalu berjalan menuju balkon. Mungkin angin semilir malam bisa membuatnya mengantuk.
Jreng~
Langkah Allea tertahan saat mendengar suara gitar begitu ia menggeser pintu menuju balkon, yang selanjutnya terdengar adalah tawa dari suara yang sangat ia kenal.
Kedua mata Allea membulat, terkejut dan tidak percaya. Setelah sekian lama, akhirnya ia mendengar suara itu lagi.
"Kamu cantik kalau tertawa."
Dan tidak lama setelah setitik kebahagiaan menghinggapi perasaannya karena salah satu rindunya akan sebuah suara terobati, suara berat itu kembali terdengar dengan lontaran pujian. Kali ini sesaklah yang menyapa Allea, pujian itu bukanlah untuknya.
Allea menyentuh dadanya, bagian paling sakit yang ia rasakan sekarang. Satu lagi tangannya membekap mulut untuk menahan isakan atau bahkan jeritan perihnya. Suara tawa itu kembali terdengar, namun kali ini malah membuat Allea semakin tersiksa.
Allea kembali mendengar tawa itu setelah sekian lama, ia bahagia. Tapi tawa itu bukan lagi untuknya, dan bukan lagi karenanya. Bahkan Allea yakin, tawa itu akan langsung lenyap begitu Allea menampakkan diri di depannya.
Allea sadar, kini tawa, bahkan semua hal tentang cowok itu bukanlah untuknya. Dulu Allea pemilik semua itu, kini sudah ada yang menggeser-- ah, tidak. Kini sudah ada yang benar-benar mengambil posisi kesukaan Allea itu.
Sekarang Rara adalah penyebab dan pemilik dari tawa favorit Allea, tawa Leo.
.
.
.
.
."Selamat pagi, Tante Lita." Allea meletakkan koper biru miliknya di samping kursi makan sebelum ia duduk berhadapan dengan Lita.
"Selamat pagi, Allea." Perhatian Lita langsung tertuju pada koper yang Allea bawa. "Kamu mau ke mana bawa koper? Sekolah ada kegiatan menginap ya?" tanya Lita bingung.
Allea tersenyum. "Allea pindah hari ini, Tante, kemarin Daddy bilang kalau apartemen untuk Allea sudah siap. Allea akan mampir sebelum berangkat sekolah, makanya pagi-pagi udah siap," jawab Allea. Sebenarnya ia tidak tega harus mengatakannya, apalagi Lita tampak terkejut setelah mendengar jawabannya.
"Kamu benar-benar mau pindah, Allea? Kenapa?"
Allea tersenyum tidak enak, kedua mata Lita tampak berkaca-kaca. Lita benar-benar menyayanginya seperti putrinya sendiri, dan jujur Allea juga sangat menyayangi Lita. Allea sudah menganggap Lita seperti Ibunya sendiri sejak Ibu kandungnya meninggals saat ia masih kecil.
"Allea ingin lebih mandiri, Tante. Allea sudah besar, nggak enak kalau harus numpang di rumah ini terus. Lagipula Tante punya putra seumuran Allea, harusnya kan remaja cowok cewek nggak boleh serumah kalau bukan mahram," jelas Allea, mencoba meyakinkan Lita.
Lita mengangguk, mengerti akan hal itu. Tapi tetap saja ia berat kalau harus melepas gadis itu. "Kamu akan tinggal di mana? Jauh tidak sama rumah ini? Jangan jauh-jauh, biar kalau kamu mau ke sini mudah, dan Tante juga bisa sering mampir."
Allea tersenyum. "Nggak jauh kok, Tante. Letaknya juga lebih deket dari sekolah, jadi Allea nggak akan telat kalau berangkat sekolah."
"Kamu nggak akan pernah telat, nanti Tante akan bilang ke Leo harus berangkat pagi buat jemput kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA [SELESAI]✔
Teen FictionAllea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk Leonando. Waktu dan jarak telah mengubah sifat Leonando sampai Allea tidak bisa mengenalinya. Satu f...