Allea tidak menyangka kalau hujan akan turun sederas ini tepat setelah ia menginjakkan kaki keluar dari gerbang sekolah, hal itu membuat Allea langsung berlari menuju halte yang sepi.
Padahal sekarang masih pukul dua, tapi hujan turun sangat lebat. Allea juga tidak tahu kapan dia tertidur, saat terbangun sudah pukul setengah dua siang. Kalau Allea masih di UKS mungkin akan ada yang membangunkannya, sayangnya Allea pindah ke kelas dan tertidur di sana. Untungnya kelas tidak dikunci, mungkin anak yang piket jumat sore lupa mengunci kelas ini saat pulang.
Allea duduk sendiri di tengah halte, memeluk dirinya yang kini mengenakan kaos lengan panjang dan celana jeans yang sayangnya tidak banyak berpengaruh menghalau udara dingin menusuk kulitnya.
Sekarang sangat dingin dan sepi, hampir tidak ada kendaraan yang lewat. Dan bodohnya lagi, Allea tidak membawa ponsel karena tadi berangkat terburu-buru. Lagipula Allea belum memeriksa ponselnya sejak sabtu lalu, benda itu pasti mati.
"Aw!" Cewek itu reflek memekik dan menutup kedua matanya saat sebuah benda keras entah datang dari mana menghantam tepat di dahi kirinya, meninggalkan sensasi perih dan panas yang membuat kedua mata Allea memanas.
Jantung Allea berdekat kencang, ia terkejut. Tangan kirinya ia gunakan untuk menutup bagian wajahnya yang terkena hantaman benda keras yang ia yakini adalah batu itu, sementara tangan kanannya merogoh slingbag mencari sesuatu.
Sebuah cermin kecil berbentuk segi empat berhasil Allea dapatkan, ia hanya ingin memastikan apa yang terjadi pada dahinya hingga menimbulkan efek perih itu.
"Astaga, berdarah!"
Darah dari dahi Allea mengotori telapak tangan kirinya, membuat cewek itu gemetaran. Melihat darah sebanyak ini membuat Allea teringat kejadian dua tahun lalu, kepalanya terasa terhantam saat ingatan itu bersahutan terputar seperti kaset rusak.
Allea menggeleng, ia mulai merasa pusing. Darah terus mengalir dari dahinya, tapi Allea tidak melakukan apa-apa. Sampai beberapa saat kemudian, pemandangan memburam, telinga Allea tidak lagi mendengar jelas suara hujan yang ramai. Lalu semua perlahan menggelap.
Allea pingsan.
.
.
.
.
."Lex, anjir! Dicariin malah tiduran di sini lo!" Dion datang-datang langsung melempar hoddienya pada Alex yang rebahan di sofa.
Alex tidak terusik, cowok itu masih menutup mata dan menghalanginya dengan lengan. Dion berdecak karena merasa diabaikan, sementara Abim dan Hiro di sisi ruangan menertawakan cowok itu.
"Gue mencari hari di mana Alex nggak nyuekin Dion," ujar Abim. "Tapi nggak nemu!" tambahnya, membuat seisi gedung ini tertawa.
Dion mendelik pada cowok yang terlihat menikmati rokoknya itu, tapi info yang ia bawa lebih penting darimana berdebat dengan Abim.
"Jangan diganggu, dia dateng-dateng mukanya udah pada bonyok, bisa-bisa lo kena hantam," ujar seorang cowok yang duduk di sebelah Aryan, main game dengan cowok itu.
"Makanya gue mau tanya beneran habis berantem sama Leo nggak, lagian mengadi-ngadi, futsal bukannya main bola malah main gampar!"
"Diem lo, berisik amat!" timpal Hiro. "Tuh para petinggi lagi rapat, entar ganggu malah dipasung kebalik mampus lo!"
Dion mencibir, perhatiannya teralih pada sang leader. "Kal, gue laporan ke lo aja deh," ujar Dion akhirnya, menghampiri Razkal yang sedang mengobrol dengan Rayyan dan Aryan.
Razkal menoleh. "Apa?"
"Masalah sabtu lalu, anak SMA PB."
Jawaban Dion langsung membuat semua anggota Jaguar yang sedang berkumpul langsung menoleh pada cowok itu, bahkan Alex yang sebenarnya tidak tidur ikut memasang telinga, mendengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA [SELESAI]✔
Ficção AdolescenteAllea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk Leonando. Waktu dan jarak telah mengubah sifat Leonando sampai Allea tidak bisa mengenalinya. Satu f...