🍇16

18.7K 2.3K 387
                                    

"Aera! Kau tidak punya Ayah, 'kan?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aera! Kau tidak punya Ayah, 'kan?!"

Sebenarnya, Aera hanya ingin terus melangkah keluar dari lapangan sekolah dan menuju rumah jika saja kalimat mereka tidak mengandung unsur tanya. Gadis kecil itu sudah biasa dicemooh karena persoalan Ayah, yang memang tak pernah ia ketahui keberadaannya. Tapi apa ia akan menangis ketika mendapatkan perlakuan seperti itu?

Ya, tentu saja! Aera akan menangis pada saat sampai dirumah. Mereka semua memang tidak pernah menyentuh fisiknya. Mereka juga tidak pernah menjahilinya, seperti menggunting rok sekolahnya, maupun mengisi tasnya dengan sampah. Tapi mereka tetap mampu menyakiti hatinya dengan ejekan dan hinaan seperti itu.

Aera tidak pernah ingin terlihat lemah dihadapan orang lain. Ia tidak pernah terisak dihadapan teman-temannya. Tapi ia tetaplah gadis kecil berusia tujuh tahun yang rapuh dan membutuhkan perlindungan.

Aera berbalik. Ia menggenggam tali tasnya, memandangi tiga orang gadis seusianya yang kini tengah menatapnya dengan penuh ejekan. "Punya. Aku punya Ayah."

Si gadis yang rambutnya diikat menjadi dua bagian lantas menyahut, "Siapa? Paman yang tinggi itu? Yang suka menjemputmu pulang sekolah?"

Belum sempat Aera menjawab, gadis berambut pendek sudah menimpali, "Ibuku bilang, Ibumu tidak pernah menikah dengan Paman itu! Kau tidak punya Ayah!"

"Mana mungkin seorang anak bisa lahir tanpa Ayah. Sepertinya kau berasal dari hutan!" perkataan dari gadis terakhir sontak mengundang tawa bagi kedua temannya.

Kedua mata Aera terasa panas saat air mata perlahan menggenang dipelupuknya. Tidak boleh menangis. Tidak boleh menangis. Aera tidak boleh menangis disini. Gadis kecil itu menguatkan diri sendiri kendati dadanya mulai terasa sesak karena menahan tangis.

"Tapi aku punya Ayah, kok!" Aera membalas, tak mau kalah. Salah satu hal yang paling sulit dilakukan adalah ketika kita harus bersikap biasa saja untuk menyembunyikan air mata.

Meskipun Ibu pernah bilang kalau Aera tidak punya Ayah, tapi ia yakin bahwa ia pasti memiliki Ayah. Benar kata temannya itu. Seorang anak tidak mungkin lahir ke dunia tanpa Ayah. Jadi, Aera pasti punya Ayah. Iya, 'kan?

"Ada dalam mimpimu, ya? HAHAHAHAH~" mereka tertawa lagi. Menertawakan Aera. Menertawakan hidupnya. Menertawakan takdirnya.

Bibir Aera mulai bergetar. Hatinya sakit sekali. Ia tidak pernah tahu siapa Ayahnya. Ibu juga tidak pernah memberitahukan dimana Ayahnya berada. Tapi ia sangat yakin, kalau ia benar-benar memiliki seorang Ayah.

Aera berbalik, hendak melangkah pergi sekaligus untuk menyembunyikan air matanya yang sudah nyaris tumpah. Namun tepat saat itu juga, dahinya menabrak seseorang yang berdiri tegap dihadapannya. Seorang pria tampan dan memiliki tubuh atletis hingga mampu membuat beberapa guru wanita menghentikan langkah dikoridor sekolah untuk memerhatikan. Pun dengan beberapa Ibu dari siswa-siswi sekolah dasar ini. Mereka agak terkejut ketika mendapati pria itu turun dari mobil mahal, yang kemudian melangkah mendekati Aera.

summer light | lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang