Achtundzwanzig (28)

12 2 0
                                    

Semua orang punya masalahnya masing-masing. Contoh dalam kehidupanku saat ini yang sering aku temui adalah sejak mulai sekolah/kuliah online dan belajar di rumah masing-masing.

Ada orang yang mempunyai otak encer, perangkat (seperti handphone atau laptop) memadai, tetapi ternyata sinyal di tempat tinggalnya kurang bagus.

Ada yang sinyalnya lancar, perangkat mendukung, eh tapi ternyata otaknya sulit diajak kerjasama.

Lalu, ada juga nih yang otaknya mudah sekali mencerna pelajaran, sinyal di rumahnya juga bagus tanpa wifi, tapi perangkat yang ia punya tidak cukup mendukung.

Semuanya memiliki kendala masing-masing, bukan? Atau ada yang misal ia pintar, perangkat ada, sinyal bagus, tapi ternyata ia memiliki banyak adik yang berisik dan harus ia jaga sehingga waktunya untuk belajar jadi berkurang. Atau ia harus kerja membantu perekonomian keluarga.

Suasana dalam rumah dan kondisi keluarga juga menjadi faktor ketika belajar online seperti ini.

Tetapi, banyak orang yang lebih fokus kepada kekurangannya.

"Percuma aja punya otak pinter, tapi laptop nggak mendukung."

"Percuma aja laptop bagus, tapi sinyal nggak ada."

"Percuma aja sinyal kenceng, tapi otak lemot."

Dan berbagai 'percuma' yang lainnya...

Kita terus mengeluh, mengeluh, mengeluh, sampai lupa bahwa kita juga memiliki hal yang bisa disyukuri.

"Alhamdulillah, seenggaknya masih ada laptop meskipun nggak terlalu mendukung."

"Alhamdulillah, meskipun agak lemot tapi sinyalnya masih bisa buat ngerjain tugas."

"Alhamdulillah, sinyal aku bagus terus jadi bisa searching banyak buat nambah pengetahuan. Biar otak makin encer."

Bukankah, lebih tentram seperti itu? Karena mengeluh dan fokus pada hal-hal buruk tidak akan mengubah keadaan, teman.

Mungkin mengeluh memang menyenangkan, sebab nafsu telah menjadikan semua yang buruk terlihat baik.

Padahal, kalau kita mau berkaca lebih dalam lagi, ada orang-orang yang saat ini mendambakan bisa sekolah atau kuliah. Bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi siswa atau mahasiswa. Banyak orang mendambakan itu tetapi mereka terlahir kurang beruntung daripada kita.

Lalu, kita melihat mereka belajar seadanya atau bahkan tidak belajar sama sekali. Mereka hanya mengandalkan orang-orang baik yang mendirikan sekolah gratis untuk mereka. Mereka yang tetap semangat belajar meski dari segi kepandaian tidak cukup baik, ketersediaan perangkat tidak lengkap, hingga mungkin mereka tidak mengenal apa itu sinyal, namun mereka tetap belajar.

Lantas, apa yang mau kita keluhkan? Bukan maksud membandingkan hidup kita dengan hidup mereka. Tentu seperti yang kutulis di awal, setiap orang punya masalah masing-masing. Namun, poin yang ingin kusampaikan adalah, mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah.

Mengeluh akan membuat hati kita semakin sempit dan berpikir bahwa Tuhan tidak adil, bahwa apa yang terjadi pada kita selalu buruk, dan pikiran negatif lainnya. Padahal kan, tidak seperti itu juga.

Dengan bersyukur, hati kita menjadi lapang. Kita akan tenang, dan masalah yang kita hadapi akan muncul jalan keluarnya. Mungkin tidak sekarang, tetapi pasti ada jalan.

Bersyukur itu, seperti meneguk segelas air. Melegakan. Menghilangkan dahaga. Dan rasanya menenangkan.

Cobalah untuk bersyukur setiap detik yang kita lewati. Mulai dari hal kecil saja. Lalu perbesar. Terus bersyukur sampai kita lupa untuk mengeluh. Terus bersyukur sampai kita tidak tahu hal seperti apa yang harus kita keluhkan.

Sulit, tentu saja. Hal baik memang sulit dilakukan. Tetapi, hal yang sulit bukan berarti tidak bisa dilakukan. Kita pasti bisa, asal mau mencobanya.

Jadi, sudahkah kamu bersyukur hari ini?

Senin, 23 November 2020
09.33 WIB
Tsabita

ein SchreibenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang