26. menakjubkan!

320 78 14
                                    

Hari-hari penuh bahagia terlewati bersama. Tiada hari berlalu tanpa senyuman bahagia, hingga tanpa terasa usia pernikahan mereka sudah memasuki bulan pertama. Hubungan keduanya pun masih hangat-hangatnya.

Naru sudah tampak begitu rapi pagi ini, dan ia baru saja selesai memasak sarapan ketika melangkah kembali ke lantai 2, menuju kamar untuk memanggil istrinya. Tidak biasanya wanita itu bangun kesiangan begini, padahal matahari sudah makin tinggi.

Mereka memang memiliki seorang asisten rumah tangga, namun pekerjaan utamanya hanyalah bersih-bersih jika Naru sedang ada di rumah. Segala kegiatan masak-memasak Kakashi serahkan semuanya pada Naru, mengingat pria blasteran itu merupakan seorang yang pandai mengolah masakan.

Sampai di ambang pintu kamar, pria itu segera membuka pintu itu tanpa harus repot-repot mengetuknya. Dan ia mengernyit saat melihat Hinata masih di posisi yang sama ketika ia meninggalkannya tadi, masih berbalut selimut tebal dari bawah dagu sampai ke ujung kaki.

"Sayang, kau belum bangun? Sarapannya sudah siap." Naru berucap lembut ketika bergerak mendekatinya.

Namun, tidak ada sahutan sama sekali. Ketika makin memutus ruang, barulah ia sadar bahwa tubuh wanitanya gemetaran.

"Nat? Astaga! Kau menggigil? Kau sedang tidak enak badan?" pria itu berujar panik. Apalagi ketika ia menempelkan punggung tangannya di dahi Sang istri, suhu tubuh wanita itu teraba cukup tinggi.

"Kepalaku hanya sedikit pusing, Naru." Meski tampak pucat, namun kedua sudut bibir Hinata mampu terangkat. Getar lemah suaranya membuat Sang suami bertambah cemas menatapnya.

Urung memanggil istrinya untuk turun ke meja makan, Naru memilih untuk mendudukkan diri di tepian ranjang. Tangan kanannya terulur, membelai rambut lembut Hinata dengan sepenuh cinta.

"Kita ke rumah sakit, ya?" bujuknya. Tapi, yang ia dapatkan hanyalah gelengan lemah kepala wanitanya.

"Tidak perlu. Sebentar lagi pasti sembuh." Hinata berujar lirih, meraih tangan suaminya yang bebas untuk ia genggam lalu saling menatap makin dalam. "Tapi, untuk hari ini aku izin tidak berangkat ke restoran dulu, ya?"

"Bahkan aku akan merasa senang jika kau sudah tidak ingin lagi menginjakkan kakimu di restoran." Naru balas meremas tangan dingin Hinata dengan setitik senyuman. Suhu antara dahi dan tangan wanita itu begitu kontras. "Biar aku saja yang bekerja, kau cukup menungguku pulang di rumah."

"Dan aku akan merasa bosan." Wanita itu menimpali dengan cepat, suatu bentuk protes. "Untuk hari ini saja, Sayang."

Dan Naru hanya mampu mengembuskan napas berat. Jika sudah berkeinginan, Hinata memang akan susah untuk dilarang. "Ya sudah. Asal kau bahagia."

Setelah mendapati senyuman Sang istri kembali merekah, ia memeriksa arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Ah, ia hampir saja melupakan janji temunya dengan beberapa orang televisi terkait kontrak kerja. Ia harus segera berangkat jika tidak ingin terlambat, namun di satu sisi ia tidak tega meninggalkan Hinata dalam kondisi begitu.

"Aku harus pergi sekarang. Kau yakin tidak ingin ke dokter?" Naru bertanya untuk memastikan. Dan anggukan kepala Hinata merupakan sebuah jawaban.

"Sangat yakin. Kau tidak perlu terlalu khawatir," ucap wanita itu, berusaha mengenyahkan gundah suaminya.

"Baiklah. Aku berangkat dulu. Aku akan menyuruh Rin membawakan sarapanmu ke sini." Naru bangkit berdiri setelah mengacak rambut Hinata satu kali. Ia masih tampak enggan meninggalkan wanitanya. Langkahnya seakan terasa begitu berat untuk menapak kendati istrinya mengizinkan.

Selanjutnya, pria itu menunduk untuk memberikan ciuman tanda sayang untuk Sang istri, membuat wanita itu memejamkan mata sambil tersenyum ketika bibir suaminya mendarat cukup lama di keningnya.

Kiss The Pain✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang