Chapter 2

34 11 17
                                    

Pagi ini Bulan sarapan bersama keluarganya. Suasana hening menyelimuti mereka. Sampai suara sang papa terdengar. "Dua hari lagi kita akan pergi ke rumah nenek," ujar papanya.

Gerakan Bulan langsung terhenti. Bukannya dia tidak senang, Bulan hanya takut. Di rumah neneknya, Bulan tidak pernah dianggap. Sama seperti disini.

"Bulan ga mau ikut pa," tolak Bulan.

"Jangan berulah. Kita semua harus kesana," ucap papanya mutlak.

"Tapi pa," belum sempat Bulan melanjutkan ucapannya, suara gebrakan meja beriihasil membuatnya kaget. "Jangan membantah!" Ujar Winata.

"Papa ga bisa maksa Bulan. Bulan cape pa."

"Berani kamu melawan papa?" Tanya Winata dingin.

Bulan menggelengkan kepalanya. "Iya bulan ikut," pasrah Bulan pada akhirnya. Karena jika dia dan papanya lanjut berdebat, pasti Bulan akan tetap kalah. Jadi lebih baik bulan ikuti apa yang papanya mau.

"Bulan berangkat," saat akan salim kepada papa dan bundanya, mereka hanya diam.

Melihat respon orang tuanya yang seperti itu, Bulan hanya tersenyum miris. "Gapapa Bulan, semangat!"-batinnya.

Bulan langsung berjalan ke luar gerbang, disana sudah ada Bintang yang menunggunya. Dengan segera, Bulan masuk ke dalam mobil Bintang.

"Kusut amat tu muka kaya baju ga di setrika. Kenapa lo?" Tanya Bintang.

Bulan menghela napas kasar. "Papa nyebelin. Dua hari lagi bakal ke rumah nenek dan gue dipaksa ikut. Lo tau sendiri kenapa gue ga mau kesana," jelasnya.

Bintang menggenggam tangan Bulan untuk menyalurkan kehangatan. "Ikut aja, gue bakal ikut," ujar Bintang.

"SERIUS?!" Teriak Bulan.

Bintang menutup telinganya. "Pelan-pelan setan. Kuping gue budek ni!" Kesal Bintang.

"Hehe ya maaf," cengir Bulan.

Bintang langsung menjalankan mobilnya menuju SMA Venus.

•••

Hari ini keluarga Winata akan pergi ke Jogja. Setelah beberapa jam menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di Jogja.

Kini, keluarga Winata telah sampai di depan rumah rumah Nenek Yanti.

"Ayo masuk," ajak nenek Yanti pada keluarga Winata. Tatapannya berubah sinis saat menatap Bulan.

Bulan yang ditatap seperti itu hanya tersenyum untuk menghilangkan kecanggungan.

Mereka semua masuk ke dalam rumah itu. "Kalian bersihkan badan dulu, setelah itu kita makan malam. Dan kamu," nenek Yanti menunjuk ke arah Bulan. "Kamu tidur di kamar belakang dekat gudang," suruh nenek Yanti.

"Bulan bisa tidur sama Rain," ujarnya.

"Rain mau tidur sendiri kak," sahut Rain.

"Tapi kan rai-" belum sempat Bulan menyelasaikan kalimatnya, suara sang nenek sudah berhasil membuatnya bungkam. "Sudah diam. Kamu itu anak yang tidak pernah diharapkan. Anak ga guna, pembawa sial!"

PELITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang