yosh! epilog! bagian terakhir dari cerita amburegul author hina ini huhuhu. oke latar di sini saya samain aja yah sama bandara Soeta lagi males mikir nih, terutama terminal dan mungkin eskalatornya(?) saya udah lupa sih pas itu pergi naek eskalator dulu apa enggak ya? ah sudahlah maaf banyak pra-kata maaf ya.. klo ending nggak memuaskan maaf ya... huhu
Ini giliran Yuki naik ke atas panggung, menerima ijazah kelulusannya. Seperti pada umumnya. Ratusan pasang mata menatapnya dengan kagum sebagian berbisik-bisik tentang rumor mahasiswa lulusan terbaik dengan sistem akselerasi. “selamat ya!”, ujar dosen-dosen pembimbingnya saat ia turun panggung dan menerima scroll ijazah, wajahnya terlihat sangat bingung mendapat banyak ucapan selamat sementara teman seangkatannya jarang bahkan tidak sama sekali. “buka dong scrollnya!”, seru dokter Ana, Yuki tersenyum menatap dosen yang telah berjasa baginya itu—“kamu hebat Haneda!”, Ana menepuk bahu mahasiswanya itu ketika ia membuka scrollnya. Lulus dengan IPK 3.98 merupakan nilai di luar nalar Yuki. “sana, temui orangtuamu!”, ujar dosennya mendorong mahasiswanya yang masih terpaku pada kertas yang ia pegang.
“kami bangga sama kamu Yuki, selanjutnya… yah kamu tahu lah mama pengin gendong cucu, secara kamu anak tunggal… yah, gimana ya?”, ujar ibunya mengingatkan Yuki tentang sesuatu. Ia kembali menyalakan ponselnya mendapat satu sms dari Michel.
“aku akan segera kembali, mama sama papa di sini aja yah!”, Ia langsung melesat pergi keluar gedung sebaguna. “terminal 2 d, terminal 2 d, 2 d!”, ia mengulang kalimat itu berulang kali sembari berlari.
“bandara pak!”, ujarnya masuk ke dalam taksi—“bisa cepetan dikit nggak pak buru-buru”, lanjutnya melihat keadaan jalanan yang sedang kosong. “terminal 2 D pak!”, Yuki menunjuk arah terminal keberangkatan.
“kembaliannya ambil aja!”, Yuki menerobos masuk pintu oromatis bandara nafasnya yang terengah-engah kembali ia abaikan. Matanya sibuk mencari orang yang ia ingin temui. Michel, Michel! Dalam hatinya ia berteriak memanggil nama orang yang di kasihinya itu. Tragis memang.
Akhirnya matanya yang di lapisi lensa kontak itu menemukan sosok yang ia cari. matanya langsung terpusat pada escalator
Perempuan berambut pale yellow mengenakan dress putih serta sepatu boot coklat, persis seperti pertama kali mereka berjumpa.
“Mh! Mi! Michel!”, Yuki memanggil namanya dengan nafas terengah ia mengacungkan scroll yang sedari tadi ia genggam, membuat telapak tanggannya menjadi merah.
“Yuki!”, gumam Michel. Menggerakan kakinya.
“Chel”, Dimitri menahan tangan calon tunangannya itu.
“Michel! Aku nggak peduli bahwa kamu sudah terikat sama seseorang maupun nggak, aku Haneda…Yuki, telah menjadi lulusan terbaik… Tokyo Health Care University! Dengan IPK terbaik… tiga… koma Sembilan delapan!” , kalimatnya terputus-putus karena nafasnya yang belum stabil. Michel memegang erat tangan kanannya, butir-butir air keluar dari sudut matanya.
“aku akan tinggal di Jepang”, ujar Michel yang masih menunduk—“Michel nggak bisa terus seperti ini, mama dan papa nggak mengerti! Dia! Orang yang paling mengerti Michel dan yang paling Michel sayangi! Bukan Dimitri!”, ia berlari ke arah escalator turun. Ia dapat melihat Yuki jatuh terduduk dengan nafas yang tidak teratur membuatnya makin cemas. Tanpa ragu ia menuruni escalator dan memeluk orang yang di cintanya itu.
“Yuki, Yuki?”, aku memanggil namanya sambil mensejajarkan kepalanya denganku, membantunya berdiri. Wajahnya pucat—“Yuki!”, aku memeluknya erat, ia tersenyum sambil menatapku. “arigato”, bisiknya lalu tak ada kalimat lanjutan.
------------------------
“Yuki? Yuki!”, aku kembali memanggil namanya, orang tuaku tak berani mendekat karena mungkin kata-kataku yang terlalu keras pada mereka. “watashi ni kekkon shite kudasai”, ia merogoh sesuatu dari sakunya.
Ia tersenyum menatapku yang menutup mulutku dengan kedua tangan. “kamu nggak ngerti Bahasa jepang ya?”, tawanya yang membuat kepalaku makin panas karena di kerjai.
“kamu ngerjain aku?!—”, kalimatku terputus melihatnya mengeluarkan sesuatu dari sakunya berupa kotak berwarna merah.
“aku ulang ya? Karena kayaknya kamu nggak ngerti, menikahlah denganku, Michel”, aku tak percaya bahwa aku berada di dalam realita. Aku nggak lagi ber-fantasi di dalam pesawat kan?
Ia masih menunggu jawabanku dengan membuka kotak merah berisi benda bulat berwarna silver tesebut, “kalau kamu mau pakai cincinnya, kalau kamu nolak buang cincinnya. Aku terima apapun jawaban kamu”, ia menatap ku lalu beralih pada orangtuaku. Aku menenggok sekilas, wajah papa dan mama bukan wajah marah atau apapun, melainkan wajah bahagia akan pilihanku nanti.
Aku mengangguk dan memakai cincin pemberian Yuki, semburat merah muncul di kedua pipi kami menyadari aku dan Yuki jadi tontonan orang satu bandara. Ia tersenyum ke arahku lalu tertawa persis seperti pertama kami bertemu.
end
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Menutup Mata
RomanceApakah ini hukuman untukku? apa kah salahku tuhan? Apakah kau sudah membenci hamba-Mu yang satu ini Michel bertemu cowok misterius yang menabraknya di bandara yang ternyata adalah asisten Dokter yang merawatnya di Rumah Sakit. Bisa di bilang kata pe...