Bagian 7 : Haneda's Yesterday Secret

203 10 1
                                    

jujur di chapter 7 ini Author dari negri antah berantah seperti saya sotoy kebangetan karena emang nggak ngerti apa-apa tentang ilmu kedokteran juga alurnya agak bahkan sangat cepat. maaf ya... 

        aku menyambut jari kelingking Michel, apakah dia juga punya perasaan yang sama denganku? Ini cerita dua hari sebelum kejadian di taman juga penyebab aku tak yakin akan punya semangat untuk lulus kuliah kedokteran yang amat menyita waktu, Dan menyandang penghargaan dokter muda.

Aku berjalan menuju lift dan memencet tombol bertuliskan angka delapan.  menarik nafas panjang— mengencangkan dasiku dan mencering sedikit kearah cermin membuat keningku berkerut mendapati rambutku yang agak acak-acakan sesegera mungkin aku menatanya dengan tangan yang di penuhi map dokumen pasien special buatku—uhm maksudku pasien dosenku. Aku menjadi asisten  dokter Ana secara Cuma-Cuma sekalian ambil untung buat bikin  skripsi.

Pintu lift perlahan membuka seakan menendangku keluar dari ruang sempit itu. Aku membetulkan jas putih serta kemejaku dan berjalan menuju sebuah ruangan bertuliskan ‘Ana Yamamori, dr., SpPD-KHOM’

Dalam hatiku bergumam, kapan gelar itu jadi milikku. Kali ini aku membuang semua kegugupan yang ada di dalam hatiku. Mengetuk pintu sampai di persilahkan masuk dan membuka pintu perlahan.

“perkenalkan,mahasiswa saya Haneda Yuki, dia lagi belajar di sini sekaligus buat bahan skripsinya”, aku membungkukkan badanku ketiga orang ini menatapku heran.

“Yuki mahasiswa semester berapa?”, oh mungkin ini kultur orang western memanggil orang dengan nama belakangnya. Ok ini sebuah toleransi yang tinggi buat orang yang belum mengerti budaya kami no problem.

“semester terakhir jurusan internis, subspesialisasi hematologi dan onkologi medik”, jawabku dengan nada sedikit bangga dan kurasa itu bukan hal yang aneh membanggakan sesuatu yang—memang pantas di banggakan.

“wah, muda sekali ya kirain baru semester awal”, senyum perempuan baya yang memakai baju kemeja dan rok ala kantoran. Mamanya Michel.

            “jadi kapan Michel kira-kira bisa pulang dok?”, tanya Tn. Davis Alphachia. Agak serem sih tapi mukanya baik, seorang lagi hanya ikut mengangguk-angguk.

“oh iya, ini Dimitri. Calon tunangannya Michel”, Ny. Davis menepuk bahu calon menantunya itu. Calon tunangan? Jadi Michel udah terikat sama orang lain? astaga!

“hmm, for safety sih saya rekomendasikan Michel di rawat sekitar… satu bulan lagi jadi kira-kira bisa pulang itu awal bulan Januari atau akhir Desember”, dr. Ana mengetuk-ngetuk bolpoint nya ke kalender meja. Aku hanya menguping dan pura-pura sibuk membersihkan sesuatu.

Dimitri membenarkan posisi duduknya. “dok, please ya jangan kasih tau Michel aku di Japan kan mau bikin surprise”, ia mencering ke arahku—“kalo bisa suruh asisten dokter diem juga”, lanjutnya dengan nada sinis. Aku menjatuhkan baki berisi peralatan praktek juga beberapa botol. Karena reflek dan mungkin kebiasaan burukku bahwa kalau kaget selalu mengibas-ngibas tangan di udara.

            “jahh”, aku berjongkok meratapi apa yang ku lakukan ‘menjatuhkan = harga mati’. Aku menggaruk kepalaku panik. Gimana nih?

“Haneda?”, dr. Ana menggeser kursinya sedikit aku bisa meramalkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku merasa beruntung ada tirai yang menutupi tempat aku berada.

Sampai Menutup MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang