(Curhat Author)
ya, di chapter sebelumnya juga ada curhat author, iya iya saya tau Natal udah lewat. Sebenernya cerita ini mau saya post dari sebelun Natal kemarin tapi bergub saya sangat amat pake banget mager, padahal saya lagi libur 2 minggu dan juga saya baru-baru ini buka Wattpad kembali ya jadinya gini lah, maaf ya... oiya ada sedikit kata yang mau saya note (mata keduanya/ mata ke-duanya=kacamata ya, bukan kedua matanya) btw, karena Author pengen fokus UNmungkin updatean selanjutnya akan di tunda, maaf ya...
“eeh? Besok? Ngapain? Oke, tapi jangan sampai garing ya?”, aku menjawab panggilan dari seseorang yang menelponku secara tiba-tiba. Kira-kira kejutan apa ya yang bakal dia kasih. Biasa saja atau malah sangat istimewa? Aku tersenyum sendiri mengingat bagaimana suaranya yang lembut merasuki rongga telingaku saat menjawab telepon.
Mataku perlahan terbuka karena teganggu oleh hawa dingin yang merasuki tubuhku. Meski penghangat ruangan sudah di nyalakan tapi bagi orang sakit sepertiku sama saja dingin. Ini pagi natal. “selamat natal”, bisikku lembut kepada ruangan yang kosong dan sepi, membuat perasaanku bertambah perih dan sesak. Aku menyelimuti tubuhku dengan selimut berusaha untuk tidak menangis.
Seperti biasa dokter yang merawatku datang untuk kunjungan pasien dan tak pernah ketinggalan ia selalu membawa laki-laki satu tahun lebih tua dariku sebagai asisten magangnya.
“ku dengar Michel sama Haneda mau pergi ke—”, ujar dr. Ana tersenyum padaku. Ia menghentikan kalimatnya melihat mahasiswa didikannya menaruh jari telunjuk di mulut dan mengeluarkan bunyi desis pelan. Ia tersenyum padaku sambil kembali sibuk pada pekerjaan rutinnya jika melakukan kunjungan, cek tensi, mencatat sesuatu yang tidak ku mengerti dan membuka gordyn yang menghalangi sinar matahari masuk. Kacamata yang ia gunakan seperti tak pernah lepas dari batang hidungnya. Kali ini ia sepertinya memakai kacamata tanpa frame dan itu membuat mata hitamnya lebih terlihat jelas. Aku membalas senyumnya
“ahem! Oke saya ngunjungin pasien yang lain dulu, kamu di temenin Haneda dulu ya”, Peka terhadap lingkungan dr. Ana beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan ruangan bercat putih ini. Ku rasa beliau lebih memilih aktifitas yang lain ketimbang jadi nyamuk dalam percakapan dalam diam kami tadi.
“hey”, ujar kami bresamaan. Ia tertawa ringan dan menatapku ramah seperti biasa. “dozo, kamu suluan”, lanjutnya mempersilahkan aku untuk memulai percakapan yang agak aneh ini.
“kamu mau ajak aku ke mana emang?”, tanyaku memandang matanya yang dilapisi kaca mata itu. Tatapan seorang yang berfikiran lebih matang dariku membuat pikiran ku melayang entah kemana.
“uhm… kamu mau ngajak aku ke mana emang?”, tanyaku lagi dengan pertanyaan yang sama memecah keheningan yang terjadi dengan pertanyaan garing. Ia melamun ke arahku membuatku salah tingkah.“iih apaan deh! Hayo mikir apa?!”, aku menepuk taganku di depan mukanya.
“ha! Apa?! Oh? Rahasia lah, kan udah ku bilang pasti kamu bakalan suka”, ujarnya cepat karena kaget oleh tepukanku tadi.
“emang kamu tahu apa tempat yang aku suka?”, aku menundukan kepalaku mengingat bahwa orang tua ku saja belum tentu tahu tempat favoritku. Maksudku, karena memang selama ini aku lebih sering di titipi ke saudara ibu atau ayahku karena mereka berdua sibuk bekerja atau lebih tepatnya jarang meluangkan waktu bersamaku. Hanya beberapa bulan ini mereka mengurangi aktifitas mereka dan mulai lagi hubungan orang tua dan anak yang seharusnya.
“hey, kok sedih sih? Ini kan natal?”, ujannya menyentuh tanganku lembut. Air mukanya agak sedikit berbeda hari ini. Membuat perasaanku agak mengganjal.
“ada sesuatu yang kamu pendam ya?”, tanyaku menatapnya yang duduk di kursi sebelah tembap tidur. Ia memalingkan pengelihatannya ke arah jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Menutup Mata
RomanceApakah ini hukuman untukku? apa kah salahku tuhan? Apakah kau sudah membenci hamba-Mu yang satu ini Michel bertemu cowok misterius yang menabraknya di bandara yang ternyata adalah asisten Dokter yang merawatnya di Rumah Sakit. Bisa di bilang kata pe...