Silvia memeluk dirinya sendiri karena masih merasa kedinginan, ia tiup kedua telapak tangannya dan menggosoknya beberapa kali lalu ia tempel pada pipinya agar sedikit hangat. Namun hal itu tampaknya sia-sia saja. Tubuhnya masih menggigil meskipun pakaian miliknya telah diganti dengan pakaian kering yang ia dan Xander beli tadi di sebuah toko baju.
Bintang-bintang mulai bertaburan di langit, hari sudah mulai malam namun mereka masih belum sampai di rumah Silvia, perjalanan pulang memanglah sangat panjang karena letak pantai yang jauh.
Keduanya memutuskan untuk mampir ke sebuah restoran karena perut kosong mereka minta diisi.
Dan sampailah mereka di salah satu restoran, setelah mendapat tempat duduk, keduanya memesan makanan dan menunggu di sana.
Tempat mereka berada di pojok ruangan, dekat dengan jendela yang terhubung langsung dengan pemandangan jalanan kota yang cukup ramai di malam hari.
Silvia masih terdiam, dirinya terlalu sibuk dengan pikirannya, Xander yang melihat gadis di depannya hanya diam dengan tatapan kosong semakin merasa bersalah.
Jika saja dirinya tak mengajak Silvia pergi ke pantai, mungkin gadis itu tak akan tenggelam.
"Aku tahu ini semua ulahmu, namun mengapa kau tega melakukan hal ini pada adikmu, Xavier? Apa tahta kerajaan masih belum cukup untukmu, sampai kau ingin mengorbankan adikmu sendiri demi kepentingan pribadimu?" batin Xander.
Xander beranjak dari tempat duduknya, mendekat ke arah Silvia. Dirinya melepas jaket yang ia kenakan, lalu memasangkan jaket itu pada bahu Silvia, membuat si gadis tersentak karena terkejut.
Gadis itu menoleh ke samping, manik matanya menatap mata Xander dengan lekat. Tatapan lelaki itu sangat menenangkan, membuat Silvia terhenyak beberapa saat.
Hatinya menghangat setelah melihat tatapan mata Xander, bahkan kini jantungnya kembali berdebar dengan kencang.
Xander melepas kontak mata dengan Silvia, lelaki itu kembali duduk di kursinya setelah memasangkan jaket pada Silvia.
Silvia memasukkan kedua tangannya pada lengan jaket dan membenarkan posisi jaket kebesaran itu di tubuhnya.
Senyum indah tersungging di bibirnya. Kata terima kasih terucap dari bibir Silvia, dan Xander hanya mengangguk sebagai respon.
Tak lama, pelayan datang membawa nampan berisi makanan pesanan mereka berdua. Dengan ramah, si pelayan meletakkan makanannya lalu melenggang pergi.
Xander dan Silvia langsung melahap hidangan di depan mereka dalam diam, hanya dentingan sendok yang menghiasi sunyi.
"Via .... "
"Aku .... "
Keduanya saling bertukar pandang karena mengucapkan kata secara bersamaan. Suasana menjadi semakin canggung.
"Kamu duluan aja." Kembali melontarkan kalimat yang sama secara bersamaan, Xander dan Silvia terkekeh pelan.
"Kamu duluan aja, mau bilang apa?" tanya Silvia.
Gadis itu menggosok belakang telinga kanannya karena bingung. "Aku cuma mau minta maaf, harusnya aku gak ngajak kamu ke pantai, jadi kamu ga bakal tenggelam." Ia menundukkan kepalanya merasa bersalah.
Tangan Silvia mendekat dan menggenggam jemari Xander yang ada di atas meja makan. Gadis itu tersenyum lembut pada Xander, tatapan matanya menyiratkan jika ia tak menyalahkan Xander atas kejadian yang ia alami, baginya semua itu hanyalah musibah yang tengah menimpanya.
"Xander gak salah, Via justru yang harus berterimakasih, karena kamu Via jadi lupa sama masalah Via sebentar." Ia remas perlahan jemari Xander yang masih ia genggam, menyalurkan kehangatan dan ketenangan bagi si lelaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM (telah terbit)
Фэнтези"3 BESAR TWO MONTHS CHALLENGE WITH ANBOOKS PUBLISHING" judul awal DREAMS : Kenangan Masa Lalu (Jangan lupa vote, komen dan follow akun aku sebelum baca 😉) Blurb : Silvia Mahesa adalah gadis cantik yang berusia sembilan belas tahun. Ia hanyalah gadi...