Pagi ini udara terasa begitu dingin. Gerimis telah menyelimuti kota sejak dini hari.
Aku merapatkan mantel hitam di tubuhku ketika aku melangkahkan kakiku menyusuri lapangan sekolah. Rumput-rumput di bawah pijakan kakiku yang basah karena terkena rintikan hujan seketika terlindungi dari rintikan hujan selama beberapa saat ketika aku berjalan melintas di atasnya.
Buku-buku jariku terasa membeku dan membiru karena kedinginan, namun ketika aku telah menapakkan kakiku di koridor kelas setelah melangkah melintasi lapangan yang luas, tubuhku yang tidak dilindungi oleh payung atau benda apapun sama sekali tidak basah atau terkena rintikan gerimis. Ada sesuatu yang menghalangi rintikan hujan dari tubuhku, namun aku sama sekali tidak menghiraukannya dan terus melangkah menyusuri koridor untuk menuju kelasku.
"Aku dengar dari 'teman-teman' aku, katanya udah ada yang gangguin kamu lagi ya di sekolah ini?"
Aku melirik Evander yang menyejajarkan langkahnya di sampingku. Aku tau, sejak tadi dia memang membuntutiku dalam diam. Dia memang senang sekali membuntutiku kemana pun aku pergi.
Aku hanya mengangkat bahuku acuh sebagai jawaban atas pertanyaannya sebelumnya.
Entah mengapa, 'teman-teman' nya itu memang senang sekali menyampaikan informasi-informasi tentang aku kepadanya ketika dia sedang 'pergi'. Dan entah mengapa dia mudah sekali akrab dengan 'penghuni-penghuni' di tempat manapun, termasuk di sekolah ini. Yang mana teman-temannya itu bisa membantunya ketika dia sedang pergi.
"Aku kan udah berkali-kali bilang sama kamu, kalau ada yang gangguin kamu atau bikin kamu gak nyaman, kamu bisa bilang sama aku." Ucapnya dengan nada sebal. "Aku bakalan ngatasin siapapun yang bikin kamu gak nyaman."
"Bukan apa-apa, dia cuma anak baru yang mungkin cuma 'iseng' atau 'penasaran'?"
Koridor kelas terlihat sepi dan lengang pagi ini, mungkin karena cuaca yang kurang bersahabat dan udara yang begitu dingin membuat siapapun merasa tidak betah berlama-lama berada di luar ruangan.
"Kalau gitu aku akan bikin dia berhenti gangguin kamu."
Aku berdecak. "Kamu gak perlu ngelakuin apapun lagi kali ini, dia sama sekali bukan masalah besar buat aku."
"Apa itu artinya kamu suka digangguin sama dia?" Balasnya dengan nada suara yang berubah menjadi sinis.
Aku kembali berdecak. "Of course not."
"Terus kenapa kamu gak ngebiarin aku buat ngasih dia pelajaran? Biasanya kamu gak pernah ngelarang aku kayak gini setiap kali aku mau ngasih pelajaran ke orang-orang yang gangguin kamu, apa itu karena kamu peduli sama dia?"
"Nope, aku cuma gak mau kamu ngotorin tangan kamu buat sesuatu yang gak penting."
Dia menggeleng. "Itu sama sekali bukan masalah buat aku, aku senang ngelakuinnya." Dia mengangkat bahunya acuh. "Kamu gak bisa ngelarang aku, aku akan tetap ngelakuin apapun yang menurut aku tepat."
Aku mendelik ke arahnya, dia lantas memasang senyuman manis. "Aku bakalan ngelakuin apapun buat kamu." Ucapnya dan diakhiri dengan senyuman yang semakin lebar
Aku mendengus lalu berbelok di koridor yang terhubung dengan kelasku yang hanya berjarak beberapa meter lagi di depan sana.
"Apa karena itu kamu akhirnya kembali lagi?"
Dia terkekeh. "Ya, salah satunya. Selain itu, aku juga udah mulai bosan dengan 'pencarian' aku, karena sampai sekarang aku masih belum berhasil nemuin petunjuk yang cukup berarti." Dia mengangkat bahunya acuh namun raut wajahnya terlihat murung. Namun, tiba-tiba saja dia merubah raut wajahnya menjadi ceria lagi dan kembali tersenyum manis, membuatku sedikit merinding melihat perubahan emosinya yang begitu cepat. "Selain itu, aku rasa... aku juga mulai ngerasa kangen sama kamu, makanya aku kembali."
Aku berdecak.
Dia pasti hanya sedang bercanda. Dia memang senang sekali bercanda.
***
To be continued*
KAMU SEDANG MEMBACA
She's ANNABELLA
Horror"Annabella... kamu tau kenapa Mama kamu ngasih nama itu buat kamu?" Gadis kecil yang dipanggil dengan nama Annabella itu menggelengkan kepalanya. "Karena..." Gadis itu menyeringai lebar dengan gigi-gigi kecilnya yang terlihat membusuk dan dilumuri o...