Her Crimes

1K 22 1
                                    

Benar saja, aku kembali menjadi topik perbincangan banyak orang hari ini karena apa yang terjadi kepada Dion pagi ini.

Aku diam-diam mendengus risih ketika desisan tajam dan bisikan-bisikan penuh caci maki dan kebencian dengan berbagai macam tatapan aneh terus mengiringi langkahku ketika aku berjalan menyusuri koridor kelas dengan wajah datar dan tidak peduli.

Ketika mulai merasa tidak tahan lagi, aku melemparkan tatapan tajamku ke arah mereka, dan seketika itu juga mereka kembali menutup rapat mulut mereka, dan segala bisikan penuh caci maki yang menyeret-nyeret namaku itu hilang begitu saja.

Aku mendengus, dan terus melanjutkan langkahku menyusuri koridor kelas yang kini terasa lengang.

Namun ternyata memang tidak semudah itu untuk menghilangkan suara-suara tajam yang penuh dengan caci maki itu dari pendengaranku, aku masih tetap bisa mendengarkan suara-suara itu hingga saat ini.

'Aduh, Annabella kapan matinya sih? Dia cuma bikin banyak orang jadi sial aja setiap hari.'

'Orang-orang kayak dia lebih baik jangan dikasih hidup terlalu lama, dia cuma bakalan jadi pembawa sial bagi banyak orang.'

'Please mati aja dan membusuk di neraka sana Annabella, dasar manusia pembawa sial."

Aku melemparkan tatapan tajamku tepat ke arah gadis berbando pink dan berwajah lugu yang diam-diam baru saja mengutukku dengan begitu kejinya di dalam hatinya. Gadis itu seketika terkesiap dan menciut ketika mendapatkan lirikan tajam dari ku, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan mengumpat di dalam hatinya.

'Sialan, jangan bilang dia bisa baca pikiran aku.'

Aku mendengus, lalu mengeluarkan sepasang earphone berwarna hitam dari saku rok sekolahku dan mulai menyumbat kedua telingaku dengan sepasang benda kecil berwarna hitam itu yang sudah lama menjadi sahabat baikku yang selalu menemaniku disaat aku merasa muak mendengar berbagai umpatan dan makian yang sering dilontarkan oleh orang-orang di sekitarku.

Aku sangat bersyukur sepasang benda kecil bernama earphone itu ada di dunia ini, karena aku tidak akan bisa membayangkan bagaimana muaknya hidupku yang setiap hari harus mendengarkan ucapan-ucapan tidak bermutu dari mulut-mulut sampah di sekitarku bila sepasang benda kecil yang kini sedang menyumbat kedua telingaku itu tidak pernah diciptakan.

Lantunan suara musik yang menenangkan kini memenuhi indra pendengaranku dan mengiringi langkahku, menggantikan suara-suara memuakkan yang sebelumnya mengiringi langkahku. Ya, lebih baik seperti ini, aku tidak perlu mendengarkan omong kosong apapun.

Aku menatap lurus ke depan, enggan untuk menoleh atau melirik sekelilingku yang dipenuhi oleh orang-orang di sekitarku yang seketika kembali berbisik-bisik ke arahku ketika melihatku memasang earphone di kedua telingaku.

Tanpa menoleh pun, aku sudah dapat merasakan bila orang-orang di sekelilingku kini telah kembali menatapku dengan tatapan tajam seraya membisikkan kata-kata penuh kebencian dan caci maki dan mendoakan kematian untukku yang hanya berjalan lurus tanpa melakukan sebuah kejahatan atau kesalahan apapun kepada mereka yang terus mengumpat dan mendoakan kematian untuk ku.

Aku melirik Evander yang berjalan di sampingku dengan tenang, tidak tampak terusik sama sekali dengan orang-orang di sekitar kami yang sedang bertingkah menyebalkan saat ini. Tapi mungkin memang lebih baik jika dia tidak terusik, karena terakhir kali dia terusik karena tiga orang yang membicarakanku, ketiga orang tersebut kemudian tidak dapat lagi berbicara selama seminggu, aku tidak tau apa yang dia lakukan saat itu.

"Kenapa?"

Aku lantas menurunkan volume musik yang berputar di ponselku ketika melihatnya berbicara.

"Kamu mau aku kasih pelajaran buat mereka?"

She's ANNABELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang