The Accident

884 25 2
                                    

Aku sedang berjalan menyusuri koridor kelas dan hendak pergi ke perpustakaan ketika aku merasakan sosok lain tiba-tiba saja muncul dan mengikutiku dari belakang.

Tanpa perlu menoleh aku sudah dapat menduga siapa si sosok penguntit itu. Entah dari mana saja dia, baru muncul kembali saat ini setelah kemarin malam menghilang. Dia sering sekali menghilang akhir-akhir ini, entah kemana perginya.

Aku meliriknya sekilas ketika dia menyejajarkan langkahnya di sampingku. Raut wajahnya terlihat kusut, sepertinya suasana hatinya sedang buruk sekali. Mungkin sedang ada suatu masalah dalam dunianya.

Masalah lain tiba-tiba datang. Dion, entah datang dari mana tiba-tiba muncul begitu saja dari arah berlawanan.

Aku berdecak, merasa kesal karena aku sedang sama sekali tidak ingin melihat pertumpahan darah saat ini.

Evander ternyata mendengar suara decakanku dan menoleh. "Kenapa Resha? Kamu takut aku ngelakuin sesuatu yang buruk ke dia?"

Aku menoleh dan menatapnya tidak percaya.

"Kamu mulai peduli sama dia?"

Aku kembali berdecak.

"Hey Annabella!"

"Ternyata dia cukup punya nyali juga ya? Dia sama sekali gak peduli sama rumor-rumor soal kamu itu." Evander terkekeh sinis. "Oke, kalo gitu... kali ini aku bakalan bikin dia bener-bener jera dan gak bakalan berani buat ngedeketin kamu lagi setelah ini."

Aku mendengus dan memutar bola mataku.

Apa-apaan dia itu? Sepertinya semenjak semakin sering menghilang akhir-akhir ini, dia juga menjadi semakin tempramental.

Dion yang sebelumnya berlari-lari kecil akhirnya tiba di hadapanku.

"Kamu mau kemana Annabella?"

"Perpustakaan." Ucapku singkat.

"Oh, kalau gitu aku ikut."

Aku melemparkan tatapan tajam kepadanya.

"Ada buku yang mau aku baca di perkustakaan." Ucapnya mencoba menjelaskan.

Aku berdecak dan hampir berjalan maju melewatinya ketika sebuah vas bunga  berukuran sedang tiba-tiba saja bergerak melayang secara cepat ke arah bagian belakang kepala Dion. Aku terperangah, Dion bisa mengalami cedera jika vas bunga itu berhasil menghantam kepalanya dengan kecepatan yang seperti itu. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Aku hanya dapat terpaku diam di tempatku dan melihat semuanya tanpa dapat melakukan apapun. Aku meringis ketika hanya tinggal menunggu sepersekian detik lagi sebelum vas bunga itu menghantam puncak kepala Dion. Namun, sepersekian detik sebelum vas bunga tersebut benar-benar berhasil menghantam puncak kepala Dion, tiba tiba saja vas bunga itu seakan meledak dari dalam dan hancur begitu saja.

Serpihan vas bunga yang sudah pecah itulah yang kemudian menghantam puncak kepala Dion dalam sepersekian detik berikutnya.

Koridor kelas seketika ricuh oleh pekikan orang-orang yang menyaksikan kejadian itu.

"Argh!" Dion memekik tertahan dan menyentuh puncak kepalanya dengan tangan kanannya dengan hati-hati.

Dion menarik kembali tangannya dan menatap telapak tangannya yang kini telah berlumuran cairan darah dari luka pada kepalanya.

Dion meringis dan mengernyit kesakitan sembari memegang dan menekan dahinya dengan tangan kirinya yang masih bersih.

Di saat itu juga banyak orang disekitar kami yang sepertinya mulai tersadar mulai berlari ke arah Dion.

Beberapa orang mencoba merangkul dan menopang tubuh Dion yang terlihat mulai kehilangan keseimbangan.

Beberapa siswa laki-laki berkumpul di sekeliling Dion dan akhirnya mereka bersama-sama mengangkat tubuh Dion dan membawanya ke UKS.

Beberapa siswi perempuan berlari ke ruang guru untuk melaporkan peristiwa tersebut, dan seorang siswi perempuan yang biasanya berjaga di UKS juga telah mencoba menelepon ambulan untuk membawa Dion ke rumah sakit terdekat.

Suasana di luar kelas benar-benar ricuh sekali saat ini.

Aku masih berdiri di tempatku dan bingung harus berbuat apa. Aku masih mencoba mencerna keadaan dan apa yang telah terjadi, dan mengapa vas bunga yang terlempar ke arah Dion itu bisa pecah begitu saja sebelum berhasil menghantam kepala Dion. Jika terlambat sedikit saja, Dion pasti sudah  cedera jauh lebih parah saat ini.

Saat aku tengah menatap orang-orang yang sibuk berlalu lalang atau berlarian panik di sekitarku, aku tiba-tiba saja melihat sesosok gadis berkulit pucat dan berwajah murung yang terlihat begitu asing di antara keramaian itu. Gadis itu bertubuh jauh lebih kecil di antara orang-orang di sekitarku dan dia mengenakan seragam sekolah yang berbeda dari seragam sekolah kami.

Aku memperhatikan seragam sekolahnya baik-baik yang tampak tidak asing di mataku, kemudian aku tertegun dan mengernyit. Bukankah... itu adalah seragam dari Sekolah Menengah Pertama tempatku bersekolah dulu?

Di balik kericuhan dan keramaian dari orang-orang yang berlalu lalang, entah mengapa gadis itu menatap ke arahku dengan tatapan kosong.

Aku masih mencoba mencerna keadaan dan mengingat-ingat sesuatu ketika akhirnya gadis itu tampak berbalik dan berjalan mengikuti kerumunan orang-orang yang membawa Dion pergi.

Kemudian seketika aku tiba-tiba saja mengingat sesuatu, lalu menoleh dan menatap punggung gadis berseragam SMP itu yang saat ini telah berjalan menjauh.

Aku mengenyit semakin dalam dan memiringkan kepalaku.

Aku seketika tertegun.

Kira...?

***

To be continued...

Vote= fast update



Thank u..


She's ANNABELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang