His Weirdness

1K 20 2
                                    

Aku sedang sibuk berkutat dengan laptop di atas pangkuanku ketika Evander tiba-tiba muncul begitu saja di sampingku.

Aku hanya meliriknya sekilas kemudian kembali berkutat dengan laptop ku, ada sedikit masalah pada laporan keuangan perusahaan akhir-akhir ini, seperti ada yang mencurangi dan melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan perusahaan yang berada di bawah pimpinanku. Selama dua hari ini Robert—orang kepercayaanku yang aku percayai dan berperan besar dalam mengurusi dan mengawasi perusahaan—juga sibuk melakukan penyelidikan bersama para penyidik swasta yang telah kami sewa yang memang telah ahli dalam menyelidiki kasus semacam ini.

Hal-hal seperti ini sudah lama sekali tidak terjadi karena para pengkhianat yang berada di dalam Xavierre Company tidak pernah diberi ampun atau dibiarkan lolos begitu saja dari hukuman yang begitu kejam yang selalu kami berikan kepada para pengkhianat di dalam selimut.

Siapapun pengkhianat itu kali ini, dia tidak akan diberi ampun dan pasti akan dibuat sangat menyesal karena pernah berpikir untuk menjadi seorang pengkhianat.

Ini benar-benar menyebalkan, karena tindakan si pengkhianat itu harus menjadi beban bagiku dan banyak orang. Tapi dari hasil penyelidikan sejauh ini, si pengkhianat memang terlihat benar-benar licik hingga jejaknya sulit sekali untuk ditemukan.

Evander di sampingku ikut mengintip ke dalam laptopku, hanya beberapa saat sebelum akhirnya mendesah bosan ketika menemukan layar laptopku hanya dipenuhi oleh data-data laporan keuangan perusahan yang terlihat begitu membosankan. Dia menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Gimana si manusia itu? Dia masih suka gangguin kamu?"

Aku meliriknya sekilas dan diam-diam memutar kedua bola mataku.

Aku tau siapa yang dia maksud 'si manusia' itu.

Entah kemana saja dia sebelumnya, dia menghilang begitu saja sejak dua hari yang lalu dan baru muncul kembali saat ini.

"Aku ngomong sama kamu Resha." Ucapnya dengan nada penuh peringatan.

Dia memang tidak pernah suka jika diabaikan begitu saja ketika dia sedang berbicara atau ketika dia bertanya.

"Resha..." ucapnya kembali, kali ini dengan nada yang jauh lebih serius.

Aku berdecak. Dia akan mengamuk sebentar lagi jika aku kembali mengabaikannya kali ini.

"No."

"What?" Ucapnya dengan nada tidak percaya, sepertinya dia semakin kesal saat ini.

"Dia gak pernah gangguin aku."

"Really? Kamu bohong kan?"

Aku kembali berdecak. "Buat apa aku bohong?"

"Buat melindungi dia? Biar aku gak melakukan sesuatu yang buruk lagi ke dia?"

Aku mendengus. "Kamu semakin gak masuk akal."

"Aku cuma ngerasa perlakuan kamu ke dia agak berbeda dari perlakuan kamu ke manusia-manusia yang sebelumnya pernah mengganggu kamu."

"Cuma perasaan kamu aja, karena emang udah lama gak ada orang yang berani ngedeketin aku lagi setelah semua rumor-rumor aneh tentang aku itu semakin kesebar."

"Tapi sebelum-sebelumnya kamu gak pernah melarang aku buat ngelakuin apapun ke mereka yang mengganggu kamu. Kamu keliatannya benci juga sama mereka, makanya kamu ngebolehin aku buat ngelakuin apa aja ke mereka biar mereka jera dan gak mengganggu kamu lagi."

Aku mengangkat bahuku acuh.

"Tapi percuma aja sih walaupun kamu larang... harusnya apa yang aku lakuin ke dia kemaren itu bisa bikin dia menjauh dan gak berani lagi buat gangguin kamu."

Aku kembali mengangkat bahuku acuh.

"Tapi... dia emang agak sedikit... 'aneh'?" Ucapku kemudian setelah beberapa saat kami hanya terdiam.

"Aneh?" Tanyanya cepat dengan rasa penasaran yang terdengar begitu kentara.

"Iya." Ucapku membenarkan. "Aku gak bisa baca pikiran dia, sama kayak kamu... dulu."

Dia memiringkan kepalanya dan mengenyit dalam.

"Kenapa kamu gak bisa baca pikiran dia?"

"Aku juga gak tau." Ucapku sembari mengangkat bahuku. "Tapi... setiap kali aku ketemu dia... aku gak bisa mendengarkan suara apapun dari pikiran dia. Pikiran dia kayak bener-bener kosong. Seakan-akan dia gak pernah mikirin apapun."

"Hmm..." Evander tampak berpikir dalam. "Jadi itu artinya... dia sama kayak aku dulu... ya?"

Aku mengangguk kecil.

"Apa itu sebabnya kamu gak ngerasa terganggu sama kehadiran dia?"

Aku mengangkat bahuku, masih sibuk berkutat dengan laptopku.

Dia membisu. Aku meliriknya sekilas, dia tampak tengah sibuk dengan pikirannya sendiri.


***

To be continued...

Vote for next...

She's ANNABELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang