6 (Jadi Nikah?)

24.6K 1.4K 12
                                    

🅱️🅱️🅱️

"Oh, selamat buat kalian berdua. Gue juga nyesel udah pernah suka sama
lo.”

Setelah mengucapkan kata-kata itu tepat di depan wajah Rangga, Alea langsung beranjak pergi dari sana.
Perlahan matanya memerah, pertanda
jika air matanya hendak keluar. Alea memutuskan untuk berjalan menuju ruang perpustakaan sekolah yang memang tampak dalam keadaan sepi. Hanya ada beberapa siswa kutu buku yang asyik dengan dunia mereka.
Alea memilih untuk duduk di bagian pojok ruangan, rasa-rasanya ia ingin menangis sekarang. Rangga benar-benar sukses mempermainkan
hatinya, Rangga juga berhasil
membuatnya meradang dan menangis
hanya karena cinta. Apakah jatuh cinta memang harus sesakit itu? Alea menenggelamkan wajah di atas lipatan kedua tangannya. Bahkan tanpa disadari, air matanya menetes keluar membasahi pipi itu. Ia menangis dalam diam.

🅱️🅱️🅱️

Arkan menunggu dengan gelisah di
depan ruang kelas Alea. Ia bermaksud
akan menemui Alea dan mengajaknya
bicara perihal kejadian semalam. Ia
sadar jika semuanya memang berawal
dari kecerobohannya. Niat baiknya kini menjadi malapetaka untuk dirinya
dan juga Alea. Arkan melihat Dwi yang keluar dari dalam ruangan kelas. Namun ia tidak menemukan adanya Alea disana. Kemana gadis itu pergi? Arkan lantas menghampiri Dwi dan menariknya menjauh dari sana.

"Alea mana?" tanya Arkan to the point.

"Palingan juga lagi ngadem di
perpus," jawab Dwi yang sudah hafal
tabiat dari Alea.
Alea suka menyendiri jika keadaan hatinya sedang tidak dalam keadaan baik seperti sekarang ini. Ia pasti butuh ketenangan untuk dirinya.
Setelah mendengar ucapan Dwi, Arkan langsung beranjak menuju perpustakaan sekolah.

"Lo mau ke mana?"

"Cari Alea,” sahut Arkan.

"Gue ikut!"

Keduanya pun beranjak dari sana dan menyusul Alea menuju perpustakaan
sekolah. Setelah sampai di perpustakaan, Dwi dan Arkan masuk kedalam ruangan tersebut. Arkan melirik ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Alea di sana. Dan selang beberapa menit kemudian, Arkan mendapati Alea yang tengah tertidur di atas lipatan tangannya sendiri. Melihat itu, Arkan langsung berjalan mendekati Alea dan menyentuh pundaknya.

"Alea, bangun.” Arkan menepuk
pundak Alea dengan sekali tepukan.
Lantas Alea yang merasa terganggu dengan kehadiran Arkan langsung membuka matanya dan mendongak.

"Ngapain lo di sini?" tanya Alea jutek.
"Gue mau ngomongin sesuatu sama
lo,” sahutnya, berusaha tenang.

"Gue minta maaf sama kejadian semalam. Tapi niat gue murni cuma mau mastiin kalo lo baik-baik aja. Gue tau kalau lo lagi patah hati.”

"Lo pikir dengan hanya minta maaf semuanya bakal selesai gitu aja? Nggak akan. Permintaan maaf lo gak bakal bisa ubah tuduhan papa gue yang mengira kita berbuat hal yang
memang nggak pernah kita lakukan! Dan semuanya ini gara-gara elo tau nggak! Lo sengaja ‘kan ngelakuin ini semua, karena mau jebak gue?" seru Alea berapi-api.

"Semuanya gak seperti yang lo pikirin. Gue gak ada niat sedikitpun buat menjebak lo, Alea. Gue masih waras untuk ngelakuin hal konyol kaya gitu.”

"Bullshit tau nggak! gue benci sama lo!" sarkas Alea dengan jari telunjuknya tepat di depan wajah Arkan.

"Al, dengerin gue dulu!" pinta Arkan merendah.
Ia tak ingin membuat Alea semakin marah padanya. Namun usahanya hanya sia-sia saja, Alea memilih untuk pergi dari sana ketimbang harus mendengar penjelasan Arkan.
Dwi yang melihat dari kejauhan hanya bisa diam. Untuk saat ini ia tak ingin ikut campur dengan urusan Alea dan Arkan, walaupun sebenarnya
ia masih penasaran dengan keduanya.
Hingga Alea pun berjalan keluar
sambil menarik pergelangan tangan
Dwi dari sana.

"Eh, mau ke mana, Al?" tanya Dwi seraya berusaha menyeimbangkan
badannya yang hampir terjerembab
karena ulah Alea.

"Balik ke kelas.”

🅱️🅱️🅱️

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Arkan dan juga papanya sudah tiba di kediaman Alea dan orang
tuanya. Papa Arkan sengaja datang khusus untuk membahas masalah Arkan dan Alea, ia juga syok setelah
mendengar laporan dari Papa Alea
tentang kejadian semalam. Ia juga tak
habis pikir jika Arkan dan Alea bisa
berbuat demikian.

"Ma, panggilin Alea di
kamarnya!" ucap Papa Alea beralih
pada istrinya.
Mama Alea pun mengangguk pelan,
kemudian beranjak menuju kamar Alea yang berada di lantai atas. Lantas wanita itu mengetuk pintu kamar Alea
dengan pelan.

Tok...tok...

"Al, turun yuk! Ada Om Rio dan
Arkan di bawah, mereka mau ngobrol
sama kamu," pinta Mama Alea selembut mungkin.

Hening.

Tak ada suara sahutan dari dalam
kamar Alea. Sepertinya gadis itu
sudah tertidur di dalam kamarnya.
Karena tak kunjung mendapat respon,
Mama Alea pun memutuskan untuk
kembali ke ruang tamu.

"Alea sepertinya sudah tertidur
di kamar. Dia tidak menjawab sama
sekali dari dalam kamarnya," ucap
Mama Alea yang sudah kembali dari
kamar Alea.

Papa Arkan—Rio, mulai angkat bicara. Ia tak menyangka, putra satu-satunya melakukan hal itu pada Alea.
Padahal setahunya, Arkan adalah anak baik-baik yang rasanya tidak mungkin melakukan hal seperti itu.

"Alea mungkin masih belum bisa
menerima semua ini, aku tidak menyangka semuanya akan jadi
seperti ini. Aku merasa gagal menjadi
seorang orang tua, karena tidak bisa
mendidik Arkan dengan baik.”

Arkan yang duduk di samping Rio
semakin merasa bersalah setelah
mendengar pengakuan Papanya tersebut.
Padahal ini hanya kesalahpahaman. Ia
tak menyangka akan menjadi serumit
ini. Tatapan Darrel beralih ke arah
Arkan.

"Kamu bukannya gagal mendidik
Arkan, ini semua sudah menjadi
takdir. Bukankah dulu kita pernah punya rencana akan menjodohkan
mereka? Aku juga melakukan ini semua bukan semata-mata karena kejadian
itu, tetapi karena aku percaya jika
Arkan bisa menjaga Alea dan aku tau
jika Arkan memang menyukai Alea.”
Arkan berusaha menyembunyikan
wajah kagetnya mati-matian setelah
mendengar penuturan Papa Alea. Arkan tak habis pikir, dari mana Darrel tau
bahwa ia menyukai Alea. Walaupun
dalam hati, diam-diam dia mulai
berharap jika Alea memang benar-benar ditakdirkan hidup dengannya. Rio menghela napas lelah. "Aku hanya takut jika Alea tidak akan bisa menerima semua ini.”

"Aku yakin Alea perlahan akan mengerti. Aku percaya Arkan pasti
bisa membantu Alea untuk menerima
semuanya. Arkan hanya butuh sedikit kesabaran untuk menghadapi Alea,"
ungkap Darrel yang tak main-main
dengan ucapannya.

"Jadi sekarang keputusannya ada ditangan kamu Arkan. Om akan kasih kamu kesempatan untuk memutuskannya,"

Semuanya menanti keputusan Arkan. Kesanggupan laki-laki itu untuk menerima segala konsekuensinya.
Sanggupkah ia menerima jika setelah
ini Alea mungkin akan semakin membenci dirinya.
Arkan sudah siap dengan jawabannya. Semalaman ia sudah memikirkannya dengan matang. Bukankah cinta memang butuh perjuangan? Jadi
ini mungkin kesempatan baik baginya.

"Jadi bagaimana Arkan, apa
jawaban kamu?" tanya Darrel, menuntut jawaban.

Arkan menarik nafas sebentar, kemudian menghembuskannya. Lalu
dengan lantang ia berkata,

"Saya mau, Om.”

🅱️🅱️🅱️

Nikah SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang