2 (Camer)

38K 1.9K 27
                                    

🅱️🅱️🅱️

Alea sedang berdiam diri di dalam kamarnya. Sedari tadi ia hanya sibuk mencoret-coret kertas di hadapannya. Kepalanya masih dipenuhi memori tentang kejadian siang tadi. Kejadian dimana Arkan dengan lancangnya mencium bibirnya tanpa izin. Meski Alea berusaha menghapus memori tentang ciuman singkat Arkan, bayang-bayang itu malah terus menghantui isi kepalanya. Alea menutup bukunya kesal.

"Arkan kampret!"
Lalu Alea beranjak keluar dari kamar. Ia memutuskan untuk menuju ruang tamu seraya membawa ponselnya . Gadis itu lantas melabuhkan tubuhnya
di sofa ketika sampai di tempat tujuannya-ruang tamu. Keadaan rumah tampak sepi karena memang jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Semua penghuni rumah sudah terlelap kecuali Alea. Ia sedari tadi terus menunggu Rangga akan menelpon atau sekedar mengirimnya pesan. Alea takut jika Rangga marah padanya karena tidak menepati janjinya siang tadi. Mau
menelpon duluan tapi gengsi, begitulah
perempuan.

"Huh ...." Alea menghela nafas
pelan dan beranjak dari sana. Namun saat Alea memasuki kamar dan mulai berbaring di atas ranjang, getaran ponselnya berhasil mengambil
perhatian Alea sepenuhnya. Wajah yang
semula murung, berubah cerah. Sebab
gadis itu beransumsi jika yang menelponnya sekarang adalah Rangga.

Dret ... dret ...

Sepersekian detik, kemudian Alea
mengernyit heran. Bukannya mendapat panggilan dari Rangga, malah sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal terpampang di layar ponsel Alea. Namun ia berusaha berpikir positif, jikalau itu mungkin Rangga yang menelponnya dengan nomor lain.
Alea langsung mengusap layar ponsel dan mendekatkannya ke telinga kanan. Ia sangat berharap jika itu benar-benar Rangga.

"Halo..."

"Halo," balas suara bass seseorang di seberang sana.

"Ini siapa?"

"Ini gue, Arkan."

"Heh ... ngapain lo telepon gue
malam-malam?"

"Gue cuma mau bilang kalo be-"

Tut...

Alea langsung memutus sambungan
teleponnya secara sepihak. Lantas
membiarkan ucapan Arkan menggantung begitu saja. Tak sampai di sana, ia kuga melemparkan ponselnya ke atas ranjang dengan kesal.

"Kenapa sih harus ada mahluk
kaya si Arkan? Dan kenapa juga gue
harus kenal sama dia?"

🅱️🅱️🅱️

Langkah Gadis itu bawa menuruni tangga menuju ruang makan. Mood-nya pagi ini benar-benar sedang buruk. Rangga bahkan tidak menelpon atau sekadar mengirimnya pesan singkat hingga pagi menjelang.

Sepertinya Rangga benar-benar marah
padanya.

"Al, ada yang nyariin kamu di
depan," celetuk Salma-Mama Alea,
saat gadis itu baru saja hendak
melabuhkan pantatnya di kursi meja
makan.
Alea mengernyitkan keningnya,
heran.

"Hah? Siapa, Ma?"

"Pacar kamu. Udah sana samperin,
sekalian kamu ajakin masuk,"
perintah Salma.

"Hah? Pacar? Maksud Mama siapa,
sih?" tanya Alea bingung, karena
seingatnya dirinya memang belum
mempunyai pacar.

"Udah sana samperin. Kamu lihat
sendiri. Mama mau panggil Papa dulu
ke kamar."

Nikah SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang