Melihat senyum Mama merekah di pagi hari, adalah energi penyemangatku. Ditambah lagi, sajian sarapan spesial yang selalu disiapkan. Seperti pagi ini, menunya adalah avocado toast, yang jadi pilihan. Roti yang sudah dipanggang, dioles dengan alpukat yang dihancurkan.. Potongan jeruk, dan ditambah dengan balsamic glaze yang dituangkan ke atas roti, tidak lupa taburan potongan daun basil, segar dan yummy banget. Mama memang luar biasa.
"Jani heran, deh. Sebegini nikmat masakan Mama, tapi Mama tetap aja langsing, walaupun udah banyak umurnya. Sampai-sampai di salon, kita dibilang kakak-adek. Emangnya Jani kelihatan tua, ya Ma?" sungutku sambil terus mengunyah.
"Ah, itu 'kan bisa-bisanya mereka saja, namanya trik marketing, bagaimana supaya pelanggan jadi betah. Lagian, kamu itu anak gadis Mama, tercantik sedunia, loh."
"Lah, ya iya lah, wong anak Mama, Jani doang. Terang aja paling cantik. Gak ada saingannya." Aku memberengut manja.
"Tuh, kan, cemberut aja masih cakep, apa lagi kalau tersenyum." Mama mengolokku, hingga aku pun ikut tertawa.
Keceriaan kembali hadir di rumah ini, setelah beberapa saat kemarin, senyap tanpa tawa dan canda.
Terima kasih ya Allah, Engkau telah kembalikan kedamaian itu.
Aku berpamitan pada Mama seraya mencium pipi lembut perempuan ayu itu. Benar-benar lega rasanya. Sempurna hariku bersama Mama. Dan kulihat Mama juga demikian, sejak kemarin terlihat semangat dan selalu tertawa. Tadi malam, kami tidur bersama. Saling berpelukan. Tidak banyak cerita yang terungkap, hanya tentang aku dan Rani.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, aku bersenandung mengikuti lagu yang diputar salah satu siaran radio swasta. Aku tidak hafal lagu ini, tapi pernah sesekali mendengarkannya di kamar Mama. Lagu lawas. Kalau tidak salah, Mama pernah bilang, judulnya Unbreak My Heart. Termasuk salah satu favorit Mama. Aku coba mengingat siapa penyanyinya, tapi tidak berhasil.
Un-break my heart.
Say you'll love me again
Undo this hurt you caused
When you walked out the door
And walked out of my life
Bagus sekali penghayatan si penyanyi ini, aku makin penasaran, mengingat namanya.
Satu tembang lawas menemani pagi Anda, yang mungkin sedang patah hati. Un-Break My Heart dari Toni Braxton. Vokal khas dari Toni membuat lagu ini kian terasa makna kecewa karena cinta. Solois pemilik nama lengkap Toni Michelle Braxton ini sangat tersohor di awal tahun 1990-an. Bahkan, ia mampu mengukuhkan diri sebagai ikon RnB dan salah satu solois wanita yang paling laris kala itu.
Aha! Suara penyiar itu membuka memoriku, dengan nama si penyanyi yang pernah disebut Mama.
Ingatanku beralih ke Mama. Memang sih, Mama terlihat bahagia karena kami sudah berbaikan kembali. Namun, aku harus memikirkan tentang kehidupannya juga. Aku tidak boleh egois. Walaupun aku tahu, dan Mama selalu bilang bahwa kebahagiaanku adalah sumber kebahagiaannnya. Mama juga butuh pendamping. Ada hal yang mungkin, tidak dia dapatkan dari aku, anaknya. Cukup sudah Mama mengorbankan dirinya demi aku, sudah saatnya Mama memikirkan dirinya sendiri.
Membayangkan hal itu, pikiranku melayang pada sosok Om Baskoro. Ketika kami bertemu kemarin, aku paham, bahwa Om Baskoro sangat mencintai Mama. Jika memang Mama juga mencintai pria itu, maka aku akan menyetujui hubungan itu.
Segera kuhubungi nomor ponsel, yang diberikannya saat bertemu di resto kemarin.
Anjani : Halo, selamat pagi Om, ini aku Anjani.
Om Baskoro : Hai Jani, apa kabar? Wah suaramu kedengarannya ceria sekali ini.
Anjani : Ah, Om Bas bisa saja, aku mau ngabarin ini, aku sudah pulang ke rumah Mama, Om.
Om Baskoro : Oh ya? Wah, bagus dong. Pasti Mamamu senang itu.
Anjani : Iya, Om, oh ya, ntar siang pas jam istirahat, Om sibuk gak? Aku pengen ngobrol ini sama Om.
Om Baskoro : Kalau jam istirahat, ya gak sibuklah. Ok, nanti Om jemput kamu di kantor ya. Ntar kita cari tempat ngobrol sekalian makan siang.
Anjani : Ok, sampai nanti, ya. Makasih Om.
Aku menutup telepon. Kupacu mobil kembali, menuju kantor dengan gairah yang baru. Aku membayangkan rencana yang akan kusampaikan pada Om Baskoro nanti.
***
Om Baskoro mengarahkan mobilnya menuju sebuah restoran yang tidak terlalu jauh dari kantorku. Resto yang menyajikan aneka sop ini, adalah sebuah pilihan yang tepat di siang hari yang cukup terik. Setelah kami menempati sebuah meja, yang terletak di bagian pojok, aku dan Om Baskoro memilih menu makanan yang tersedia. Suasana resto cukup ramai siang hari begini, karena memang jam makan siang. Selain para pekerja, juga terlihat beberapa keluarga yang mengunjungi tempat kuliner ini.
Aku dan Om Baskoro memilih menu yang sama, sop kepala ikan gurami. Menurut Om Bas, ini adalah menu andalan di sini. Berkuah bening, sop ikan ini akan memanjakan lidah dengan sensasi rasanya yang gurih segar.
Sambil menanti hidangan disajikan, aku memulai pembicaraan dan mengungkapkan rencana yang sudah kusiapkan.
"Jadi gini, Om. Ketika aku bertengkar dengan Mama sebelum minggat, Mama menyebutkan bahwa Om itu orang baik. Tapi tentu saja saat itu tidak kupedulikan, karena aku memang sedang sangat marah. Aku minta maaf untuk itu ya, Om."
"Sudahlah, Jani. Om mengerti posisi kamu, dan reaksi yang kamu berikan itu menurut Om wajar, kok. Jadi, tidak usah merasa bersalah."
"Nah, aku juga paham dan yakin, kalau Mama mencintai Om. Meskipun Mama berkilah, bahwa yang penting bagi Mama adalah kebahagiaanku, aku tidak mau egois, dong. Aku juga ingin dan tentunya Mama pun berhak untuk membahagiakan dirinya sendiri."
"Maksud kamu?"
"Balikan dong lagi sama Mama, Om ... aku merestuinya. Mama butuh seorang pendamping dalam hidupnya. Sebagai anak, aku punya keterbatasan. Ada hal-hal yang Mama butuhkan, tapi tidak didapatinya dari aku. Eh tapi, Om masih sayang sama Mama, 'kan?"
"Kamu lucu, Jani ... tentu saja sampai kapan pun Om tetap akan sayang dan selalu menanti Mamamu. Di usia jelang senja ini, Om sangat hati-hati untuk jatuh cinta. Sama seperti Mamamu, kegagalan rumah tangga yang pernah terjadi, tentunya tidak ingin terulang kembali. Dan bagi Om, Ratri adalah pilihan yang terbaik."
"Serius, Om? Kalau begitu, Om harus segera temui Mama, dan aku siap membantu."
Om Baskoro tersenyum lebar. Tampak kelegaan di wajahnya. Aku yakin, pria ini akan mampu menghadirkan nuansa damai di rumah kami. Dia akan menyempurnakan hidup Mama.
"Yuk, kita santap sop kepala ikan ini, ntar keburu dingin loh."
Tiba-tiba saja perutku jadi lapar maksimal. Satu lagi beban mulai terangkat dari benakku. Nanti, sesampai di rumah, tugasku untuk meyakinkan Mama atas pilihannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Cinta
Ficción GeneralAnjani, yang selalu mengikuti kemauan sang Ibu sepanjang hidupnya, mulai berubah sejak kehadiran Ivan. Ivan membuat Anjani berani melakukan banyak hal yang selama ini tidak terpikirkan mampu dilakukannya. Sayangnya, sang Ibu tidak menyukai perubah...