Senandika 1

19 3 0
                                    

*****

Hari Tua

Hari yang terus berlalu menjadi debu di meja usang. Tubuh yang semakin rimpuh tetapi rindu tak juga menghilang. Ialah aku yang masih menatap sendu wajah perkasanya. Ialah kamu yang terus berputar di ingatan kelam. Walau umurku tak lagi muda, walau tubuhku perlahan menyatu dengan tanah. 

Sesaat bunga kembali bersinar di wajah, ketika tatapannya bertemu dengan tatapanku. Lalu, wajahku berubah murung ketika sebuah kaca tembus pandang tertangkap oleh mataku.

Hanya sebuah bingkai yang menjadi hidup di dalam hatiku.

"Mas,"kataku, hanya rintihan kecil yang keluar dari mulut seorang nenek bangka.

"Kowe ngerti? kowe biyen nggawa katresnan marang aku …" aku mengoceh seakan dia masih berdiri di depan lalu menatapku penuh iba.

Sekarang aku tertawa saat mengingat pertama kali dengan tatapan malu ia menyebut namaku di hadapan ayah. Aku tersenyum saat ia dengan perlahan membuka hatiku yang pada saat itu tak ada seorangpun yang sudi membukanya.

Aku si nenek bangka yang ditinggalin cintanya beserta sebuah kenangan. Aku si tua bangka, duduk di bangku usang yang penuh cerita suka dan juga duka. Aku si nenek bau tanah yang memimpikan sebuah akhir kisah bahagia.

Sekar senja✨

Senandika karya: Aksara dari Meja MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang