Rinyoung mengaduk-aduk supnya dengan pikiran menerawang, dia memikirkan Hoseok, kemarin sore dia meninggalkannya dan menitipkannya pada suster Han, sore ini dia harus menjenguknya. Bagaimana kondisi Hoseok? dia habis mengalami serangan, bagaimana kalau dia mengalami serangan lagi?
Namjoon menatap Rinyoung dari seberang meja, apa yang dipikirkan gadis itu? Kenapa dia tampak begitu tidak bahagia? Bukankah dia baru saja mendapatkan uang dalam jumlah banyak yang bebas digunakannya melakukan apapun?
Ataukah dia menyesal sudah menyerahkan diri padaku??? Pikiran buruk itu tiba- tiba menyergap otaknya. Dalam Kapasitas apa dia menyesali sudah menyerahkan diri padaku?
Namjoon menggertakkan giginya, seharusnya wanita ini Bangga, aku, Kim Namjoon, orang yang sangat kaya dan berasal dari keturunan keluarga kaya terpandang di negaranya, yang bisa mendapatkan wanita manapun yang dia mau, bersedia menidurinya!
Namjoon memikirkan semua keputusannya semalam. Ternyata ini bukan obsesi mau pun kegilaan sesaat, ternyata bahkan setelah percintaan marathon mereka semalam dan tadi pagi, dirinya masih menginginkan Rin. Amat sangat menginginkannya malahan, Setelah hasratnya terpuaskan pada tubuh Rin, bukannya semakin reda dia malahn makin ingin dan ingin lagi, gadis itu begitu polos tapi menggairahkan dan di dalam otaknya ini penuh dengan hasrat untuk mengajari gadis itu bagaimana cara memuaskannya.
Dengan kesal dia mengutuk pemikirannya itu, apakah aku sudah menjadi seorang maniak seks?
Namjoon memikirkan jeda sejenak tadi, ketika dia menghubungi Jackson pengacara kepercayaannya dan menyatakan niatnya serta minta dibuatkan draft surat perjanjiaannya. Jackson adalah pengacara kepercayaannya sejak dulu, sekaligus sahabatnya.
Lelaki itu telah menempuh pendidikan hukum di Jerman, dan disanalah mereka berkenalan. Beberapa tahun kemudian, setelah Jackson pulang ke Korea, dia membangun karir menjadi pengacara yang hebat. Dan ketika Namjoon memutuskan memimpin cabang di indonesia, mereka bertemu lagi, lalu menjalin kerjasama kerja sekaligus persahabatan.
Namjoon tahu Jackson tidak akan bertanya apapun yang tidak perlu tentang keputusannya. Lelaki itu sudah terbiasa dengan keputusan dan rencana-rencana bisnis Namjoon yang ekstrim.
Tetapi saat Namjoon membicarakan hal tersebut, ada kecemasan dalam suara
Jackson,"Kau yakin? Ini memang surat jual beli, tapi ini ekstrin Joon, jual beli manusia, jual beli pelayanan seks. kau bisa dibilang melanggar hukum malahan kalau suatu saat nanti terjadi masalah, apalagi mengingat kau warga negara asing"
Namjoon tersenyum, Rin tidak akan berpikir sejauh itu, bukannya gadis itu bodoh, tapi dia terlalu polos, entah kenapa Namjoon percaya bahwa Rin akan menepati janjinya.
"Buat saja Jack, selanjutnya biar aku yang menanggung", gumamnya yakin. Jackson tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi Namjoon yakin lelaki itu menunggu
sampai mereka bertatap muka baru dia akan mengajukan pertanyaan mendetail.
Jackson adalah lelaki yang sangat analisis, Namjoon menahan senyumnya.Pikirannya kembali ke masa sekarang, dan menatap Rin yang seolah tidak selera makan,
"Kenapa kau tidak memakan makananmu?", desis Namjoon, hanya sebuah desisan dan Rin terlonjak kaget, apakah dia sebegitu menakutkannya bagi Rin.
"Mr. Namjoon", Rin menyebutkan nama Namjoon dengan pelan, di telinga
Namjoon suaranya terdengar begitu merdu bagaikan ajakan bercinta.""Sesuai perjanjian kemarin, aku akan selalu ada kapanpun kamu membutuhkanku", pipi Rin bersemu merah mengingat arti dari kata, "Aku...bolehkah aku meminta waktu untuk diriku sendiri setiap harinya dari jam pulang kantor sampai jam sembilan malam?", suara Rin terdengar tertelan dan takut-takut.