Ruangan itu gelap.
Gelap dan sunyi, hingga bunyi klik ketika Rin menutup pintu terdengar begitu keras.
Dengan gugup Rin menelan ludah. Kenapa sepi? Kemana Namjoon?
Apa Namjoon mungkin pulang ke rumahnya? Apa mungkin dia tidak tahu kalau Rin belum pulang? Syukurlah kalau begitu kejadiannya.Rin berusaha menenangkan dirinya, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya menghadapi apa yang akan terjadi, seperti hitungan mundur penantian sebuah bom yang akan meledak saja.
Dan bom itu memang meledak.
Dalam hitungan beberapa menit pintu depan terbuka, tidak, bukan terbuka, tapi terdorong dengan kasarnya, lampu-lampu menyala.
Namjoon tampak begitu menakutkan, matanya menyala-nyala, rambutnya acak- acakan, bahkan pakaiannya yang biasanya selalu elegan dan rapi tampak kusut masai. Yang pasti, lelaki itu kelihatan begitu murka mendapati Rin berdiri di ruang tamu apartemen itu, hanya menatapnya.
Dengan gerakan kasar dia meraih pundak Rin dan mengguncangnya begitu keras sampai Rin merasa pusing,
"Kemana saja KAU?????!!!", teriak Namjoon, lepas kendali.
Rin berusaha menjawab, tetapi kepalanya terasa pusing karena Namjoon masih mengguncangnya.
"Aku mencarimu ke segala penjuru, kau tahu????!!! ", Namjoon masih berteriak. “Semua rumah sakit bersalin di kota ini aku datangi satu persatu, tapi tidak ada
kamu!!!! Kemana saja KAU????""Joon, kalau kau terus mengguncangnya seperti itu, dia akan muntah sebentar lagi", sebuah suara tenang terdengar di belakang Namjoon, membuat lelaki itu terpaku, seolah-olah baru menyadari kehadiran sosok di belakangnya.
Jackson berdiri dengan santai sambil menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu, sepertinya menikmati pemandangan Rin yang didamprat oleh Namjoon.
Namjoon menarik napas dalam-dalam beberapa kali, berusaha mengontrol emosinya.
Sialan benar Rin!!! Sialan benar gadis ini!!! Tidak tahukah dia begitu cemas tadi ketika sampai malam Rin tidak juga pulang?? Tak tahukah dia betapa hati Namjoon dicengkeram ketakutan yang amat sangat ketika mencoba menghubungi Serena dan menemukan bahwa ponselnya mati???
Beribu pikiran buruk tadi berkecamuk di dalam benak Namjoon, bagaimana kalau Rin kecelakaan? Atau dia menjadi korban kejahatan???!!!! Bagaimana kalau gadis itu terluka parah dan tidak dapat datang kepadanya untuk meminta pertolongan???
Dan sekarang, menemukan gadis itu berdiri di ruang tamu apartemennya, tanpa kekurangan suatu apapun, membuat Namjoon dibanjiri perasaan lega yang amat sangat, lega sekaligus murka, murka karena gadis itu telah membuatnya kacau balau, murka karena gadis itu telah membuatnya berubah dari Namjoon yang tenang menjadi Namjoon yang kacau, murka karena gadis itu telah menumbuhkan sebentuk perasaan yang tidak dia kenal sebelumnya.
"Pro... Proses melahirkan temanku bermasalah.... Dia... Dia eh... Harus.... Dioperasi....", Rin masih berusaha mengumpulkan nafasnya, diguncang dengan begitu kerasnya membuat pandangannya berkunang-kunang.
Tangan Namjoon yang masih berada di pundaknya mencengkeramnya kuat.
"Kalau begitu, apa susahnya meneleponku??!!! Kenapa kau matikan ponselmu hah??!!",
Rin mengerjapkan matanya gugup. "Baterai ponselku... Habis..."
"Memangnya tidak ada cara lain buat menghubungiku?! Aku hampir gila memikirkan kau ada dimana!! Apa kau pikir aku tidak mencemaskanmu??? Kau tahu aku hampir melaporkan kehilanganmu ke kantor polisi!!! "