*Terjadi +/- 1,5 tahun setelah epilog Return of the Dandelion.
-
Waktu berjalan terlalu cepat.
Chanyeol sudah menginjak semester delapan, dan 24 jamnya dikuasai oleh skripsi, beristirahat dari kerja paruh waktu yang ia ambil. Masa depan lelaki itu pun terencana matang: usai lulus S1, ia harus kembali ke Korea untuk wajib militer. Setelahnya, ia akan menyusul Baekhyun lagi di Jepang guna menemani sang kakak post-graduate training sekaligus meneruskan S2. Perkuliahan Baekhyun akan menyita waktu lama, dan jika perhitungan mereka benar, keduanya baru bisa menetap bersama di Seoul pada usia Chanyeol yang ke-28. Dalam kurun waktu enam tahun, wajib militer akan membuat mereka menjalin hubungan jarak jauh selama empat tahun.
Kini, setiap detik sangat berarti bagi mereka. Di sela padatnya pengerjaan skripsi maupun praktik, Chanyeol dan Baekhyun selalu menyempatkan waktu berdua. Entah demi sekadar menyantap makan malam, mengadakan Master Chef dadakan, berbelanja di supermarket, membeli baju di mal, atau hanya berpelukan di atas tempat tidur (terkadang disertai bercinta panas) dan makeout di depan televisi. Pada hari-hari tertentu, Chanyeol akan menjemput Baekhyun ke kampus, menunggu di bangku taman tanpa menyadari bahwa wajah tampan sang lelaki telah menyita perhatian mahasiswa.
Seperti sekarang.
Chanyeol bisa mendengar bisikan mereka; sekumpulan gadis maupun lelaki yang berlalu, berbicara dalam bahasa Jepang yang mampu ia pahami.
"Whoa, lihat. Ia tampan sekali."
"Wajahnya familier. Aktor?"
"Bukankah ia adik Baekhyun-senpai?"
Pada saat yang bersamaan, pemilik nama tersebut muncul dari antara kerumunan—tubuh mungil mengenakan mantel cokelat tua selutut dan syal merah menutupi dagu. Lelaki itu spontan berdiri, menghampiri Baekhyun yang berjalan sedikit sempoyongan, melawan angin malam yang mulai dingin di awal bulan Desember. Mata sang kakak semakin sipit, mungkin menahan kantuk usai belajar mati-matian demi Ujian Akhir. Chanyeol terkekeh, membunyikan jari di depan wajah Baekhyun.
"Chanyeol-ah," suaranya terdengar serak; manik mengerjap lambat. "Kau di sini."
Lelaki itu tidak menjawab, beralih untuk membawakan ransel Baekhyun yang berat oleh buku-buku. Tindakan sederhana ini tidak luput dari penglihatan sekitar, terutama teman-teman Baekhyun yang langsung memuji mereka. Adik yang patuh dan perhatian, kata setiap orang—tidak mengetahui bahwa ada hubungan terlarang yang tersembunyi dari mereka. Tanggapan Chanyeol selalu sebatas senyum simpul, sudah terbiasa dianggap sebagai "adik" di depan umum.
Kereta bawah tanah datang usai sepuluh menit menunggu. Di tengah kerumunan manusia, Chanyeol mencengkeram lengan Baekhyun, terburu-buru menyuruhnya duduk begitu ada satu kursi kosong. Mereka sama-sama hening; Chanyeol berdiri di depan Baekhyun, mengamati sang kakak yang tampak kesulitan untuk terjaga. Ketika kepala Baekhyun mulai bergerak miring ke tiang pegangan, sebuah tangan tiba-tiba memegang puncak rambutnya, menghalangi benturan kasar yang hampir terjadi. Detik itu juga, sang kakak langsung membuka mata, menengadah untuk mempertemukan hazel identik mereka.
"Kau hampir terbentur," lelaki itu menggerakkan mulut tanpa suara. Baekhyun mengangguk, malah memanfaatkan tangan Chanyeol sebagai bantal—sukses menuai rotasi mata pasrah dari sang adik.
Jalan kaki ke apartemen dilalui dengan Baekhyun yang setengah tertidur, menyandarkan tubuh pada Chanyeol hingga lelaki itu terpaksa menyeretnya. Begitu sampai, kaus kaki dan sepatu terlempar asal di lantai, dan sang adik menghela nafas, membungkuk untuk merapikan mereka ke rak. "Baek," panggilnya lembut, menghampiri sang kakak di sofa untuk memijat lehernya. "Mandi sekarang. Kau sudah seharian di kampus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Someday, Sometime 《ChanBaek》
Hayran Kurgu[Sekuel 𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝒐𝒇 𝒕𝒉𝒆 𝑫𝒂𝒏𝒅𝒆𝒍𝒊𝒐𝒏] Waktu berlalu. Perasaan menjadi rapuh. Janji perlahan pudar dari ingatan. Ketika dunia berbalik untuk memisahkan mereka, hanya ada dua pilihan: menyerah atau bertahan.