12 - Bersua Bendu Berbekal Rindu (1)

104 16 0
                                    

Samira tiba di rumah makan yang dimaksud sebagai tempat reuni itu tepat sesudah azan duhur berkumandang. Untung saja tepat waktu. Samira berangkat sejak pukul tujuh pagi dari rumah kontrakannya bersama suami dan anaknya dengan naik mobil sewaan yang diklaim harga sewanya murah meriah oleh Mas Ganjar. Samira sempat disibukkan dengan urusan memasak sarapan dan mengurus Zahira terlebih dulu sehingga selama di perjalanan Samira terus mengoceh karena khawatir mereka akan ketinggalan acara. Untung saja Zahira tidak rewel selama di jalan— dia justru asyik menunjuk-nunjuk pemandangan hutan jati yang dilewatinya sepanjang jalan kemudian berteriak "daun" dan "pohon pisang"— sehingga Samira merasa terhibur dan melupakan sedikit kekhawatirannya.

"Mmm, Mbak, mau tanya dong. Tempat yang sudah dipesan atas nama Faradiba ..."

"Oh, mari silakan masuk, Bu," potong si gadis resepsionis sebelum Samira selesai mengucapkan pertanyaannya. Samira tersenyum kecut mendengar panggilan yang disematkan padanya.

"Kenapa?" tanya Mas Ganjar— yang menggendong Zahira yang sudah tertidur— keheranan melihat wajah Samira mendadak masam.

"Masa si mbak manggil Ibu "ibu" sih, Yah?" protes Samira.

"Lah, terus?" Mas Ganjar cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya yang kadang aneh. Samira memang selalu mengeluh padanya bahwa dia belum tua sehingga dia benci dipanggil "ibu" selain oleh Zahira. Dia pun menjajari langkah Samira yang mengikuti langkah si mbak resepsionis menuju ke sebuah ruangan.

"Silakan masuk, Bu." Si mbak resepsionis mempersilakan Samira masuk ke ruangan itu.

"Terima kasih," balas Samira seraya tersenyum. "Oh, satu lagi, Mbak. Jangan panggil saya "ibu"!" kecam Samira yang membuat si mbak resepsionis menatapnya bingung. Kemudian si mbak resepsionis itu pun memilih pergi daripada menghadapi seorang ibu yang tidak mau dipanggil ibu seperti tamu di hadapannya itu.

Sebuah sudut di rumah makan keluarga itu sudah disulap menjadi sebuah arena pertemuan. Ada sebuah MMT besar bertuliskan "Reuni Mantan Mahasiwa Sasing 2006 Kelas C Yang Beranjak Tua Dalam Rangka Mengingat (Dosa) Masa Muda" yang digantung di bagian depan ruangan. Entah siapa yang kepikiran punya ide membuat spanduk dengan tulisan nyeleneh begitu— kemungkinan besar itu ide Abe— tapi tulisan di spanduk itu membuat Samira membayangkan apa yang ada di benak pegawai rumah makan ini ketika memasang spanduknya. Namun, beberapa anggota Rebellion yang ternyata sudah datang lebih dulu justru asyik berfoto dengan latar belakang spanduk itu.

"Di-posting ya!" kata Andri dengan semangat pada kedua rekannya, Hamid dan Eka, yang kegirangan dengan pose mereka.

"Nang Facebook baen ya. Nyong ra duwe Instagram," sahut Hamid. "Aja klalen nyong di-tag!" tambah Hamid. Andri mengangguk saja dengan permintaan Hamid itu.

"Kuwe mesti tulisan nang spanduke dadi bahan omongan nek ngasi di-posting," ucap Eka sambil terkekeh geli.

"Rapapa. Ben viral. Mlebu 1cak apa On The Spot sisan!" ucap Hamid menggebu. Sepertinya dia kebelet terkenal jalur instan.

"Eh, Mir. Udah dateng?" sapa Eka ketika melihat Samira mendekat.

"Iya, Ka," jawab Samira sambil tersenyum. "Masih segini ya yang dateng?" tanyanya kemudian. "Padahal aku pikir tadi aku dateng paling belakang."

Eka mengangguk. "Iya, Mir. Biasalah pada telat."

"Ternyata ada yang masih belum berubah ya setelah sekian tahun berlalu ..."

"NGARET!" Hamid, Eka, dan Andri berkata bersamaan kemudian tawa mereka berderai. Mereka masih kompak saja meski sudah bertambah tua.

Setelah puas berfoto, mereka bertiga akhirnya menempati kursi dimana keluarga mereka sudah duduk lebih dulu. Hamid dan Eka membawa istri dan anak masing-masing sedangkan Andri hanya mengajak serta istrinya karena mereka belum dikaruniai anak meski sudah lima tahun menikah. Samira dan Mas Ganjar menempati kursi yang tak jauh dari posisi mereka duduk kemudian berkenalan satu sama lain dengan anggota keluarga teman-teman Samira. Sementara Zahira yang sudah terbangun dari tidurnya memaksa turun dari gendongan ayahnya dan langsung memutari ruangan dengan girang. Jejak Zahira kemudian diikuti oleh dua jagoan kecil Hamid dan Eka. Mereka pun berakhir dengan berlarian bersama. Zahira memang tipe anak yang mudah akrab dengan siapa saja, tidak pandang lelaki atau perempuan. Dan Samira mensyukuri hal itu. Terutama Mas Ganjar karena suaminya itu memang cenderung pendiam dibanding dirinya yang cerewet.

REUNI (The Story After Balada Mahasiswa: FRNDS) | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang