22: It's already the way

202 38 2
                                    






***

Abi

Pagi tadi sebelum gue berangkat ke kantor Abil menelpon gue. Dia bilang Tante Sarah udah tutup usia. Gue gak mendengar suara nya bergetar sedikit pun, lebih terkesan biasa aja dan karena itu gue lebih khawatir. Dia bilang jenazah nya akan di bawa pulang jam sepuluh tadi dan sekarang udah jam sebelas siang. Sementara gue masih di kantor karena ada meeting.

"Gue udah boleh pulang kan?" Bisik gue, pada sekretasi Bang Niel.

"Udah kok, udah gak ada jadwal meeting lagi."

"Oke, gue pergi ya," Pamit gue.

Dengan segera gue pergi menuju rumah Abil. Mungkin sekitar lima belas menit di perjalanan untuk sampai ke rumah Abil. Udah banyak keluarga besar Tante Sarah yang berdatangan, ada Deas, Dewo, Ail, dan istri mereka juga.

"Abil, dimana?" Tanya gue, sambil bersalaman dengan anak-anak.

"Di dalem. Mending lo ajak dia ke kamar nya dulu." Ucap Ail.

"Iya bener, kayak nya dia belum tidur juga." Tambah Dewo.

Dengan cepat gue ke dalam rumah dan ternyata udah ada Bang Niel dan Papa.  Bisa-bisa nya mereka ke sini duluan dan menyuruh gue ikut rapat di kantor dulu.

"Mama sama Abil ada di kamar atas," bisik Papa.

"Iya. Abi, mau berdoa dulu." Ucap gue.

Sebenarnya pengen tahu keadaan Abil tapi, mengirim doa lebih dulu yang sangat penting.

Gue membaca doa halaman-perhalaman sampai selesai. Gak lama Abil turun dengan Mama yang di samping nya. Gak ada senyum sama sekali saat mata kita bertemu, gak ada mata sembab juga, hanya muka datar yang di tunjukan nya.

"Bil..." Panggil gue pelan.

"Aku gak papa kok," ucap nya.

Dia mendudukkan diri di sebelah gue dengan tatapan yang terus menatap jenazah yang udah tertutup kain. Gak ada ucapan atau pergerakan sama sekali dari Abil.

"Zisan, dimana?" Tanya gue.

"Dia lagi siapin pemakaman nya," Jawab Abil.

Gue gak tahu harus seberapa kagum lagi gue sama perempuan di samping gue ini. Dia berusaha tegar tapi, gue yakin kalau hati nya sedih banget.

"Kita akan bawa jenazah ke pemakaman." Ucap Om Dian, salah satu sodara Tante Sarah.

Semuanya bersiap keluar dan gue membantu mengangkat jenazah menuju ke mobil untuk di bawa ke pemakaman. Tanpa sadar gue nangis saat mengantar nya ke mobil. Mau gimana pun, Tante Sarah udah kayak Ibu ke dua bagi gue.

"Bi, kamu sama Abil ya," ucap Papa.

Gue hanya mengangguk dan mengajak Abil untuk naik mobil gue.

Kita sama-sama diam di dalam mobil. Gue menatap nya sesekali dan pandangan nya hanya lurus ke arah depan. Gak ada kata-kaya yang keluar sama sekali dari mulut nya.

Gak lama pun kita sampai di pemakaman umum. Gue menggenggam tangan nya supaya dia merasa sedikit tenang walau saat ini pun, dia terlihat tenang tapi gue yakin di dalam diri nya dia nggak baik-baik aja. Kita menyaksikan gimana tanah merah itu perlahan menutup lubang nya hingga tertutup rapat. Saat bunga-bunga itu di taburkan, gue merasakan genggaman tangan Abil yang semakin erat dan bergetar.

DEMMAND [END]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang