Marah

682 58 0
                                    

Double up nih!
Doain semoga besok bisa selesai cerita ini.
Sebelum kalian baca part ini, cek dulu part sebelumnya. Jangan sampai ada yang terlewat.

     Happy reading ❤️

Ayra menghalangi jalan Bianca. Tadi saat Bagas mengatakan dirinya pms, gadis itu sudah panik ingin segera ke toilet. Bianca menatap sinis Ayra, siapa gadis yang berani menghalangi jalannya.

"Minggir."

"Jauhi Levin!"

Ucap mereka bersamaan. Bianca berdecak sebal, bukankah Ayra yang seharusnya menjauh dari Levin?

"Lo siapa nyuruh gue jauhin Levin?"

Tolong bantu Bianca untuk mengingatkan Ayra, mantan tetaplah mantan.

"Gue pacarnya,"

Bianca tertawa keras, membuat Ayra ingin menjambak rambut panjang Bianca.

"Itu ada kaca, sana ngaca dulu."

Tidak ada gunanya merebutkan Levin di sini, Bianca cukup sadar diri untuk menjauhi Levin tanpa di minta. Tapi saat mendengar pengakuan gadis itu mengatakan Levin adalah pacarnya, entahlah ada rasa tidak terima di hatinya.

"Gue sama Levin masih saling cinta, jadi lo harus tau diri biar enggak jadi jadi PHO!"

Ucapan Ayra sukses menghentikan langkah Bianca. Ada sesuatu yang keras menghantam hatinya. Apa benar Levin masih mencintai Ayra?
Melihat Bianca terdiam, Ayra Langsung menghampiri gadis bodoh itu. Mana mungkin Levin akan memilih gadis seperti Bianca yang ceroboh dan centil.

"Satu hal yang harus lo tau. Gue itu cinta pertamanya Levin. Levin itu cinta mati sama gue, enggak akan mudah gantiin posisi gue di hatinya. Kalau selama ini dia cuek sama lo, ya karena dia enggak mau deket deket sama lo. Harusnya lo sadar bukan sabar,"

Benar, apa yang di katakan Ayra adalah fakta yang selama ini  yang selalu ia abaikan. Faktanya Bianca harus sadar bukan sabar.

"Jadi cewek jangan bodoh, apa sih yang harus Levin banggain dari seorang Bianca? cantik enggak, attitude miris. Kalau lo punya etika, pasti lo enggak bakal ngejar Levin." Ayra tersenyum puas, Bianca tidak berkutik sama sekali.

"Cukup."

"Kenapa, lo mau marah?"

Bianca dan Ayra saling memberikan tatapan tajam. Beruntungnya Bianca masih bisa menahan emosinya untuk tidak menghajar Ayra disini.

"Mau adu attitude sama gue?"

Tantang Bianca, ayolah apa saat seseorang memperjuangkan cintanya di sebut tidak memiliki etika?

"Lo berani?"

Bianca mengangguk mantap, memang apa yang harus di takuti dari gadis manja seperti Ayra?

"Ternyata bener ya, goodloking buat attitude lo ketimbun di balik make up tebel lo itu." Bianca terkekeh geli saat baru menyadari jika selama ini Ayra mengunakan make up tebal saat di kampus.

"Sialan lo!"

Bianca memejamkan matanya saat Ayra mengangkat satu tangannya. Bianca sudah siap jika wajah cantiknya harus tertampar oleh tangan kotor Ayra.
Sampai beberapa detik, tangan itu tidak kunjung menamparnya membuat Bianca membuka matanya perlahan.

"Levin."

Dulu nama itu selalu indah saat terucap oleh bibirnya. Tapi saat ini mengapa terasa kaku?

"Jangan jadi gadis bodoh yang berantem cuma gara gara gue. Gue enggak akan ngerasa bangga karena di rebutin sama lo, yang ada gue malu."

Setelah mengatakan itu, Levin menarik tangan Ayra dan meninggalkan Bianca sendirian. Miris, harusnya Levin membela Bianca kan?

"Harusnya lo belain gue Vin, gue yang di hina sama mantan lo. Argh gue benci Levin!"

Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang