12. Bukan Pertama

50 10 0
                                    

"Rumah lo dimana?"

Garza memiringkan kaca spion guna menatap perempuan yang pertama kali ia bonceng di atas motor lakinya. Ia melirik wajah perempuan itu yang menampakkan ketidak sukaan. Jutek dan badass. Dua perpaduan yang sempurna di mata Garza.

"Turunin aja gue di Raflessia Resident." balas Alata, dingin.

"Oke." ujar Garza lugas. Kedua insan itu memiliki satu kesamaan. Sama-sama cuek.

Alata tidak mungkin memberitahu Garza alamat rumahnya semudah itu. Ia sudah bertekad tidak memberi tahu siapapun alamat rumahnya kepada sembarang orang. Terlebih lagi Garza adalah lelaki. Alata mengantisipasi kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Menerornya misal?

Sampai di gerbang perumahan Raflessia Resident, Garza menurunkan Alata tepat di sana. Sepanjang perjalanan yang membosankan tadi, Alata dan Garza larut pada kediamannya sendiri.

"Makasih." ujar Alata mengeratkan pegangan pada tasnya. Garza mengangguk dan langsung memutar balik motornya tanpa kata-kata.

Melangkah menuju komplek perumahannya, Alata malah berpapasan dengan Rey, kakaknya. Rey menghentikan lajunya mengrndarai motor dan menghampiri Alata.

"Dek! Lo jalan kaki?" ujar Rey syok saat Alata berwajah murung dan sebal. Alata tidak menjawab dan melengos begitu saja.

"Dek, jangan marah atuh. Cewek cantik kok marah." ujar Rey mengikuti langkah Alata dengan berada di sampingnya.

"Ayo pulang," ujar Rey mengajak. Langkah Alata terhenti begitu pula laju motor Rey. Alata menarik napasnya.

"Jangan bilang Rev kalo aku pulang," jeda Alata. "Alata tahu dia pasti belum pulang." ujarnya datar. Rey meremang sendiri mendwngar nada menusuk adiknya.

"O-oke," ujar Rey meneguk ludahnya dengan susah payah. "Ayo bonceng Kakak."

Tanpa kata-kata, Alata menaiki jok belakang motornya begitu saja. Orang awam pun tahu, kalau perempuan berambut panjang yang digerai bebas itu tengah merajuk parah.

Allahumma barik lana fima rozaqtan—eh, salah doa.

Niat Rey supaya mengendarai dengan aman dengan berdoa malah gagal karena saking gugupnya, ia malah membaca doa makan.

Ya Allah, jangan kau kirim malaikat Izrail secepat ini, Rey belum kawin sama doi. Doi belum ketemu juga, set dah ngenes juga hidup Rey ini.

Rey hanya bisa meratap dalam batin dan melajukan gas motornya. Sementara Alata terdiam. Biasanya Alata memang pendiam. Namun kali ini, diamnya beda dari biasanya.

Sesampainya di rumah, Alata tetap diam saat melakukan aktivitasnya. Ia menaruh sepatu di rak, dengan terdiam. Ia berjalan menuju lantai atas, dia pun tetap terdiam. Jantung Rey rasanya diobrak-abrik karena kediaman Alata yang tak biasa.

"Waduh, si Rev emang sukanya bikin dino sahur bangkit dari jaman purba."

Bryan yang tengah fokus bermain game, menyahut perkataan nyeleneh Rey dengan bingung. "Sejak kapan Alata berubah jadi dino? Terus apa lo bilang? Dino sahur?"

Rey mengangguk. Mendudukkan dirinya di samping Bryan dan menghela napas. "Menurut lo, Alata marah nggak ya sama Rev?" tanyanya mengabaikan ucapan Bryan barusan.

"Ya kalo marah mah jelas, tapi sekarang Alata bakalan diem deh."

Rey berdecak. Lalu terdengarlah suara bantingan pintu utama. Itu Rev. Adiknya. Ia terlihat babak belur.

"Bagus, pulang bukan ucap salam tapi malah ngajak tawuran." ujar Rey bersedekap. Rev meruncingkan alisnya.

"Apa masalahnya sama Kakak?!"

GARZALATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang