05. With Them

22 5 0
                                    

"Jikyu, kamu sudah didaftarkan untuk sekolah di Jepang."

***

Aku tidak menyangka. Mereka juga bisa bercanda denganku rupanya. Bagaimana bisa aku disekolahkan disana?

Aku akui bahwa aku memang bermimpi untuk sekolah di sana, tetapi aku tidak yakin akan bisa. Sudah jelas sainganku akan mencapai jutaan orang nantinya.

Lagipula, bunda dengan ayah tidak pernah membicarakan masalah aku akan melanjutkan sekolah dimana.

Mereka hanya bilang bahwa aku hanya harus mendapat nilai bagus, sudah itu saja. Nilai diatas rata-rata saja pasti kedua orang tuaku akan bangga, bahkan sangat bangga.

Tetapi aku akan mengakui 1 hal, jika aku sedang tidak mood mengerjakan soal ujian, sudah pasti nilaiku nanti akan buruk. Berbeda jika moodku sedang bagus. Begitu seterusnya. Entah sampai kapan siklusku itu akan berlanjut, tetapi yang jelas, begitulah faktanya.

Awalnya, aku tidak percaya dengan ucapan Kak Jisung yang sekarang sedang menatapku, begitu juga dengan Pak Yesung. Namun, sepertinya mereka tampak serius akan hal ini.

Kalau tidak serius, lalu mengapa mereka terlihat seperti habis membicarakan sesuatu?

"Apa?" Sepertinya aku dilahirkan untuk menjadi bodoh. Nyatanya, aku sudah mengetahui apa yang mereka maksud tetapi aku tetap saja bertanya.

"Kamu akan melanjutkan sekolahmu ke Jepang."

Kak Jisung memutar bola matanya malas dan sedikit menghela nafas, lalu melihat lagi ke arahku. Dia menghampiriku dan memberikan surat resmi, berisi tentang aku yang akan melanjutkan sekolahku ke Jepang, karena pengetahuanku yang luas.

Surat ini bercanda? Sejak kapan pengetahuanku luas? Bukankah aku sering membolos ke kantin dan sangat malas jika disuruh belajar?

Bahkan kalau disuruh memilih antara belajar atau berdebat dengan Doyoung, sudah jelas aku memilih pilihan kedua. Dari pada pusing karena belajar, lebih baik pusing karena memikirkan apa jawaban savage yang akan aku lontarkan pada manusia itu.

"Ini surat resminya, bahkan sudah ada lembaga aslinya di sini. Memang sekolah ini bener-bener sudah menerima kamu sebagai muridnya," Jelasnya setelah dirasa bahwa aku tidak percaya dan menganggap semua ini adalah candaan yang dibuat semata-mata.

"Masih nggak percaya? Saya bisa panggilkan orang tuamu sekarang."

Apa dia bilang? Memanggil orang tuaku? Memanggil? Hahaha. Seperti dia orang penting saja. Siapa dia berani-beraninya memanggil orang tuaku? Kecuali kalau yang memanggil adalah Pak Yesung.

"Kalian deket dari kapan? Kok bapak baru liat, padahal kalian juga belum pernah ketemu?" Pak Yesung menyelip obrolan kami.

"Oh. Itu pak, Kak Jisung nih yang nggak jelas, nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba dia ngechat suruh add back, terus dia ngaku profesor muda profesor muda gitu, ya aku nggak percaya lah pak, terus-"

Aku baru saja ingin menyelesaikan kalimatku tapi terhalang oleh Kak Jisung yang sekarang menatapku dengan aura yang tidak mengenakkan. Seperti hendak membunuhku setelah ini.

"Hehehehe."

"Udah lah. Gak penting juga pak, ngapain ditanyain," Kak Jisung mendengus sebal. Jangan salahkan aku jika kau yang terkena semprot oleh Pak Yesung nantinya.

Sempiternal [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang