Just Sorry and Tengko!

5 4 0
                                    


Di sinilah sekarang kami berada. Iya, kami. Duduk di atas selembar kain yang tidak terlalu tebal untuk menghalau basah dari tanah basah di padang rumput sebab gerimis semalam. Cucianku sudah selesai kujemur sekitar dua jam yang lalu. Melihat panas matahari yang agaknya cukup bersahabat, aku yakin pakaianku akan segera kering. Yah, semoga saja bibi Kim membantuku mengangkat jemuran selagi aku pergi menemani dua keponakannya yang kurang ajar berkeliling desa.

Ingat dua lelaki yang mengintipku pagi tadi? Sekarang aku bersama mereka. Aku tidak pernah tahu kalau ternyata bibi Kim punya keponakan di kota. Kupikir keluarganya hanya ada sang suami yang juga tinggal di desa bersama bibi Kim. Ia punya anak, hanya saja sudah pergi bertemu Tuhan saat masih begitu kecil.

Lagi pula, mengingat sifat bibi Kim yang baik dan ramah, aku sangat tidak percaya lelaki rambut hitam yang dipanggilnya Taehyung itu dan si bahu lebar yang dipanggilnya Seokjin itu adalah keponakan bibi Kim dari adik perempuannya.

Aku bisa menjamin sifat adik bibi Kim juga pasti baik. Lantas, sikap semena-mena dari mana yang kedua pria mesum itu ambil?

TV di kamar kami bermasalah, Bibi. Aku sudah berusaha sabar sampai-sampai rela melewatkan drama favoritku malam ini. Tapi, pagi ini sudah tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkan drama favoritku kehilangan satu penonton setia sepertiku lagi untuk kedua kalinya dalam minggu ini. Aku tidak bisa! Jadi dengan bantuan Hyung, aku mencoba sedikit meluruskan tiang antena yang miring. Kupikir itulah letak masalahnya. Tapi sumpah, mana kutahu kalau bahu lebar Hyung itu tidak sekuat yang kuduga. Bisa-bisanya dia jatuh hanya karena menggendongku sebentar,” jelas Taehyung.

“Sudah kubilang kalau lantainya licin kan? Lagipula kau ini tinggi. Kenapa harus aku menggondongmu sih? Menyesal sekali!”

Taehyung mendelik tajam pada Seokjin seolah tidak terima dengan ucapan Hyung-nya itu. “Aku menyuruhmu untuk mau? Tidak 'kan? Harusnya menolak saja. Kalau tidak kan kita tidak perlu berurusan dengan perempuan sinting macam dia!”

Darahku sedikit mendesir panas begitu mengingat Taehyung sempat mengataiku sebagai perempuan sinting. Dasar lelaki mesum tidak tahu malu! Apapun penjelasannya aku tidak percaya. Mana ada maling yang mengaku? Kalau ada pun pasti itu bukan dua saudara mesum itu.

“Hey, kau! Aku haus, berikan air!”
Enak saja memerintahku. Aku disini hanya untuk menemani mereka piknik. Itupun karena bibi Kim yang minta tolong, dan seingatku bibi Kim tidak pernah menyebutkan hal yang mengatakan bahwa aku harus tunduk pada setiap perintah Seokjin ataupun Taehyung. Bila pun ada, aku takkan pernah melakukannya. Memangnya mereka siapa? Anak presiden?

“Kau gadis sinting yang tuli rupanya,”

Aku tidak peduli. Abaikan saja Shin Ju, abaikan.

“Shin Ju. Itukan namamu?” pertanyaan Taehyung sukses membuatku merespon dirinya dengan menggumam singkat.

“Kubilang aku haus, Shin Ju-ya.” Taehyung, dia kali ini bicara lembut sambil menyebut namaku.

Kurasa aku tergoda untuk meladeninya lagi. Huh, aku lemah kalau dilembutin. Makanya jangan!

“Tanganmu ada dua dan baik-baik saja, dan air mineral yang kau minta letaknya ada di hadapanmu Taehyung. Ambil saja sendiri...”

Taehyung mendengus kemudian mengusap kepalanya dengan ekspresi kesakitan. “Tapi tadi kepalaku sempat terbentur dinding sedikit loh”

“Jadi?”

“Kepalaku sakit sekali.”

“Jadi?”

“Bukakan, dan beri aku minum.”

“Ha?”

“Bukakan air itu, dan beri aku minum, Shin Ju-ya.”

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang