Membujuk Taehyung

0 0 0
                                    

Dapur rumah kami sangat menarik dipandang mata. Suasana layaknya kapal pecah begitu terasa tanpa perlu pengamatan lebih dalam. Nenek saja yang baru masuk sehabis pulang dari ladang kembali memutar langkahnya masuk ke kamar setelah berhasil membawa segelas air.

Yah mau bagaimana lagi, kekacauan ini akan ku bereskan kalau sudah selesai dengan tepung-tepungan, juga gula dan semua saudaranya dunia kue bolu.

“Apa ini sudah benar?” gumamku sebelum memutuskan memasukkan dua sendok ovalet ke dalam mangkuk berisi telur yang sudah ku mixer sebelumnya. Sambil terus mengingat tahapan membuat kue yang sempat ku tonton di YouTube tadi, aku terus menimang-nimang keputusan untuk membujuk Taehyung ini.

Dalam kondisi canggung dengan dunia per-baking-an begini, aku jadi kangen dengan ibuku. Sejak ibuku meninggal dan tinggal bersama nenek, kue bolu yang lembut dan manis sudah begitu jarang mampir ke rongga mulutku. Selain karena harga kue itu cukup mahal juga yah yang seperti sekarang ini. Baik aku dan nenek tidak ada yang punya tangan emas pada masalah oven dan mixer sahabatnya. Aku jadi menyesal juga dulu sering mengabaikan teriakan ibuku kalau kue bolu yang dibuatnya tidak kuhabiskan atau kubuat mainan masak-masakan dengan anak tetangga.

Membuat kue itu sulit, jangan dibuang-buang begitu!”

“Apa susahnya sih? Tinggal mencampur telur, terigu, dan gula saja kan sudah jadi kue bolu yang lezat. Ibu, tidak baik marah-marah untuk hal sepele begitu,”

Aku tersenyum mengingat kata-kata ku dulu. Ternyata apa yang biasa kulihat saat ibu mencampur semua bahannya tidaklah semudah saat memakannya. Yah, semua sudah berlalu. Sekarang ibuku pasti sedang mentertawakan diriku dari surga melihat anak perempuannya kini sedang menjilat ludahnya sendiri. Omma, na jinja mianhe.

Kembali pada perkembangan kue bolu ku, kini sudah masuk oven dan tinggal menunggunya matang. Semoga sesuai harapan.

Tidak, tidak. Aku cukup tahu diri untuk berharap kalau hasil maha karyaku ini akan sempurna seperti yang sering dipajang pada etalase toko kue. Setidaknya aku hanya berharap ini akan mengembang sebagaimana mestinya, tidak gosong dan yang paling penting rasanya supaya tetap layak untuk dimakan.

Aku tidak mau usahaku ini akan berakhir dengan ledekan Taehyung. Walau dia dua hari ini mendiami ku, bukan berarti ia akan menahan lidahnya lebih lama untuk mencaci diriku kalau kue bolu buatanku gagal. Ya Tuhan, aku berharap kerja kerasku akan berbuah cokelat yang manis dan bukannya malah kopi yang pahit.

Tanganku sibuk membereskan kekacauan yang kubuat sembari menunggu suara dentingan dari oven memanggilku.

Jam dinding sudah menunjukkan waktu pukul 4 sore lebih 15 menit 27 detik ketika oven memberi tahuku bahwa kue boluku siap untuk di angkat.

“Ah, ya ampun!” jeritku tertahan begitu melihat bolu yang masih panas terlihat tumbuh besar dengan baik dan tidak gosong. Warnanya masih pink, sedikit lebih gelap pada sisi-sisi tertentu yang kaku garing.

Sepertinya doa ibu dari atas sana tetap membersamaiku saat proses membuat kue bolu ini. Dua dari list keinginanku pada bolu ini sudah tercentang baik. Tinggal satu lagi, tentang rasanya yang hanya bisa diputuskan oleh Taehyung nanti.

Krim merah sudah ku balurkan guna menutupi permukaan bolu dengan rapi. Menambahkan aksen mata juga mulut dengan krim hitam dan kuning. Kalau dilihat-lihat sekilas, dengan bentuk bolu yang memakai cetakan bentuk hati, boluku nampak seperti karakter kartun bernama Tata yang sering muncul di acara televisi pagi. Karakternya digambarkan sebagai alien jahil dan baik hati, sedikit mirip dengan Taehyung.

Baiklah, dari penampakannya saja kue bolu ku sudah berhasil. Mari berharap Taehyung akan menyukainya dan kembali bersikap seperti biasa.

Saat aku menjauhi Taehyung dan Seokjin rasanya tidak ada perasaan yang menganggu seperti tidak nyaman atau merasa bersalah dan semacamnya. Namun kini, saat Taehyung membalasku, mendiami ku selama dua hari saja aku sudah dibuatnya uring-uringan. Entah kenapa aku juga tidak tahu, hanya tidak nyaman saja.

Apa pun itu, semoga saja adegan baik seperti Taehyung yang kembali bersikap menyebalkan  yang berputar di kepalaku benar-benar terealisasi dengan apik.

Sungguh deh, Taehyung yang jahil lebih bagus ketimbang Taehyung yang diam saja. Macam batu hidup, tapi batu, tapi hidup. Ah, menyebalkan pokoknya.

———

“Tidak, aku tidak suka makanan manis!”

Taehyung sialan! Dia berani menolak apa yang sudah kubuat dengan susah payah. Tahu begini sejak awal ku lemparkan saja ke mukanya biar mampus!

Oke, Shin Ju bersabarlah. Alien di hadapanmu ini sekarang cuma sedang mengujimu. Ingat dalam kepalamu bahwa kau pernah melihatnya menelan es krim vanilla semangkuk besar. Ia menghabiskannya sendiri. Jadi ayo bersabar sedikit lagi, kalau masih menolak juga jalankan saja rencana B.

Rencana B? Membunuh alien tidak tahu diri maksudnya.

Ku pasang wajah semanis mungkin di hadapannya, membulatkan mataku yang sebenarnya sudah bulat. Sedikit berekspresi sedih sebab ditolak, ku bujuk Taehyung dengan mengatakan betapa perjuangan untuk membuat sebuah bolu alien mirip dirinya.

Sumpah ya, kalau saja ada kekuatan bisa mengendalikan ingatan orang lain, aku akan mengendalikan ingatan Taehyung tentang hari ini. Tentang aku yang meminta maaf padanya, membujuknya dengan sebuah bolu berkrim merah berbentuk hati hasil tanganku sendiri. Wah, sekali! Entah apa yang ia tengah pikirkan tentangku, yang jelas aku malu ya Tuhan!

“Akan ku terima kalau enak!” seru Taehyung setelah pembujukan yang melelahkan.

“Makanya cobain dulu,”

“Suapin!”

Taehyung, mulai kurang ajar ya!

“Apa?”

“Suapin aku, Shin Ju-ya,”

Ayo mengalah sekali lagi. Setelah itu kau bisa segera menghabisinya, Shin Ju.

Aku mencuil sedikit kue bolu yang di piring dengan garpu lantas mengarahkannya pada mulut Taehyung yang mulai mengaga lebar. Ia mengunyahnya pelan, ekspresinya tidak bisa dibaca. Ia hanya diam saja membuatku penasaran. Bagaimanakah rasanya? Apa enak? Apa ia suka? Atau tidak suka?

“Jadi, bagaimana?” tanyaku hati-hati mempersiapkan diri dengan jawaban sialan Taehyung.

“Kau yakin ini betulan bikin sendiri?”

Alisnya Taehyung menukik sebelah dan matanya menatapku dengan tidak yakin, seolah-olah ia sedang menyelidiki seorang penipu.

Taehyung brengsek! Bisa-bisanya ia tidak percaya padaku.

“Aku yang membuatnya. Kalau tidak percaya bisa kau tanyakan pada nenekku nanti,”

“Kalau begitu tidak enak!” jelas Taehyung, tapi tangannya mengambil secomot lagi bolu di atas piring lalu bergumam, “Kalau bukan dirimu yang membuatnya pasti lebih enak lagi,”

Seperti yang sudah kubilang Taehyung itu menyebalkan. Yah, setidaknya mengingat sifat aliennya sudah kembali, berarti kami sudah baikan.

Tidak perlu ada kalimat, “aku memaafkanmu,” karena seharusnya kalau memang teman baik tidak perlu ada maaf kan? Hanya perlu perubahan sikap saja untuk menunjukkan sebuah penyesalan atau bila sudah berbaikan.

Ketimbang mengucapkan maaf hanya untuk tanda sebuah pengulangan hal yang sama. Itu namanya omong kosong. Kata maaf terlalu sakral untuk dipermainkan semudah itu.

Benar kan?
 

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang