Lari Pagi

0 0 0
                                    

Napasku terengah-engah sehabis lari memutari lapangan bola sebanyak lima kali tanpa henti.

Keringatku terasa mengucur dengan deras lewat tiap pori-pori yang ada pada kulitku yang mulai membasah, menimbulkan bercak-bercak dengan pola acak di kaus bewarna ungu yang ku kenakan saat ini.

Kedua tanganku terpacak rapih di pinggangku menahan bobot badan juga tulang yang serasa mau runtuh dari tubuhku ini.

Aduhai, capek sekali olahraga begini. Bagaimana mau singset?

Aku malu sendiri melihat luas lapangan bola yang tidak seberapa ini.

Lapangan bola yang berada tepat di samping belakang rumahku ini tidak seluas lapangan bola yang ada di stadion olahraga, hanya seperempatnya saja palingan. Walau begitu untuk orang-orang yang jarang mengolah tubuh ini sudahlah sangat membuatku lelah. Aku malah merasa sudah terlalu memaksakan diri untuk ini.

Melirik ke arah yang lain mataku menyipit guna menghalau sinar matahari pagi yang menusuk mata. Tepat di depanku, ada dua orang lelaki bersaudara yang kondisinya tidak jauh berbeda denganku. Mungkin lebih kacau.

“Dasar lemah!” gumamku laku terkekeh sendiri sebab melihat loyonya dua laki-laki yang kini sedang berjalan terseok-seok sambil menarik napas tidak teratur.

“Ah, tolong aku! Aku hampir mati!” teriak Taehyung begitu sampai tepat di depanku dan langsung menjatuhkan diri ke tanah yang sedikit dingin karena hawa embun.

Ia tergeletak dengan tangannya yang terlentang lebar. Dadanya naik turun dengan cepat dan mulutnya terbuka meraup serta membuang napas sebanyak yang ia bisa. Terlihat berlebihan sekali, tapi berhubung aku juga merasakan apa yang Taehyung alami sekarang, maka aku bisa mentolerir tingkahnya yang satu ini.

Aku duduk di samping kanan Taehyung yang masih berbaring kemudian disusul oleh kakaknya–Seokjin yang ikut duduk di sebelah kananku juga. Ya, posisinya aku diapit oleh dua manusia yang kelelahan dengan bau keringat yang mantab. Sebenarnya gak bau sih. Taehyung dan Seokjin sepertinya dua lelaki pertama yang aku temui kondisinya setelah olahraga dan masih wangi serta kece badai.

Benar! Aku tidak bohong!

Begini biar ku jelaskan bagaimana keadaan mereka selain sisi kelelahan yang terlihat.

Keringat keduanya sama-sama membasahi badannya hingga bajunya juga bernasib sama. Seolah mereka berdua tengah memakai baju yang basah secara sengaja.

Dari baju yang basah, selanjutnya pemandangan bagus yang kalau perempuan gila roti sobek pasti akan menjerit histeris lalu pingsan setelahnya mereka melihat apa yang tercetak jelas di balik pakaian Seokjin ataupun Taehyung.

Aku tidak munafik. Aku juga pecinta hal-hal seksi seperti itu, hanya saja karena apa yang tengah ku saksikan ini adalah kepunyaan dari dua bersaudara yang menyebalkan. Sungguh membuatku tidak mau berhisteria seperti melihat kepunyaan para idol terkenal.

“Badanku memang bagus dan akan semakin bagus setelah ini, jadi karena itu kau–Shin Ju, kau boleh melihatnya sampai matamu lepas,”

Ucapan Taehyung barusan terdengar menyindir penuh kepuasan membuatku segera sadar dan menyesal karena sudah menjatuhkan arah pandanganku ini ke perut miliknya yang sebenarnya tidak bagus-bagus amat.

“Shin Ju, mau minum?”

Aku menoleh ke arah Seokjin yang bertanya, kemudian segera mengiyakan tawarannya membiarkan Taehyung yang terkapar.

Sedikit berat hati aku terpaksa mengangkat bantalan dudukku lalu ikut melangkah ke arah gawang, tempat di mana kami meletakkan barang-barang. Situasi di lapangan ini memang selalu sepi membuat kami juga tidak merasa was-was dengan barang yang ditinggalkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang