Are You Staring At Me?!

17 5 11
                                    


Pagi-pagi sekali kakiku ini sudah berlari keluar rumah menuju halaman samping tempat  biasa kami menjemur pakaian yang telah dicuci.

Ya, tentunya aku sekarang sedang menjemur kain.

Satu demi satu pakaian mulai dari baju hingga sempak pun sudah kujemur dengan apik. Tertata rapi menyelaraskan susunannya dengan arah cahaya matahari. Berhubung baju kaus hitam kesayanganku sedang dijemur juga, maka itu harus cepat kering supaya besok bisa dipakai.

Cuci-kering-pakai adalah jalan ninjaku.
Selagi sibuk menjemur kain, rasa tidak nyaman mendadak menggelayuti diriku. Rasanya seperti ada yang memerhatikan apa yang sedang aku lakukan. Setiap kali mataku melirik kanan juga kiri, semua nampak aman saja selayaknya pagi yang sepi seperti hari-hari biasanya.

Kutarik napas panjang kemudian menghelanya dengan suara cukup keras, “Semoga mata yang ngintipin aku pagi ini langsung kena karma. Bintilan segede melon kalau bisa biar langsung ketahuan!”
Belum gigi ini kering selepas bicara tadi, tiba-tiba saja ada suara benda jatuh yang diiringi suara orang yang mengaduh kesakitan. Saat kulihat-lihat ternyata asal suara tersebut dari seberang rumahku. Tepatnya lantai atas tetangga yang ada di depan rumahku.

Bisa kulihat ada dua orang laki-laki dengan rambut hitam yang mengkilat dan satunya lagi dengan rambut coklat juga bahu yang terlihat begitu nyaman untuk kujadikan tempat bersandar. Ah, apasih!
Kembali fokus. Kedua laki-laki yang belum pernah kulihat sebelumnya di daerah sini. Siapa mereka? Orang barukah? Ah tapi yang jelas apa yang mereka lakukan sampai bisa jatuh begitu? Terlihat keduanya saling menggosok tempat yang sakit di bagian tubuhnya.

Apa mereka yang sedari tadi mengawasiku?
Dasar para pria bajingan! Berani sekali mengintip gadis polos sepertiku. Bahkan jika mereka benar-benar sudah gila, setidaknya jangan terang-terangan mengintip begitu dong. Bisa-bisanya ketahuan olehku.
Emosi sekali rasanya.

Yak! Kalian berdua, turun! Turun dasar para pria mesum!” teriakku emosi.

Salah satu dari mereka yang punya bahu lebar itu menjawabku sambil terus menggosok pucuk kepalanya yang mungkin masih terasa sakit sebab jatuh tadi. “Maaf, tapi sepertinya kau salah paham pada kami berdua.”

Suara yang keluar dari bibir plum-nya yang merah muda itu terdengar lembut dan masih sopan. Tapi tetap saja, sekalipun dia bersikap cukup baik padaku, marahku bukan berarti langsung menguap begitu saja. Bagaimana mungkin aku masih diduga salah paham sementara jelas-jelas mereka berdua sudah tertangkap basah?

Yak! Aku tidak peduli! Turun sebelum aku meneriaki kalian berdua sebagai pria yang tidak tahu malu punya nafsu yang liar! Pagi-pagi begini sudah berani mengintipku?! Turun kalian atau kulaporkan pada polisi!”

Yak! Hyung ku sudah bilang kau itu salah paham. Kami tidak mengintipmu. Jadi berhentilah membuat keributan yang tidak penting pagi-pagi begini!”

Nah, itu tadi si lelaki yang berambut hitam. Setelah kuperhatikan, ia ternyata begitu tampan. Sayang sekali mesum. Persis dengan si bahu lebar.

“Aku tidak mau tahu! Turun sekarang, biar aku bisa memberi kalian pelajaran yang berharga tentang sikap hormat pada seorang wanita! Turun!”

Sialannya, suaraku sudah mulai habis sebab teriak-teriakan tadi. Haus juga. Tapi gengsi dalam jiwaku terlalu besar jika harus masuk untuk minum lalu keluar lagi untuk memaki. Sungguh tidak aesthaetic! Sementara si pria mesum dengan bahu lebar tadi hanya memerhatikanku sambil bilang kalau mereka tidak salah dan terus meminta maaf. Sedangkan yang satunya melihatku seolah diriku lah yang patutnya disalahkan dan harusnya akulah yang minta maaf. Sungguh, bisa kuterka dari cara pandangnya padaku pasti ia berpikir aku gila. Padahal sesungguhnya ia lah yang gila.

“Shin Ju, kenapa berteriak pagi-pagi begini?” tanya nenekku yang perlahan keluar dari rumah dengan jalan yang tergopoh-gopoh. Segera kuhampiri beliau untuk memapahnya berjalan perlahan.

Kemudian seorang wanita berumur 40-an yang biasanya sudah sangat akrab denganku dan juga nenekku pun ikut keluar dari pintu rumah seberang. Di wajahnya tercetak jelas muka baru bangun tidur dengan raut agak kesal.

“Shin Ju, apa salahku padamu hingga pagi-pagi begini kau sudah mengganggu tidurku?” gerutunya dengan kedua tangan yang terpacak rapi di pinggangnya yang berisi.

“Ah, Bibi, maaf aku tidak bermaksud mengganggumu. Hanya saja para cecunguk di atas sana itu yang telah membuatku begitu ribut pagi ini,” jelasku singkat sembari menunjuk ke atas tepat di mana dua pria mesum itu berdiri dengan sikap biasa saja seolah tidak berdosa.

“Seokjin-ah, Taehyung-ah, kenapa kalian mengganggu gadis baik ini?” teriak bibi Kim. Mendengar bibi Kim menyebutkan nama keduanya membuatku berasumsi bahwa ketiganya saling mengenal. Mampus, mereka akan dimarahi lebih banyak kalau begitu!

“Tapi, Bibi, gadis bodoh itu cuma salah paham. Dia mengira kami mengintipnya padahal itu tidak benar. Dia cuma salah paham! Lagi pula siapa juga yang mau mengintip dirinya? Bibi lihat saja, badannya terlalu rata untuk seorang wanita. Bahkan jagung di ladang saja kelihatan lebih berbentuk ketimbang dirinya!”

Yak! Mulutmu!” sahutku tidak terima dengan semua pernyataannya. Bukankah ia baru saja jujur? Katanya tidak mengintip, tapi pria bernama Taehyung itu bisa begitu jelas menggambarkan perawakan diriku yang tidak molek. Bahkan ia sanggup membandingkanku dengan jagung di ladang. How cruel he is? He is the real bastard i have ever know.

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang