Kenapa Baru Sekarang?

0 0 0
                                    

Kalau biasanya berteman itu berguna untuk menambah relasi atau sekedar membuat hati senang, lain halnya jika berteman dengan dua bersaudara Kim seperti yang aku rasakan.

Memang tidak bisa ku pungkiri berteman dengan dua bersaudara Kim sedikit membawa rasa juga warna pada kehidupanku yang hambar juga monokrom.

Namun, di balik itu semua. Sepertinya rasa kesal, kesusahan terlebih penyesalan menyelimuti hati ini hampir separuhnya. Banyak hal yang mendukung semua itu terjadi, salah satunya seperti yang sekarang ini.

Saat Taehyung tiba-tiba datang mengetuk pintu rumahku dengan ekspresinya yang sedih tapi juga marah. Di tangannya ia membawa tempat bolu yang tadi ku bawa sudah terlihat kosong.

Ia merengek memintaku untuk membuatkannya kue bolu lagi. Bukan cuma satu, melainkan tiga sekaligus. Taehyung bilang kalau bibi Kim dan Seokjin yang bertanggung jawab atas bolunya yang habis dalam waktu singkat. Ia merasa menyesal sebab tidak bisa menjaga barang berharga yang aku berikan hanya untuknya. Padahalkan itu bolu. Cuma bolu biasa!

Ya walaupun itu bolu biasa, kalau diingat lagi bagaimana susahnya membuat bolu itu terlihat layak, aku harus menolak permintaan Taehyung.

Lelaki yang kusebut alien itu tentu saja malah makin merengut usai penolakanku. Ia malah menggerutu banyak seperti tentang aku yang terlalu tega kepadanya, dan sampai termasuk mengungkit tentang rasa sakitnya sudah aku tolak dua kali.

Apa-apaan dia itu? Masa menolak untuk membuatkannya bolu lagi dihitung sebuah penolakan.

Pagiku yang damai harus terganggu dengan rengekan Taehyung yang tidak jelas. Aku malah menyesal telah membujuknya dengan cara kemarin. Lihatlah sekarang, kalau mau bolu sebanyak itu kenapa tidak datang saja ke toko kue lalu membeli beberapa dari sekian banyak yang dipajang di etalase toko. Itu akan lebih mudah dan praktis ketimbang harus memintaku untuk membuatkannya lagi yang jelas akan memakan waktu lama dan pasti sia-sia.

Aku tidak mengerti jalan pikirannya, kenapa suka sekali menggangguku dengan hal-hal receh seperti ini. Seharusnya kalau memang mau menggangguku ia bisa mencoba hal yang lebih dahsyat, seperti menyiramku dengan kuah sup basi misalnya. Dengan begitu tenagaku yang terbuang sebab melayaninya pun akan terasa sebanding gitu loh.

“Taehyung, pulanglah. Kau benar-benar membuang tenaga dan waktuku,”

Aku mendorong dada Taehyung ke arah luar pintu supaya ia bergerak mundur lalu pergi setelahnya. Nyatanya karena badanku seperti wortel kecil dibandingkan badan Taehyung yang mirip lobak putih besar, ia cuma berhasil mundur tiga langkah lalu sama sekali bergeming setelahnya.

Di ambilnya tanganku lalu ia pegang erat. Mencondongkan wajahnya lebih dekat denganku lalu berkata, “Buatkan aku bolu lagi,”

Aku menarik napas panjang lalu menghelanya perlahan sebelum ku tatap matanya itu dan memberi Taehyung rasa sakit lagi dengan penolakanku yang kedua atas kasus per-bolu-an ini.

Taehyung lantas memijat pelipisnya yang mungkin mendadak berdenyut sebab pening dengan semua drama pagi ini. Sebenarnya bukan ia saja. Aku juga merasa begitu.

Masih jam delapan pagi saat Taehyung datang membawa rengekan beserta saudara sejenisnya. Ayam saja rasanya baru bangun dan berkokok. Aku juga baru selesai cuci muka malah harus mencuci mata setelah melihat Taehyung begini. Terlebih sekarang perutku malah bernyanyi melantunkan lagu lapar. Lihatkan, terlalu banyak mengurusi Taehyung jadi membuatku lupa mengurus diri sendiri.

“Taehyung, sana pulang. Aku ini lapar mau sarapan dulu. Nanti kalau aku sudah kenyang dan bertenaga, kau bisa kembali kemari untuk mengurasnya lagi,” pintaku dengan lemas. Sudah kubilangkan aku lapar, meladeni Taehyung malah membuatku makin lapar dan naik tingkat bertambah lemas.

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang