Mau Cium Sungguhan?

3 1 0
                                    


Sudah tiga hari semenjak kakiku sakit, semua orang masih memperlakukanku layaknya putri raja. Padahal cuma terkilir sedikit dan sekarang pun sudah mulai membaik. Bahkan aku sudah bisa berjalan walau pelan-pelan.

“Duduk saja, Shin Ju-ya. Kakimu masih sakit. Biarkan cucian itu, nanti akan kujemur.”

Nah 'kan, sudah ku bilang bahwa diriku diperlakukan selayaknya putri raja. Aku dilarang melakukan pekerjaan rumah yang biasa kukerjakan. Bahkan untuk mengurus diriku saja aku dibantu walau tidak meminta. Sudah seperti orang tua yang sakit parah rasanya, padahal nenekku yang jelas sudah senja saja tidak begitu.

Melihat nenek menuju dapur, aku pun kembali berjalan keluar dengan pelan sambil menyeret keranjang yang terisi pakaian basah. Tidak banyak, hanya pakaianku, nenek dan beberapa seprai juga sarung bantal.

Aku berniat menjemur pakaian untuk membantu nenek. Aku merasa tidak enak pada nenek karena duduk saja tanpa membantunya. Padahal aku tahu kalau punggung juga pinggangnya sering merasa sakit sebab terlalu banyak bekerja.

Satu-persatu cucian sudah kuperas lalu jemur dengan baik. Tinggal seprai tebal dan lebar bewarna ungu ini saja.

Aku ingat, ketika beberapa hari lalu tidak sengaja menumpahkan kecap di tempat tidur saat sedang makan. Tanganku yang menyenggolnya. Alhasil bercak hitam dan bau kecap menodai sebagian seprai. Di situ aku merasa menyesal telah menuruti nenek untuk makan di kasur saja. Bukannya memperingan kerja nenek, aku justru menambah bebannya.

Jadi, begitu tadi kulihat nenek mencuci sepraiku, aku pun berinisiatif membantu untuk menjemurnya. Biarlah nanti nenek marah karena aku membandal dengan tetap membantunya. Tapi, aku akan lebih tenang jika tahu nenek tidak begitu banyak bekerja.

Lihat saja, setelah kaki sialan ini benar-benar sembuh, tidak akan kubiarkan nenek menyentuh pekerjaan rumah lagi barang sedikitpun seperti sebelum kakiku sakit.

“Biar kubantu,” ucap Taehyung selagi ikut memegang ujung seprai.

Buru-buru kulepas tangannya dari cucianku. Bukan apa-apa, aku hanya enggan merepotkan orang lagi. Sudah cukup nenek saja yang repot mengurusku, jangan ditambah orang lain lagi. Apalagi ini Taehyung, yang selama hampir seminggu ini aku mengenalnya, ia selalu jahil padaku. Aku kan harus waspada. Bisa jadi, alih-alih membantuku, ia malah mengacaukan kerja keras yang sudah kulakukan dengan susah payah ini.

Menjermur pakaian dengan satu kaki yang terkilir itu bukan hal yang mudah ya!

“Biarkan aku bantu atau diadukan pada nenekmu?”

Oh, lihat anak baru ini. Dia sudah berani mengancamku. “Coba saja!” tantangku berani.

Taehyung tampak terkejut. Mungkin ia mengira kalau aku akan menurut begitu saja dengan ancamannya itu.

Namun, semenit kemudian seringaian kecil muncul di wajahnya. Taehyung maju selangkah lebih dekat padaku, bisa kulihat dengan jelas tatapan mata yang ia miliki sekarang begitu menusuk. Aku merasa terintimidasi dan tertantang secara bersamaan. Sungguh, dadaku yang semula tenang kini berdebar kencang menanti apa yang akan pria di depanku ini lakukan.

“Kau ini mau apa sih?!” Aku mulai panik ketika Taehyung melanjutkan langkahnya kian mendekat padaku. Pelan tapi pasti aku pun berusaha mundur. Berpegangan pada pagar besi yang menaungi tanaman-tanaman kecil milik nenek.

“Taehyung, jangan main-main!” pekikku yang pada akhirnya berhasil membuat ia berhenti.

Namun agaknya aku salah. Karena setelah berhenti tiba-tiba ia memajukan wajahnya hingga menyisakan jarak yang sangat sedikit. Aku bahkan bisa mencium aroma parfum yang ia pakai. Lime dan seperti ada aroma jasmine juga. Seperti dalam hutan pinus yang baru terkena hujan. Aroma dedaunan basah yang misterius. Begitulah aroma Taehyung saat ini. Mungkin kalau aku punya hubungan khusus dengannya, aku akan menelisik aroma ini saat kami berpelukan, bukan saat ia aneh seperti ini.

“Taehyung, minggir atau aku akan teriak!”

Taehyung tersenyum, “Coba saja, dengan begitu nenek akan keluar dan tau kau sedang membandel, lalu nenek akan kecewa dan marah padamu. Mau?”

Aku mengulum bibir menahan diri agar tidak bersuara. Baiklah, aku kalah. Taehyung menang.

“Tutup matamu,” lirih Taehyung begitu pelan. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajahku. Mungkin kalau diukur dengan penggaris, jarak yang membentang kami hanya sekitar sepuluh senti saja.

“Tutup matamu, Shin Ju-ya..”

“Tidak, kau bisa macam-macam nanti padaku!”

Taehyung terkekeh mendengar ucapanku. Mungkin baginya itu lucu, tapi bagiku itu adalah bentuk pertahanan diri. Cukup detak jantungku saja yang menggila tanpa bisa ku tahan, tidak dengan pikiranku. Pikiranku harus tetap waras agar tidak menciumnya duluan.

Oh, ayolah. Siapapun yang melihat kami dalam posisi sekarang ini akan mengira kalau Taehyung akan menciumku.

Oke, Shin Ju, sadarlah!

“Tutup matamu,”

“Tidak!”

“Kalau tidak tutup mata, maka aku tidak bisa melakukannya juga..”

“Apa yang mau kau lakukan? Aku peringatkan jangan coba macam-macam!”

Tangan Taehyung bergerak menyentuh pipiku, kemudian perlahan mengelusnya lembut. Aku terkejut tapi masih menahan diri untuk diam tak bereaksi.

Hingga akhirnya Taehyung kian mengikis jarak kami, membuat kewarasanku menarik diri pergi dari sisi mataku yang harusnya tetap terbuka.

Aku menutup mata.

Jangan tanya! Aku juga tidak mengerti kenapa malah tutup mata. Itu hanya spontanitas saja.

Lama mataku tertutup, tidak sedikit pun aku berani membukanya. Dalam hati mewanti-wanti apa yang tengah Taehyung lakukan. Kenapa tidak juga ada sesuatu yang terjadi.

Suara gemerisik hingga suara kain yang diperas-

KAIN DIPERAS!

Kubuka kedua mataku dengan cepat dan mendapati Taehyung sedang menjemur seprai ungu yang tadi sempat tertunda.
Aku terpelongo macam orang bodoh.

Ditambah lagi saat selesai dengan seprai itu, Taehyung tersenyum lebar hingga semua giginya terlihat dan berkata, “Sudah bangun? Kurasa kau terlalu lama bermimpi tadi.”

Aku merasa kikuk dan malu. Taehyung sialan! Sudah kuduga sejak awal kalau kedatangannya hanya untuk menjahiliku.
Aku sangat kesal sekarang. Entah kesal karena Taehyung yang jahil atau kesal karena Taehyung tidak menciumku. Mana yang lebih dominan dari keduanya aku juga tidak mengerti.

Lagian aku juga bodoh. Belum genap sebulan kami kenal masa iya tiba-tiba Taehyung mau menciumku.

Ya ampun, selama sekolah aku dikenal sebagai murid yang pintar. Tapi berkat bertemu Taehyung aku jadi bodoh begini dalam waktu singkat.

Kakiku melangkah tertatih menuju pintu rumah, berniat untuk melarikan diri dari Taehyung sebelum kebodohanku bertambah parah.

Nyatanya tidak semudah itu. Taehyung langsung menarik tanganku pelan lalu memintaku untuk berhenti.

“Kau marah?” tanyanya polos. Ah, bodoh. Dia bertanya dengan bodoh.

Aku menggeleng, “Tidak, aku justru senang karena kau membantuku. Gomawo!”

Kini gantian Taehyung yang menggeleng. “Kau mau aku melakukannya sungguhan?”

“Maksudmu?”

Taehyung mendekat selangkah. Kemudian menarik napas lalu menjilat bibirnya singkat.

“Kau, mau kucium sungguhan?”

Ah, jantungku baru saja copot.

2 TASTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang