kalau dibilang semakin dekat sih iya, dan kalau dibilang haris makin sering gombal dengan dalih candaan doang itu juga iya. jika sudah begini, aku harus apa?confes duluan? pilihan yang hanya bisa dilakukan ketika nanti memang sudah tidak ada peluang selain itu.
kalau nunggu haris peka, itu termasuk pilihan setengah tepat dan setengah lagi kurang tepat. gimana kalau besok sudah ada kabar bahwa haris resmi melepas status jomblonya bersama raya.
astaga, pikiranku kembali meliar.
ayolah, zoa. kalian baru kenal satu minggu, masa udah naruh hati begitu saja. tidak elite sekali caranya.
tapi— ya gimana tidak menaruh hati coba? haris sendiri hobi ngebaperin. ya tuhan, aku harus bagaimana menghadapi pemuda kalfaharis yang tingkat kepekaannya berada di tingkat terendah— begitulah batinku merutuk.
“ngopi di rintik sendu yuk?”
aku mengangguk pelan. “terserah aja, gue mah ngikut doang.”
haris itu jenis cowok perhatian. kadang juga slengean, tapi yang terpenting dia itu—katanya sih— cowok yang nggak suka pamer kekayaan. ya ... begitulah ucapan haris saat perkenalan awal kami di halte bus seminggu yang lalu.
“ris, pengen nanya nih.”
“gue jawab, tanya apa emang?”
“emmm— tipe cewek lo gimana?” tanyaku sedikit tidak enak.
“yang gimana ya? realistis, fleksibel, nggak neko-neko, nggak matre, utamanya setia.”
aku terdiam sejenak. ucapan haris terputar di telingaku seperti radio rusak. yah— realistis, fleksibel, nggak neko-neko, nggak matre, utamanya setia— jujur, hanya 'nggak matre' yang bisa kukategorikan dalam kepribadianku.
setia? aku tidak yakin dengan hal itu.
sisanya? entahlah, itu menjadi beban pikiranku sekarang.
“kenapa nanya tipe cewek gue? lo mau jadi cewek gue emangnya?”
kalau kujawab iya, apa itu akan merubah status hubungan kami saat ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] hujan malam✔
Fiksi Penggemarseharusnya, malam itu aku tidak pernah pergi hanya untuk menikmati hujan kalau akhirnya aku akan bertemu denganmu. 2020 ; kanvasrasa