chapter 07; membunuh kim doyoung

235 37 27
                                    

happy reading y'all! 💗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

happy reading y'all! 💗













Day 5 — 5 days left.

"Kabar buruk, John!" ujar Renjun dengan cemas sembari masuk ke ruang kerja Johnny bersama dengan Chenle dan Jisung.

"Wow?" Johnny terkekeh. "Seorang Renjun Darby bisa berubah secemas ini."

"Astaga, si kunyuk malah becanda," ujar Chenle dengan wajah seriusnya.

"Hahaha, ada apa?" ujar Johnny beriringan dengan kekehannya. Entah Johnny yang terlalu mudah tertawa, atau mimik wajah Renjun yang terlihat bodoh si pandangan Johnny.

"Dasar bodoh, suasana sedang genting, John!" ujar Renjun sembari memasang ekspresi sinisnya untuk Johnny.

"Iyaaaaa, aku udah berhenti. Lagipula ada apa, Renjun? Kenapa kalian terlihat begitu cemas?" tanya Johnny tidak mengerti.

Jisung menghela napas. "Bagian barat udah menghilang, John, dan hanya menyisakan gereja yang setengah menggelap. Kecepatan kegelapan itu juga meningkat, berubah sekitar lima atau enam menit."

"Dan juga," Chenle menambah. "Desa ini terdiri bagian utara, barat, timur, selatan, dan pusat. Kini utara dan barat sudah menghilang, kita harus segera membawa warga lain untuk mengungsi di hotel kita, John!" ujar Chenle dengan mimik wajah serius.

"Chenle, ini sulit—"

"Kenapa? Apakah kamu mau lihat warga lain mati, John?!" tanya Chenle dengan geram.

"Karena mereka tidak ingin terbangun dari alam mimpi ini," ujar seseorang.

Tiba-tiba, Jaemin membuka pintu ruang kerja Johnny dari luar, lalu dia menghampiri Chenle dengan tatapan khas datarnya.

Tiba-tiba, Jaemin membuka pintu ruang kerja Johnny dari luar, lalu dia menghampiri Chenle dengan tatapan khas datarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seisi ruangan menatap Jaemin, terkecuali dengan Mark, Jeno, dan Haechan yang berada di belakang Jaemin.

"Apa maksudmu?" tanya Chenle.

"Kamu ingin mengetahui alasan mereka?" tanya Jaemin. "Mereka menganggap desa ini baik-baik saja, meskipun kenyataan berkata terbalik, desa ini sedang tidak baik-baik saja. Sampai sini, apakah kamu mengerti, Chenle?"

"Lalu?" kedua netra Chenle berkaca-kaca. "Aku nggak mau ninggalin warga lain, John! Mereka menginginkan kehidupan yang lebih berwarna, bukan dengan terjebak di alam mimpi ini!"

"Dengar, Chenle," Mark menghampiri Chenle lalu menghela napas. "Johnny juga mau menolong warga lain untuk terbangun dari alam mimpi ini, tapi mereka sendiri yang nggak mau."

Johnny menghela napas sembari memijit pelipisnya, "Mark, berkas yang kuminta."

Mark menghampiri meja kerja Johnny, lalu meletakkan berkas di atas meja kerja yang telah diminta oleh sang empu.

"Ini, John," ujar Mark.

Lima menit telah berlalu, tujuk anak laki-laki ini tak kunjung membuka percakapan, mereka hanya terus menunggu apa yang akan dilontarkan oleh Johnny.

Johnny melepaskan kacamata miliknya, "sepertinya kalian masih memiliki kesempatan untuk membujuk warga lain untuk mengungsi."

"Beneran, John?!" tanya Chenle antusias.

"Benar, Chenle," ujar Johnny. "Tapi waktu kalian nggak banyak," lanjut Johnny.

Johnny bangkit dari kursi kerja miliknya, lalu jalan menuju ke kertas peta yang dia pajang di tembok. Johnny mengambil sebuah pena sembari menatap tujuh anak laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya.

"Bagian utara," Johnny menandai tanda silang di kertas peta tersebut. "200 warga telah menghilang."

"Bagian barat," Johnny kembali menandai tanda silang. "Jisung berkata, bagian barat hanya menyisakan gereja yang setengah menggelap. Kalian membutuhkan waktu tiga jam untuk menempuh jalan pulang ke hotel. Jadi bisa dijelaskan, bagian barat sudah benar-benar menghilang, alias 200 warga juga."

"Bagian timur dan selatan," Johnny menjeda sejenak. "Daerah timur terdiri empat bagian. Untuk lebih mudah dijelaskan, sebutkan saja sebagai bagian A, B, C, dan D. Bagian C dan D adalah tugas Renjun, Chenle, dan Jisung. Bagian B adalah adalah tugas Mark, Jeno, dan Haechan. Sedangkan bagian selatan ada tugasku," lanjut Johnny.

"Kalian nggak perlu menuju ke bagian A," Johnny kembali menambah. "Ingat, membujuk sebisa mungkin dan nggak memaksa kehendak mereka. Jikalau mereka tidak ingin, lepaskan!"

"Satu hal yang harus benar-benar kalian ingat adalah, bagian timur akan menghilang dalam waktu sehari."

"Esok hari pukul tiga subuh, kalian udah harus berangkat," Johnny menatap tujuh anak laki-laki ini dengan serius. "Ingat, kalian harus segera kembali ke hotel sebelum pukul lima sore! Karena pukul lima sore kita sudah harus berangkat menuju ke bagian pusat untuk menghancurkan orang kedua milik Kim Doyoung."

"Aku juga ingin membantu, John," ujar Jaemin tiba-tiba.

Meskipun terdengar datar, namun Johnny sangat amat mengetahui Jaemin tengah berteriak histeris karena ingin membantu keluarganya.

"Nggak perlu," ujar Johnny.

"Mengapa?" tanya Jaemin tidak paham.

"Kenapa?" Johnny menatap Jaemin. "Dikarenakan hari ke-sepuluh adalah tugas terakhirmu yang sebenar-benarnya, yaitu—















..... membunuh Kim Doyoung."

to be continued.
















++++ extra part ++++

"MEMBELI MIMPI?!"

Kedua netra Mark memancarkan tatapan terkejut, tatapan tidak percaya, dan tatapan sedih. Benar-benar campur aduk.

"Kenapa Jaemin seperti... itu?"

"Kenapa? Nggak ada apa-apa juga, Mark. Alam mimpi ini adalah alam mimpi yang penuh dengan rasa kebencian dan kesedihan. Namun selain itu, alam mimpi ini adalah salah satu cara pelarian bagi kalian juga," ujar Johnny.

"Kalian? Maksudmu.... aku, John?" tanya Mark sembari mengerutkan dahinya.

"Benar," Johnny menatap Mark. "Nggak hanya Jaemin, namun kalian juga membeli mimpi."

"Bukan-bukan," Johnny menjeda sejenak untuk mengoreksi. "Nggak hanya kalian, namun semua warga di desa ini."

7 New Heroes & JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang