Ukiran Empat

127 27 8
                                    

Ukiran Empat:C

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ukiran Empat:
C

erita Lama Milik si Sulung


Malam yang selalu sunyi. Membuat desas desus masa lalu mengalun tanpa permisi. Memainkan reka adegan masa lampau, tidak tahu apa kah itu sebuah potret kebagiaan ataupun sesuatu yang sudah terasa mati. Sayang, gemuruh yang memekik dari luar lantas membangunkan sebuah peristiwa yang mati. Sesungguhnya tak benar-benar mati, hanya diri saja yang meyakini.

Yang mana cerita terbit saat aku berusia tujuh tahun. Tidak terasa kini ia sudah memasuki usianya yang kesepuluh tahun. Ia tumbuh bersamaku dan menjadi seorang adik yang mengiringi cerita-cerita harianku.

Lagi-lagi aku mengingat, kejadian itu dimulai saat hari berselimut malam. Kala semua orang sudah beristirahat dan terlelap dalam lantunan bunga tidurnya. Terlintas dalam benakku bila saja aku boleh meminta, aku ingin sekali saat itu aku sedang tertidur nyenyak lalu terbangun dan menyadari bahwa semua yang terjadi pada malam itu hanya salah satu dari kepingan bunga tidurku, tidak apa mimpi tersebut begitu mengerikan yang penting ia hanya sebatas mimpi yang berhias kala malam tiba.

Namun, sayang aku hanya dapat beragan seribu angan. Lalu berangan-angan lagi sekiranya sampai diri malah masuk angin.

Semesta ternyata berkata lain, semuanya terjadi saat semuanya dalam spektrum nyata. Tidak ada satupun reka adegan yang hanya sebuah maya.

Kala itu, aku ingat betul bagaimana mimik tak suka ibu saat menyambut tamu malam itu yang tak pernah diinginkan kehadirannya. Aku menatap dari bilik pintu, menangkap seberapa gelisahnya ibu saat duduk bersama di ruang tengah. Seorang wanita yang datang bersama ayah malam itu terpaut usia yang hampir sama dengan ibu, mungkin hanya lebih muda satu atau tiga tahun. Wanita tersebut tampak begitu menyombongkan perutnya yang saat itu membesar.

Tak lama begitu ayah dan wanita tersebut pergi, lalu ibu dengan tergesa langsung menutup pintu. Setelahnya ibu langsung menyandarkan dirinya pada pintu dengan tubuh yang bergetar hebat. Bulir bening dari matanya turun tak terkira.

Aku yang melihat ibu terisak tanpa suara mencoba memberanikan diri untuk menghampiri ibu. Begitu melihatku ibu mengusap matanya kasar, seakan mencoba menutupi badai yang terjadi malam itu namun, sayang mata sembabnya yang memerah itu tak bisa berbohong.

"Kenapa kakak bagun? Ayo kembali ke kamar," ucap ibu dengan suara paraunya. Dengan pungung yang rapuh itu ibu mencoba berdiri dengan tegap lalu menuntunku menuju kamar dan menyuruhku kembali tidur.

Kala itu aku tidak mengerti banyak hal. Yang aku tahu ayah pergi bersama wanita lain meninggalkan ibu, aku, dan adikku.












Kuingin Sejenak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuingin Sejenak

Sesak ini Tabu

SEJENAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang