Ukiran Tiga:
Kalau Sudah Besar Jangan jadi Sepertiku, ya
[direvisi untuk kesalahan nama tokoh]
"Kalau sudah besar, Tiara mau jadi seperti kakak!" Aku terkejut mendengar teriakan lantang adikku. Kakinya ia hentakkan berirama dengan perasaan suka cita. Wajahnya terlampau lugu, seakan bahananya yang mengalun memaku telingaku tak berarti apa-apa.
"Kenapa?" tanyaku. Kusamakan langkah kakiku dengan miliknya sambil mencoba menyembunyikan luapan gemapku akibat lontarannya.
Ia menghentikan langkah kakinya membuatku mau tak mau mengikutinya. Minuman es yang sedari tadi ia sedot kini sudah turun di depan dadanya. Ain legam kepunyaannya kini menyorotiku dengan tajam diikuti seulas senyum lembut namun terpancar amat cemerlang, bak mentari kala sore di ufuk barat saat ini.
Ia menunjukku menggunakan tangannya yang masih memegang erat plastik es nya, "Karena kakak ini kakaknya Tiara, kakak tahu kan kalau seorang kakak itu panutan bagi adiknya!"
Ucapannya seakan menamparku, menyadarkan diri atas begisnya sebuah realita. Bahkan semesta pun tahu, tidak ada yang bisa dijadikan panutan di dalam diriku ini. Aku ini hanya seorang anak yang kebetulan terlahir lebih dulu sehingga mendapat sandang si sulung. Iya, sekadar itu tidak ada yang lebih.
Kini ia mengadah wajahnya, menatap hamparan langit sambil memejamkan matanya. Membiarkan deru angin menari-nari di atas wajahnya.
"Kakak itu kuat dan berani. Siapa yang tidak bangga memiliki seorang kakak? Aku yakin seluruh adik di dunia ini pun merasa beruntung memiliki seorang kakak." Kini ia membuka matanya lalu menatap dengan sendu hamparan luas bumantara yang semakin menggelap. "Bahkan ayah yang sudah ada di atas sana pasti bangga denganmu kakak." Tanpa tahu ia menceritakan sebuah kebohongan yang kubuat untuknya sambil tersenyum paling tulus. Membuatku merasa seperti manusia paling kotor dan menjijikan.
Perkenalkan inilah aku si sulung yang tak berdaya. Yang menopang patahnya sebuah keluarga. Yang menyimpan sebuah cerita kelam dalam lautan pikiran. Yang hanya bisa menyampaikan beribu-ribu kebohongan hanya untuk menumbuhkan sebuah pohon kehidupan.
Kuingin Sejenak
Sesak ini Tabu