2. •Unexpected•

213 106 302
                                    


Pertemuannya dengan Gabriel tadi membuat Alea benar-benar tidak fokus, sampai beberapa kali Bu Sintya menegurnya karena sepanjang pelajaran ia hanya melamun.

"Lo kenapa sih, Al, dari tadi ngelamun mulu? perasaan tadi lo abis jadian sama si Gabriel," cibir Melany, teman sebangku Alea.

"Lo pikir gue seneng, gitu?" sarkasnya. Melany hanya membalasnya dengan deheman saja kemudian mereka melanjutkan jalannya menuju kantin.

"Lo pesen apa, Al? Biar gue yang pesenin."

"Nasi goreng seafood sama lemon tea aja, deh."

"Oke," jawab Melany sambil mengacungkan kedua jempolnya. Alea hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku temannya itu.

Hanya menunggu sekitar sepuluh menit, Melany sudah kembali dengan membawa nampan berisi pesanan mereka berdua. Segera mereka menyantap makanan masing-masing.

Saat sedang makan, seseorang menepuk pundak Alea dengan keras hingga membuat Alea ingin tersedak. Sedangkan pelakunya hanya mengangkat kedua jarinya membentuk peace.

"Astaga, Kak Cia ngagetin aja. Nanti kalau Lea keselek terus meninggoy gimana? kan nggak lucu," Alea menggerutu kesal.

"Ya maaf, hehe. Oh iya gue gabung sama kalian ya, soalnya kursinya udah penuh semua," ucapnya seraya menarik kursi di samping Alea kemudian duduk dan memakan bakso yang sedari tadi ia bawa.

Sepuluh menit berlalu, acara makan mereka sudah selesai. Alea memperhatikan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul sebelas kurang lima menit. Itu tandanya lima menit lagi jam istirahat sudah habis.

"Bentar lagi bel nih, ke kelas yuk," ajak Melany yang mendapat anggukan dari Alea juga Gracia.

"Eh, Lea. Gue tadi denger katanya si Briel ngajakin lo pulang bareng ya, nanti?" tanya Gracia di tengah-tengah perjalanan mereka menuju ke kelas.

Alea hanya mengangguk, tetapi ia tampak ragu. Pasalnya ia juga tidak mengenal bagaimana Gabriel itu. Tiba-tiba saja laki-laki itu langsung mengungkapkan perasaannya.

"Udah, lo nggak usah takut. Briel baik, kok, gak mungkin dia macem-macem sama lo. Yaudah gue duluan ya, bye Lea, bye Melany," ucapnya seraya pergi dan melambai-lambaikan tangannya yang pasti dibalas oleh Alea dan Melany.

****

"Udah lama ya nungguinnya?" tanya Gabriel yang baru saja sampai di gerbang sekolah.
Alea hanya menggeleng sebagai jawaban. Sebenarnya ia ingin sekali menendang Gabriel, hanya saja ia urungkan, mengingat ia harus merubah sikap bar-barnya.

"Lo nggak bawa helm?" tanya Gabriel lagi. Dan lagi-lagi Alea hanya menjawabnya dengan gelengan.

"Hm, yaudah, gue bawa dua helm kok. Nih pakai," ucapnya seraya menyodorkan helm-nya kepada Alea. Dengan ragu, Alea mengambil helm-nya dan segera memakainya.

"Buruan naik, nanti keburu hujan."

Alea mendongak menatap awan yang mulai menghitam. Segera ia menaiki motor sport Gabriel dan mereka meninggalkan sekolah.

Di perjalanan mereka hanya diam, tidak ada satupun yang membuka obrolan. Suasananya terlihat begitu canggung. Akhirnya, Gabriel membuka suara. "Rumah lo dimana?"

"Perumahan Citra Graha," jawab Alea singkat, dan setelah itu tidak ada lagi yang memulai obrolan sampai Gabriel menghentikan motornya di halaman rumah Alea.

"Orang tua lo kemana? kok kelihatannya sepi banget rumah lo,"

"Kerja," ucap Alea berbohong. "By the way ... thanks," lanjutnya kemudian melepas helm dan mengembalikannya pada Gabriel.

"Yaudah, gue pulang dulu ya. Lo hati-hati di rumah." Setelah mendapat anggukan dari Alea, Gabriel segera meninggalkan halaman rumah Alea.

Kosong. Satu kata yang kini menggambarkan rumah Alea sekarang. Rumah yang dulu dihiasi canda tawa, sekarang hanya ada keheningan. Rumah mewah bagai istana ini hanya Alea yang menempatinya. Orang tuanya sudah berpisah beberapa tahun lalu.

Kini, Alea sudah bersiap untuk pergi ke Kedai Refresho untuk bekerja. Alea memilih untuk kerja part time. Walau bagaimanapun ia sekarang tidak pernah lagi di transfer uang oleh ayah ataupun bundanya, karena ia sadar tidak ada yang peduli dengannya. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari uang sendiri.

"Baru datang kamu Eve?" Mira– pemilik kedai yang sudah Alea anggap sebagai ibu, memang mempunyai panggilan khusus untuknya. Kata Mira, itu panggilan sayang untuk Alea.

"Iya, tante. Tadi pulangnya agak telat," balas Alea dengan senyum manisnya. Mira hanya mengangguk paham, kemudian pamit meninggalkan Alea.

Malam ini kedai begitu ramai. Hal itu membuat Alea pulang larut malam. Selesai ia merapikan kedai dan memastikan tidak ada yang tertinggal, ia segera menguncinya dan mengembalikan kunci ke Mira.

Sebenarnya Mira menawarinya untuk mengantarkan pulang, tetapi Alea menolaknya. Dengan memberanikan diri, ia berjalan menyusuri jalanan yang sudah lumayan sepi. Rumah-rumah di sekitarnya juga sudah gelap, mungkin semua sudah tertidur mengingat jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam.

Alea semakin mempercepat langkahnya saat sebuah mobil menyorot kearahnya. Ia takut kalau saja mobil itu adalah mobil penculik yang akan membawanya.

Jantung Alea semakin berpacu cepat saat mobil itu berhenti tepat di depannya. Ia ingin kabur, tetapi seakan ada sesuatu yang menahannya untuk tetap tinggal. Perlahan, pintu mobil terbuka, seorang laki-laki keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya.


Sebelumnya, aku minta maaf untuk part ini karena part-nya agak pendek.

Menurut kalian gimana part yang ini?

Jangan lupa vote & komentarnya guys✨
See u di part selanjutnya ❤️

THE PERFECT LOVE [On Going]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang