❝Change your thoughts and you change your world.❞
(( Norman Vincent ))
Musim dingin pada hati yang sudah mencair. Bern, Switzerland.
Peluh membanjiri wajah pucatnya, pun ranum sudah bergetar menahan suhu diluar batas. Ingin menggerutu namun ia terlalu mengkhawatirkan gadis yang tengah melatih pasukan bersamanya. Beraktivitas tanpa penghangat tubuh di musim seperti ini sama saja dengan mencari mati, ia tahu itu. Namun rasa kepada gadis itu lebih besar.
Kay menghentikan pergerakannya, ia meminta semua Guardians beristirahat sejenak. Mengedipkan mata dua kali saat pandangan bertumpu pada iris indah, maniknya melebar dan bibirnya menciptakan celah, cukup membuktikan betapa terkejutnya ia saat ini. Tergesa, Kay menghampiri Gama, mengembalikan syal serta trench coat-nya. "Nggak usah," tolak Gama.
"Lo bego, ya?" jawab Kay, cemas.
Gama mengendikkan bahu acuh. "Lebay amat."
Tidak digubris, Kay tetap bersikeras meminta Gama mengambil kembali barangnya, demi menebus rasa bersalah. Pada hitungan ke sepuluh Kay dengan berani tanpa sempat consent lebih dulu merangkul pinggang Gama, membawa ia kembali ke Kerajaan. Rasanya hawa dingin yang menjalar di tubuh Gama kini telah menghilang dengan misterius, ia telah sembuh.
Kalau gini gue rela kedinginan tiap hari.
Belum sempat berbunga lebih lama, hati Gama kini telah patah kembali. Setelah memanggil tabib, Kay memberikan sebuah anestesi dengan menemui Nathan—kekasih Kay—yang menunggunya di taman. Ia butuh distraksi, bahkan langit pun akan menertawakan Gama sekarang.
Mengapa hati ini tak mampu beralih?
Untuk apa mencair, jika akhirnya dipaksa menjadi beku kembali.
Derap langkah kaki terdengar jelas dari koridor samping kamarnya, suara itu semakin menguat hingga terganti oleh suara lain. "GAMA, CEPET SEMBUH!"
Mela berteriak diselangi tergopoh-gopoh membawa nampan berisi makanan dan juga obat, membuyarkan lamunan yang Gama pertahankan sejak tadi. Membuatnya terkekeh sejenak.
Dengan hati-hati menaruh nampan diatas nakas dan mendaratkan bokong dipinggir kasur Gama. Mela memeta setiap sisi lapisan epidermis wajah pria itu secara seksama, memeriksa apakah ketampanannya sudah memudar atau malah sebaliknya. "Masih ganteng," ujarnya sumringah dengan bertepuk tangan.
"Gue cuman demam, bukan babak belur Melatot."
Mela tertawa kecil sedangkan Gama memicingkan mata, memang sudah biasa namun tetap saja merasa aneh.
Dengan telaten Mela membantu Gama memakai sweater rajut serta membalut tubuh memakai selimut hangat. "Makan dulu, ya?" tanya Mela.
Tidak langsung menjawab, Gama masih terpikir akan hal tadi. Alih-alih membutuhkan persetujuan, Mela hanya bersikap formal saja. Dengan cekatan ia mengambil Risotto Saffron sedikit demi sedikit menggunakan sendok, lalu didekatkan pada ranum Gama. Tak ada penolakan, mereka terus bergerak seraya membiarkan hening menyapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEROLD : halfy and reincarnation
FantasyDua karakter yang sangat bertolak belakang antara Filomela, gadis ceria yang hampir tidak bisa menjaga setiap tutur katanya. Dengan Erchen, pemimpin bijaksana namun arogan yang juga dikaruniai paras tampan. Mengikuti takdir, mereka kini terikat untu...