Jongin keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai.
Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh. Lucas berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Jongin masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sepertinya sudah diobati.
"Bagaimana dia?," tanya Jongin dingin.
"Dokter sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan cairan…Anda sendiri Tuan Jongin, Anda tidak apa-apa? Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan perempuan itu. . . ."
Jongin melirik pada Lucas dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah.
"Tadinya aku berniat membunuhnya"
"Kalau begitu kenapa Anda menyelamatkannya?"
Jongin membalikkan tubuhnya dan menatap Lucas dengan mata menyala-nyala. "Karena aku memutuskan, belum saatnya dia mati," mata cokelat Jongin bagaikan berbinar di kegelapan, "Dan kau…. Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?"
Lucas menatap Jongin, tampak ada keterkejutan di matanya meskipun sekejap kemudian dia langsung memasang wajah datar, "Saya tidak sengaja membiarkannya lolos."
"Kau pikir aku bodoh?," suara Jongin menajam, setajam tatapannya, "Kau adalah pengawalku paling berpengalaman, tak mungkin kau bisa diperdaya gadis itu, kecuali kau memang membiarkan dirimu diperdaya"
Lucas menelan ludahnya, "Saya ingin membebaskannya, saya takut dia akan membawa masalah untuk kita." Jongin melempar handuknya dengan marah ke sofa.
"Dalam dua hari ini kau sudah dua kalI mengambil keputusan sendiri dan menentangku. Dengarkan ini baik-baik Lucas." Suara Jongin dalam dan mengancam, "Sekali lagi kau membuat kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu secepat aku bisa."
Suara ancaman itu masih menggema di kegelapan, bagaikan janji Iblis yang memanggil-manggil meminta nyawa.
Ketika Jennie terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya. Dia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
"Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal," Suara Jongin membawa Jennie kembali pada kesadarannya.
Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Jongin sedang duduk di tepi ranjangnya. Jennie beringsut sejauh mungkin dari Jongin dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Jongin.
" Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi?," nada gelipun tersamar dalam suara Jongin.
Kurang ajar, batin Jennie dalam hati. Dia berjuang meregang nyawa, dan lelaki ini malah duduk disini menertawainya.
Tetapi, apakah benar Jongin yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya?. Kenapa? Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Jongin sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki itu berubah pikiran?.
" Ya, aku memang menyelamatkanmu," Jongin bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Jennie, "Tetapi itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku."
Jennie menatap Jongin geram. "Apa maksudmu?"
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Jennie bergidik dan beringsut menjauh.
"Aku tidak suka bercinta dengan mayat,". Senyum di bibir Jongin tampak kejam, "Kau lebih nikmat kalau hidup dan bernafas."
KAMU SEDANG MEMBACA
JenKai {SWTD Adult Series}
RomanceTerlalu sensitif, sayang? Kau membutuhkan pelampiasan dengan segera bukan?," Tangan Jongin bergerak ke pusat gairah Jennie. "Tidak!," Jennie mencoba berteriak dan mencengkeram lengan Jongin, "Jangan! Kau tidak boleh melakukannya!" "Ini satu-satunya...