AADP 17

79 12 4
                                    

"Ehh... Dan. Ngelamun terus kenapa?" Adi menepuk pundak Gibran. Sahabatnya itu asyik ngelamun sehabis solat ashar tadi dan lebih anehnya Zidan malah senyam-senyum sendiri.

Zidan terpelonjat kaget. Memang dasar si Adi,sukanya main kaget-kagetan. Menghadapi Adi harus ekstra sabar dan harus punya hati yang lebar.

"Keturunan hantu lo! Ngagetin mulu tiap hari!" Kesalnya.

"Wih... salah bos. Gue ini keturunan nya Ali Bin Abi Thalib." Guraunya.

" Sana-sana jangan ganggu!" Usir Zidan sambil mengibas-ngibas tangannya.

"Lagian ngelamunin apa sih? Senang banget mukanya! Ceritaiin dong!" Adi memasang wajah memelasnya membuat Zidan bergidik geli.

"Lo kenal gak cewek yang nyapu di depan gerbang kemaren?"

"Yang mana? Banyak banget cewek yang nyapu kemaren!"

"Yang pake kerudung hijau muda"

Adi mencoba untuk mengingat-ingat.

"Oh itu, kalo gak salah namanya Ara salah satu anggota MSP kebersihan!" Jawab Adi berhasil membuat wajah Zidan menjadi semriwing.

"Lo suka ya?" Jail Adi tercengir kuda.

"Kalo hari ini sih belum, mungkin besok!"

"Caelah, udah kek dilan aja lo!"

**********

Tertanda sudah lewat pukul sembilan pagi. Jadwal hari minggu pada jam delapan hingga sore nanti adalah waktu kunjung wali murid. Jadi, bagi murid yang tidak di kunjungi wali maka akan free aktivitas seharian. Inilah hari yang di tunggu-tunggu.

"Buruan Ica!" Seru Yaya pada Ica. Dimana gadis itu tengah membenahi posisi jilbabnya.

"Sabar dong ya! Lagian ini baru jam sembilan, masih banyak waktunya"

"Walaupun begitu. Gak baik buang-buang waktu Ca!"

"Iya-iya. Ayo berangkat" Ica mengenakan sandal bulu miliknya. Setelan hari ini bisa di bilang santai. Ica hanya mengenakan gamis plong berwarna pink dengan bahan katun di sempurnakan dengan hijab segiempat.

"Ca! Jangan lupa pesananku!" Saut Dinda, yang sedang sibuk menjahit bajunya yang sobek.

"Nah iya Ca, pesananku juga! Awas kalo lupa!" Ancam Ara.

"Insyaallah!!" Jawab Ica sekenanya.

Kedua gadis itu berjalan menuju gerbang pesantren yang ternyata letakbya masih cukup jauh dari asrama mereka.

"Ca! Nanti kita beli sterofoam nya lima buah, terus paku tusuknya lima kantong. Uang iuran kita cuma seratus ribu, cukup gak ya?" Sepanjang jalan Yaya sibuk menghitung.

"Ya cukup lah!malah ada lebihnya. Nanti bisa kita beli karton sama spidol!" Jawab Ica.

"Kalo kurang gimana? Aku gak bawa uang lebih ca"

"Tenang aja, gak akan kurang. Percaya deh sama Ica!"

Setibanya di gerbang besar pesantren. Ica langsung menghampiri motor matic berwarna putih yang ia yakini adalah motor kang-kang pesantren. Dari arah pos datang seorang lelaki tinggi dengan sarung biru mendekat ke arah Ica dan yaya.

"Kalian mau pinjam motor?" Tanya orang itu.

"Iya Guz. Emm... kang Samirnya mana ya?" Yaya tersenyum simpul. Dari gayanya Ica menebak, jika Yaya pasti lagi tersipu malu sama Guz Fatih.

"Tadi kang Samir titip kunci motornya sama saya" Guz Fatih memberikan kunci motor itu kepada Ica." Ingat! Bawa motornya pelan saja dan jangan ke jalan raya. Nanti di tilang!" Peringatnya.

Ica mengambil kunci itu." Baik Guz. Kalo gitu kita pamit. Assalamualaikum! "

"Assalamualaikum Guz!" Ucap Yaya.

"Waalaikumsalam"

Guz Fatih tersenyum kecil di tempat. Ia menatap kepergian kedua santri nya. Ralat, lebih tepatnya ia menatap kerudung pink baby milik Ica yang tertiup angin. Percaya atau tidak, Semenjak berjumpa tak sengaja di ruang OTK waktu itu. Guz Fatih sedikit tertarik dengannya. Sesekali ia pernah diam-diam mencuri pandang pada Ica saat tak sengaja melihatnya di sekolah. Dan senyum Guz Fatih kembali mekar ketika sadar jika besok ia sudah di pindah tugaskan guna mengajar mata pelajaran Matematika di gedung sekolah santri putri, tepatnya khusus kelas 12.

**********

"KALAU KALIAN BELUM ADA YANG MAU NGAKU, SAYA LAPOR MASALAH INI SAMA KETUA DEWAN PENGASUH." peringatan itu di utaran oleh Vaiza, selaku ketua MSP putri melalui speker saat setelah selesai berjama'ah Zuhur.

"Buruanlah, kalian ngaku. Mau masalah ini tambah panjang?" Tambah Tuti,selaku MSP ketertiban.

"Huh... lagian siapa sih, kuat amat sampai bisa matahin besi tralis yang kerasnya nauzubilah gitu" kesal Ara.

"Ica aja gak habis fikir. Kan bautnya kuat," timpalnya.

"BAIKLAH. TIDAK ADA YANG MAU MENGAKU. JANGAN SALAH SAYA JIKA BERITA INI SAMPAI DI TELINGA USTADZ SYKURI SAMA USTADZAH QISTI"

**************

Tersisa satu jam menjelang aktivitas belajar kembali di mulai. Ica, gadis itu sibuk memilah-milah lembaran kertas yang berisikan cerpen beserta puisi. Sedangkan Ara dan Dinda, rebahan santai sembari menggosipi beberapa santri putra. Sudah kebiasaan pastinya.

"Kak ica, makasih ya puisiku di pajang di mading kemaren." Ujar Iis. Santri asal jakarta itu melempar senyumannya.

Menoleh sekilas Ica balas tersenyum," Iya Is, lagian puisi kamu bagus. Kalo mau bisa bikin lagi." Tawarnya.

"Boleh kak?"

"Ya boleh lah."

"Kalo gitu kapan-kapan Iis nyumbang lagi deh," cengirnya.

"Ca," panggil Dinda,namun tak di respon karna Ica kembali fokus pada pekerjaannya.

"Menurut kau, siapa ya yang patahin teralis? Geram kali lah aku. Pasti nanti kita kena marah sama Ustadz Syukri." Dinda terus melanjutkan perkataannya meski respon Ica terbilang sedikit.

"Biarin. Lagian kita kan gak salah. Yang matahin aja yang merasa," balas Ica sekenanya.

"Tapi Ca, kita semua kan tau kalo Ustadz Syukri marah. Seantero pesantren bisa hening dalam sekejab. Seram Ca," penjelasan Ara barusan membuat Ica menegakkan kepalanya. Memang sih, ia sempat dengar kalau Ustadz Syukri adalah sosok yang tegas dan berwibawa. Tapi, selama ia tinggal di pesantren belum pernah melihat ataupun mendengar amarahnya Ustadz Syukri.

"Gak apalah, biar yang matahin insaf." Jawabnya enteng.

"Ya kalau di marahin aja memang tak papa Ca, nanti kalau kena rotan macam mana. Mau?" Timpal Dinda. Gadis itu, merubah posisinya menjadi duduk.

"Sekejam itu ya kak?" Iis yang diam menyimak ikut penasaran.

"Ya begitulah. Terakhir kali Ustadz Syukri pakai rotan pas ngehukum santri putra yang berani nyolong uang pengurus." Ujar Ara. Gadis itu berbicara dengan nada yang sengaja ia seram-seramkan.

"Ihh... ngeri aku teh," gidik Iis.

"Kalo kita gak salah buat apa takut. Tenang aja gak akan kena rotan kok." Yakin Ica.

"Siapa bilang, gini ya Ca. Neng Ozi dulu pernah cerita ke aku. Kalau misalnya tak ada yang ngaku nanti, maka hukumannya pun akan di bagi rata. Nanti kau, aku dan yang lain juga kena rotan." Perjelas Dinda.

"Rotan pun rotan lah." Pasrah Ara.













ASSALAMUALAIKUM. HAY-HAY SEMUA, DAH LAMA BANGET YA AADP GAK UPDATE? OH PASTI NYA,HEHEHE.

SEMOGA TETAP SUKA DAN SETIA MENANTI UPDATE YANG TAK MENENTU DARI DAKU INI.

YANG MASIH STAY BACA MAKASIH BANGET YA,

SELAMAT MEMBACA!

ADA APA DENGAN PESANTREN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang