Semalam keempat remaja itu tidur terlebih dahulu di basecamp mengingat waktu yang tidak tepat untuk muncak.
Maka disinilah mereka sekarang, bersama 8 orang tambahan (total mereka ber-12) mereka memilih untuk mengisi perut dahulu sebelum muncak.
Waktu masih pagi, keduabelas orang itu berkumpul di dalam warung dekat basecamp untuk sarapan. Disaat inilah, perkenalan terjadi. Tidak sulit karena yang muncak hari ini hanya dua belas orang saja.
"Haiii! Gue Haris." Cowok bersurai hitam--agak gondrong-- dengan tahi lalat dibawah mata kiri itu tersenyum cerah sambil menjulurkan tangannya didepan Javier. Si beanie putih balas tersenyum, "Aku Javier, salam kenal ya Haris.."
Cowok tinggi itu mengangguk, "Lo asli Jawa ya? Sori gue nggak terbiasa ngomong pake aku-kamu." Cicitnya. Javier terkekeh, "Nggak papa, senyaman kamu aja."
Sementara Javier mulai membuka vlognya lagi (kali ini bersama Haris, kedua cowok itu sudah mulai akrab), Nana hanya diam ditempat sambil menatap sesosok cowok dengan rambut pirang panjang yang sedang mengecek perlengkapannya.
Ia tampak seram.
Tak sengaja gelang milik cowok sangar itu jatuh, menggelinding hingga jatuh didepan kaki Nana yang terbalut sendal gunung. Ia mengambil gelang tersebut, menatap ragu ragu pada sang pemilik.
Akhirnya ia memberanikan diri untuk mendekat.
"S-sori bang, ini gelangnya jatuh." Si cantik berkata pelan, tapi cukup untuk membuat atensi si cowok sangar beralih kepadanya. Yang lebih tinggi menatap Nana tajam, sebelum melirik gelangnya yang digenggam si cewek.
"Gelang saya?"
Nana mengangguk kikuk.
Si cowok sangar mengambil gelangnya dari tangan cewek kaus hitam itu, kemudian tersenyum lebar. Nana tercengang, ternyata senyum si cowok sangar ini terlihat sangat lembut. Istilahnya healing smile.
"Makannya saya cari tadi gak ketemu. Makasih ya..."
"Nana, bang."
"Ah, makasih ya Nana." Ia kembali tersenyum, menjulurkan tangannya. "Btw saya Nakamoto Yuta."
Nana melebarkan matanya, "Orang Jepang bang?" Ia terkejut, Nana kira Yuta orang Surabaya karena logatnya yang begitu kental.
Yuta tertawa, memakai gelangnya. "Blasteran sih, ayah saya Jepang, bunda saya NTT, tapi saya besar di Surabaya." Cowok Jepang itu menepuk pundak Nana. "Jangan takut sama saya, saya gak gigit."
Kemudian keduanya tertawa.
"Oi Yut, liat earphone gue gak?"
Datanglah seorang cowok sangar lagi, tapi kali ini mukanya terlihat lebih soft dari Yuta. Yang dipanggil menoleh, "Di tasku, nanti tak kasih." Kemudian Yuta melirik Nana sekilas. "Nah ini temen saya, namanya Chan."
Si cowok sangar nomor dua tadi giliran menatap Nana, kemudian tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Kristian Chandra, panggil apa aja terserah. Dan kayaknya gue lebih tua dari lo." Chan sedikit terkekeh.
"Aku Nana, bang.." Nana masih bertahan dengan senyum kikuknya. Chan mengangguk, kini matanya berubah menjadi lengkungan sabit karena tersenyum. "Gak usah kaku kaku amat, santai aja."
Setelah sedikit berbincang, Nana pamit kepada keduanya. Ia hendak mencari ketiga temannya yang tidak tampak sedari tadi. Matanya mengedar, dapatkan Javier sedang menunduk menatap kameranya dengan tiga cowok lain mengelilinginya.
"Hoi, Jav!"
Yang dipanggil mendongak, sedikit melambai ketika melihat Nana berjalan mendekat. "Yang lain mana?" si cantik bertanya. Javier mengangkat bahu, "Gak tahu. Dari tadi aku sama mereka bertiga."