15. BIMBANG

40 7 0
                                    

Seminggu berlalu, hubungan keduanya masih tak ada kemajuan. Hira masih mengabaikan setiap pesan yang Malik kirim dan enggan menjawab telepon darinya.

Anaya sudah berusaha membujuk Hira untuk bercerita, tapi Hira selalu mengalihkan topik atau berkata bahwa dia akan segera bercerita.

Itu hanya kalimat yang terucap, hingga sekarang Hira masih bungkam. Lebih sering mengurung diri di kamar, keluar hanya seperlunya saja.

Malik beberapa kali datang ke rumahnya, tapi selalu berakhir sama. Pulang tanpa melihat wajah kekasihnya sedetik pun.

My Hira
Ra, kapan mau dengerin penjelasan aku?
Aku yakin, kamu cuma salah paham

Setelah mengirim pesan itu, Malik menatap layar ponselnya dengan raut gusar. Pesannya sudah dibaca tapi tak kunjung dibalas.

Malik membanting ponselnya di kasur, menghembuskan napas kasar dan mengacak rambutnya sendiri.

Haikal masuk ke dalam kamar Malik, meletakkan segelas kopi di atas meja dan duduk di sofa.

"Kali ini kayaknya bakalan mecahin rekor," ujarnya santai sambil menyeruput kopi hangatnya.

Malik duduk, menatap Haikal tajam. "Maksud, lo?"

"Mungkin kali ini lo bakalan marahan lebih dari seminggu."

Malik membanting tubuhnya ke kasur, kembali mendengus kesal. Dia memejamkan matanya, tapi tak berniat tidur hanya memejamkan mata saja.

"Emang di Bandung lo ngapain sama kak Kina?" Tanya Haikal, kembali menyeruput kopinya. "Ah, privasi jigeum! Sorry!"

"Dia nyamperin gue waktu lo ke toilet. Mungkin Hira dengar sesuatu, tapi dia gak mau cerita sama gue." Malik bercerita dan Haikal mendengarkan hal itu dengan suka rela.

"Tapi gue heran, selama ini hubungan lo sama Hira aman-aman aja. Kenapa sama Kinara langsung bocor kemana-mana?"

"Paparazi sekarang ada dimana-mana, Kal."

"Memang selama ini lo sama Hira kalau keluar sembunyi-sembunyi? Kan, enggak."

Malik bangun dari posisi tidur, menatap Haikal dengan alis terangkat sebelah.

"Lo, gak curiga?"

Keduanya saling bertukar pandang. Mengirim sebuah signal yang mungkin mereka pahami satu sama lain.

Tapi, apa benar yang sedang mereka pikirkan adalah hal yang sama?

🍉🍉🍉

Di rumah Hira, setelah makan malam, gadis itu mengetuk pintu kamar kakaknya yang tertutup rapat. Sempat ragu sejenak, tapi akhirnya dia mengetuk lagi sampai si pemilik kamar membuka pintu.

"Kenapa?" Tanya Anaya, menghalangi pintu masuk.

"Boleh masuk?"

Anaya mempersilahkan adiknya untuk masuk, menutup pintu setelah adiknya benar-benar ada di dalam dan duduk di ujung kasur.

Anaya menarik kursi dan duduk tepat di depan adiknya. Melipat kedua lengannya dan menempatkannya di depan dada, menyandarkan badannya di punggung kursi.

"Setelah seminggu, akhirnya mau cerita?"

Hira menghela napas dan mengangguk setelahnya. Dia menggembungkan pipinya sejenak dan mengempiskannya, dia memainkan pipinya sendiri. Nampak masih bingung akan bercerita atau tidak.

He Is An Idol | Mark Lee ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang