Pukul enam pagi, Hira baru membuka matanya. Meraba-raba meja di sebelah kasurnya dan mengambil ponselnya yang tadi sempat berbunyi.
Dengan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka, gadis itu menatap layar ponselnya. Dia menguap sekali sebelum akhirnya matanya benar-benar terbuka. Duduk di kasur dan menatap layar ponselnya.
Hira mematung setelah melihat sebuah notif di ponselnya. Entah bagaimana notif itu tiba-tiba muncul.
Meski ragu, Hira tetap memaksa untuk membuka notif itu. Setelah beberapa saat, layarnya memperlihatkan sebuah berita dari platform gosip yang cukup diketahui oleh semua orang.
Kembali kepergok berduaan bersama Kinara, hubungan keduanya kembali jadi topik pembicaraan.
Setelah membacanya, rasanya pasokan udara menjadi sangat tipis. Dia menggenggam ponselnya sangat erat dan dibuat menjadi sangat kesal ketika melihat foto yang tertera di sana.
Dia mematikan layar ponselnya, menyembunyikan wajahnya di lipatan lengannya dan menangis di sana. Dia berusaha sekuat mungkin untuk menahan isak tangisnya.
Masih terlalu pagi untuk membuat seisi rumah geger dengan tangisan yang tiba-tiba. Dan masih terlalu pagi untuk mengetahui berita yang membuatnya kembali tak yakin dengan hubungan yang sudah terjalin selama lima tahun.
Entah kenapa, Hira merasa sebuah kepercayaan diantara hubungannya sedang dipermainkan. Hatinya sakit dan pikirannya terus mengatakan bahwa dia harus segera memutuskan hubungannya dengan Malik, tapi hatinya tak berkata demikian.
"Gue harus apa?!!" Gumamnya di tengah isak tangisnya
🍉🍉🍉
Di kampus, Hira tak bersemangat sama sekali. Beberapa orang menyapanya, tapi hanya dibalas dengan senyuman terpaksa yang langsung hilang setelah Hira melalui orang itu.
Mika datang dari arah depannya, berlari dan berteriak heboh di tengah koridor yang sangat ramai. Melihatnya berdiri di depannya, Hira mendengus dan sudah tahu maksud kedatangan Mika dengan kehebohannya.
"Ra!"
Baru saja Mika menyebut namanya, Hira langsung mengangkat tangannya di depan muka Mika. Membuatnya bungkam dan menutup mulutnya yang terbuka dengan perlahan.
Hira memejamkan mata sejenak, lalu menatap Mika. "Gue tahu lo mau ngomong apa dan gak usah dikasih tahu, karena gue udah tahu!"
"Ra, ini udah kedua kali dan kayaknya mereka emang ada apa-apa."
Hira mengacak rambutnya sendiri dan menahan teriakkan yang memaksa keluar dari mulutnya.
"Mika, udah! Gue gak mau bahas Malik lagi!" Ujar Hira dengan nada yang cukup tinggi, amarahnya sudah tak terkontrol sama sekali. Dia berlalu meninggalkan Mika yang masih mematung di tempat, tanpa minta maaf.
Mika menatap punggung Hira yang semakin menjauh. "Gue tahu lo gak maksud bantak gue. Tapi Ra, respon lo kayak lo yang paling tersakiti di sini. Sedalam itu ya cinta lo sama Kak Malik?" Mika menatap lockscreen ponselnya, di sana terpajang wajah Haikal yang tengah tersenyum. Melihatnya membuat Mika ikut tersenyum. "Gue juga secinta itu sama lo, Haikal. Tapi kalau lo suka seseorang, gue bakalan ikut senang. Ya, walaupun gue pasti juga sakit hati tapi gue gak bakalan selebay Hira."
Seharian di kampus, Hira banyak menyendiri dan tak fokus pada mata kuliah. Harinya berlalu dengan hampa dan penuh air mata.
Menginjak pukul empat sore, Hira baru keluar dari kelas terakhir. Dia berjalan sendirian, keluar dari area kampus. Tepat di depan gerbang masuk kampus, ponsel Hira bergetar. Layarnya menampilkan panggilan dari Malik dan dia me-reject panggilan itu dan mematikan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is An Idol | Mark Lee ✔️
Fanfiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Ini sebuah kisah fiksi yang dibuat oleh seorang penggemar yang jatuh cinta kepada idolanya. Mungkin ini juga mewakili perasaan kalian yang telah jatuh cinta kepada idola kalian sebagai seorang lelaki. kisah ini...