"Mama....", Jennie berseru girang memeluk Amy yang sedang menikmati sarapan. Jennie memilih duduk di samping Sandra.
"Kamu bahagia sekali sayang", Amy tersenyum
"Nanti malam Daniel ngajak aku dinner"
"Mama senang akhirnya kamu dan Daniel bisa rukun kembali"
"Sandra dan Alex juga. Ya kan San?" Sandra yang sedang menyendok nasi goreng hanya mengangguk pelan.
"Kenapa ada Sandra? Sandra harusnya kamu bisa ngertiin kakak kamu kalau dia ingin menghabiskan waktu bersama suaminya", pandangan Amy menatap kesal pada Sandra. Jennie menggenggam tangan Sandra.
"Tidak apa-apa ma. Lagian aku juga senang karna Sandra juga disana", sahut Jennie.
"Aku sudah selesai. Aku akan berangkat ke kampus dulu", Sandra meletakan peralatan makan. Ia berdiri mengambil tas dan kunci mobil berlalu meninggalkan rumah.
"Lihat Jennie, sopan adik kamu seperti itu? Kamu jangan terlalu memanjakan dia, takutnya suami kamu ntar diambil sama dia"
"MA SUDAH CUKUP. Dia anak kamu juga", Bryan menatap tajam Amy.
"Sandra cuma anak kamu. Bukan anak aku. Harusnya kamu lebih perhatiin Jennie", balas Amy tak kalah sengit.
"Aku ke kamar dulu", Jennie berjalan cepat meninggalkan orang tuanya yang sedang bertengkar.
Jennie mengambil sebuah foto di dalam laci kamarnya. Tawa dua orang anak kecil jelas terukir di dalam foto itu. Foto yang diambil saat mereka berlibur ke pantai. Walau Sandra adik tirinya, Jennie sangat menyayangi gadis itu seperti adik kandungnya sendiri.
Tok...tok...
Jennie menoleh ke arah pintu. Sandra masuk membawa paper bag. Ia mendekati Jennie yang tampak murung.
"Lo kenapa kak?" Jennie segera menyimpan foto itu dibawah bantal.
"Ah.. enggak. Ada apa San?"
"Gue mau memberikan ini. Tadi asisten bang Daniel kesini katanya ini buat kakak"
"Thanks ya", Jennie membuka paper bag coklat tersebut. Didalamnya terdapat gaun merah maroon yang dihiasi kristal kecil di pinggangnya.
"San lo mau kan pulang ke manshion? Gue kesepian. Daniel jarang pulang, dia lebih mementingkan pekerjaan dari pada gue. Sepertinya gue memang harus terima tawaran dokter Arya untuk kerja dirumah sakitnya"
"Kak lo serius? Gue tau ini cita-cita lo dari kecil ingin menjadi dokter. Tapi.... siapa yang akan ngurus bang Daniel? Lo tau kan dokter itu jadwal nya padat"
"Maka dari itu San, gue gabisa begini terus. Gue gabisa ngelepas impian gue cuma gara-gara pernikahan ini. Gue sayang sama Daniel, tapi disisi lain gue punya impian yang harus tercapai"
"Lo udah bicara sama bang Daniel?"
"Gue akan bicara secepatnya" Sandra menghela napas pelan. Bagaimanapun ia harus mendukung Jennie apapun keputusan yang dirasa baik untuknya.
"San gue ke kamar mama dulu ya" Sandra mengangguk setelah Jennie meninggalkan kamar barulah ia menghubungi Al. Namun lelaki itu tak kunjung mengangkat ponselnya. Sandra mulai panik, ia pasti akan gelagapan apabila Daniel dan Jennie heran melihat Al yang tidak datang. Sandra pasrah. Beberapa kali ia mencoba tapi tetap saja nomor nya tidak dapat dihubungi.
🌸🌸🌸🌸
Sandra tiba dilokasi 5 menit lebih awal dari yang diberitahukan Jennie. Ia mengetuk jari dimeja berharap Al datang. Namun bukanlah pria itu melainkan sepasang suami istri yang mengundangnya. Daniel merengkuh pinggang Jennie dari samping membawanya ke meja mereka. Jennie tampak cantik dengan dress peach serta rambutnya digelung lengkap dengan aksesoris rambut.