Chapter 12

732 157 27
                                    

Vote dulu sebelum lanjut baca yaa, happy reading!

***

Jeno mendelik menatap Heeseung dan Nana, Ketua OSIS dan Wakilnya sekarang sedang menunduk tidak berani menatap dirinya yang sedang melipat kedua tangan di depan dada.

"Jadi maksud kalian acara tahun ini batal? kenapa?" tanya Jeno sambil menekan satu persatu setiap katanya. Menatap tajam dua adik kelasnya dengan sinis.

"Proposal yang kami buat enggak sampe ke kepala sekolah, Kak." jawab Heeseung, meskipun ragu dan sedikit takut cowok itu memberanikan diri menjawab pertanyaan Jeno dengan aura yang sangat mencengkam saat ini.

"Maksud gue, kenapa bisa gak nyampe ke Pak Kadir?" tanya Jeno sekali lagi.

Keduanya terdiam cukup lama tidak ada jawaban yang keluar dari mulut dua orang manusia di hadapannya ini. Jeno memijat kepalanya, pusing dengan keadaan saat ini.

Tadi malam dia mendapat telepon dari Pak Kadir, untuk memberi arahan pada OSIS tahun ini dan tidak boleh membiarkan acara yang setiap tahun sekolah mereka adakan gagal begitu saja karena tidak ada proposal yang sampe ke tangan Pak Kadir.

Jeno menutup matanya sebentar lalu menarik nafas dengan panjang, berusaha untuk menahan amarah yang sudah meluap-luap ketika dirinya bertemu dua adik kelasnya ini di Sekret OSIS.

"Kenapa gak dijawab?"

"... Itu kak, Sekretaris yang biasa buat proposal lagi sakit. Jadi banyak yang salah di dalam proposalnya." Jawab Nana pelan, gadis itu masih menunduk ketika menjawab pertanyaan dari Jeno.

Mendengar itu, Jeno menyeritkan dahinya. "Jadi selama ini kalian cuma ngandelin sekretaris aja untuk buat propsal? apa gunanya ngelantik banyak-banyak anggota kalo gitu?"

Suasanya bertambah mencekam usai Jeno mengucapkan itu, Nana yang mendengarnya hanya menyatukan kedua tangannya, bertambah nervous.

Jeno kembali menghela nafas lalu mendudukan dirinya di atas sofa yang ada di sana.

"Kumpulin anggota-anggota yang lain, kita harus bicarain ini."

"Baik Kak."

Heeseung dan Nana yang mendengar itu beranjak dari tempat mereka berdiri lalu mulai berjalan menuju pintu untuk memanggil yang lain.

Tapi sebelum mereka sampai depan pintu. Pintu sudah terbuka lebar, dibuka dengan cara yang tidak santai membuat Jeno dan yang lain langsung menoleh ke arah cowok dengan kulit sawo matang yang sedang berdiri di depan pintu dengan nafas tidak beraturan.

Setelah selesai mengatur nafas, cowok itu Haechan langsung berjalan dengan tidak santai ke arah Jeno melewati Heeseung dan Nana yang berjalan berlawanan arah dengannya, lalu mengambil tempat di samping Jeno.

"Gawat Jen! Gawat!"

Jeno menyeritkan dahinya, "kenapa?"

"Itu .... Si Nancy-Lia berantem! Di Spilut! " Ujar Haechan, matanya melirik Teh Pucuk di samping Jeno lalu tanpa izin dengan yang punya mengambil dan meneguknya sampai kandas.

"Gue gak peduli." Jawab Jeno malas dia pikir ada suatu hal yang penting sampai-sampai membuat sahabatnya itu datang ke Sekret OSIS padahal dirinya sendiri sudah berjanji tidak akan menginjakkan kakinya di sini lagi.

Tidak mau mengingat masa-masa menjadi babu sekolah, katanya.

Tangan kanan Jeno, mengeluarkan handphone di saku celananya berniat bermain game sebentar sambil menunggu adik-adik kelasnya berkumpul sebentar lagi.

"Mending lo keluar, bentar lagi gue ada rapat."

"Ih anjir dengerin dulu! Berantemnya tuh sama siapa namanya???? ... Aduh 'AA lupa"

Jeno hanya mendengus dan menggeleng maklum dengan kelakuaan mahluk satu di sampingnya sekarang.

"Itu lhoo, yang lo peluk di lapangan itu siapa namanya???"

Tangan Jeno langsung terhenti dari layar handphone beralih menatap Haechan meminta penjelasan dari cowok itu. yang sedang berpikir keras mengingat nama gadis pirang itu, padahal kemaren malam baru mereka bicarakan. Salahkan semua pada otaknya yang tidak mau menampung hal penting banyak-banyak.

"Apa kata lo?"

"Ah ... Gue inget! Si Winter anjir! Winter! Sama temen-temennya juga!"

Jeno yang mendengar itu langsung memasukan kembali handphone-nya ke dalam saku celananya, lalu beranjak berniat menghampiri keributan itu.

Haechan yang melihat itu hanya tertawa, "bilangnya gak peduli giliran denger nama Winter langsung gercep banget ya moms."

Lalu dirinya merebahkan tubuhnya di sofa biru itu, lumayan pikirnya dirinya bisa tiduran sebentar sebelum bell masuk berbunyi.

***

Dari jauh Jeno bisa melihat Nancy dan Lia berhadapan dengan Winter dan teman-temanya. Dua gadis itu jika sedang melabrak orang akan menjadi sangat dekat seperti dua orang yang sudah berteman bertahun-tahun.

Rahang Jeno mengeras ketika melihat Nancy mendorong Winter, membuat gadis itu terdorong sedikit dari tempatnya berdiri. Jeno melirik kedua lututnya yang sudah tidak memakai perban lagi membuat dirinya sedikit bernafas lega.

Tindakan itu membuat teman-teman Winter yang berada di samping gadis itu. Yujin sudah menyumpah serapahkan kakak kelasnya itu.

Tapi sebelum satu kata keluar dari mulutnya, spilut mendadak sepi penonton pada menepi memberi jalan untuk Jeno. Nancy dan Lia yang tadi memasang muka soknya langsung berubah menjadi manis menatap Jeno dengan muka tanpa dosa.

"Ada apa ribut-ribut kaya gini?" tanya Jeno sambil menatap Nancy dan Lia bergantian dengan tajam.

"Kita gak ribut kok Jen" jawab Lia dengan panik.

"Iya betul." Sambung Nancy.

Tapi setelah menanyakan itu, pandangan Jeno malah teralihkan untuk menatap Winter, tidak mendengar sama sekali jawaban yang dilontarkan oleh Nancy dan Lia.

Winter sedang memasang muka dengan cemberut, bibirnya dia majukan sedikit sambil menatap lantai yang tidak ada apa-apa. Jeno menghela nafas lalu berjalan ke arah Winter menarik gadis itu keluar dari kerumunan.

"Eh ... Eh, Kak Jeno???"

***

Happy holiday semuaa!

Maaf ya, agak telat chapter ini karena aku berhari-hari ada aja urusan jadi hari ini baru inget buat lanjutin cerita ini.

Tenang pasti akan aku update sampe ending kok!

Jangan lupa vomentnya yaa~❤

- El.

Butterfly Effect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang