Part 10

271 2 1
                                    

Part 10
Tergoda Janda
( Ch. Maria)

Heru Pov

Acara sudah selesai dan lancar. Aku bersyukur sudah berhasil menikahi Putri. Kedua orang tuaku bangga denganku. Aku sudah memenuhi amanah beliau yang merupakan janji kesepakatan kala muda.
Aku memandang ke halaman rumah istriku yang baru kunikahi beberapa jam yang lalu.
Beberapa panitia sibuk membereskan kursi, bangku, ada yang mulai menyapu halaman. Tiba-tiba kulihat Linda memanggilku dari luar pagar. Aku mendekat, dia menyerahkan flashdisk sambil tersenyum.

"Lihat nih, kado dariku," bisiknya lalu pergi dengan senyum kemenangan.

Aku melotot tak senang. Apa-apaan ini? Kupandangi flashdisk pemberian Linda, lalu kusimpan dalam saku celanaku. Dan bergegas masuk, menuju kamar Putri.

"Dari mana, Mas, kok lama banget,"tanya Putri yang sudah berganti daster sambil sibuk membersihkan mukanya.

"Dari luar, melihat yang beberes halaman depan," jawabku dengan berdebar takut Putri melihat Linda datang.
Kurang ajar perempuan gila itu. Sampai kapan akan terus menggangguku.

"Mas, buruan ganti baju, terus mandi sana, minuman hangat sudah siap, tuh," suara Putri terdengar masih di depan kaca rias, belum beres dengan mukanya.

"Peralatan mandi dan handuknya, nih," kata Putri sambil menyerahkan padaku yang sudah melepaskan jas kemeja dan celana panjang, tinggal menyisakan kaos dalam dan celana pendek.

"Ih, pilih baju ganti sendiri ya, Mas, aku gak tau mau pakai yang mana,"katanya sambil menutup mata melihat aku cuma pakai celana pendek.

"Ah, gaya, pakai ditutup matanya," kucubit pipi Putri yang memerah.

"Sana, mandi dulu,"usirnya sambil malu.
Putri segera keluar kamar dan aku ke kamar mandi. Untung ingat flashdisk Linda, buru-buru aku keluar lagi dan mengambil flashdisk sialan yang entah isinya apa itu untuk kusimpan dalam selipan koper tempat bajuku berada.
Untung selamat, aku kembali masuk ke kamar mandi.

***

Habis mandi terasa segar, aku menuju meja di mana sudah terhidang teh panas dan kue bolu tape.
Putri juga keluar dari kamar dengan segar sehabis mandi dan menggunakan baju kaos longgar serta celana selutut tanpa hijab. Kami minum teh dan kue berdua di ruang tengah.
Ayah dan ibu juga Bulik masih ngobrol menunggu orang-orang bongkar tenda.

"Put, kok sudah buka hijabnya, gimana kalau dilihat orang?" ujar Heru yang bengong melihat rambut sebahu Putri yang tergerai basah habis keramas.

"Enggak papa, Mas, tidak ada orang lain, rambut sedang basah kalau ditutup hijab suka pusing nantinya," Jawab Putri jujur.

"Lah, belum itu-itu kok, sudah keramas, sih," kata Heru sambil senyum.

"Ya, Putri pingin keramas saja, habis rasanya capek, pengin segar, tidur enak," jawab Putri santai.

"Kok tidur, gimana sih, jangan tidur, kita mau malam pertama dulu," ujar Heru lucu.

Tak berapa lama terdengar adzan magrib.
Putri dan Heru segera melaksanakan sholat magrib berdua di kamar.
Inilah pertama kalinya mereka berada dalam satu kamar, walau cuma sholat Putri deg-degan bukan main.
Putri malu dan bingung. Selesai sholat, mencium tangan Heru sebagai suaminya.
Heru segera memeluk Putri lama dan mencium pipinya.

"Selamat datang istriku, kamu akan menemaniku sepanjang hidupku dalam suka dan duka," bisik Heru terharu. Putri cuma menunduk dalam pelukan.
Peralatan sholat sudah di bereskan. Putri membuka mukena mengeringkan rambutnya dengan hair dryer lalu berdandan dengan menggunakan kerudung, karena akan jalan keluar.

"Waduh, sudah segar, pengantin baru,"ujar Bulik adik ibu yang menata meja makan. Putri tersenyum membantu menyiapkan makan malam. Ayah ibu muncul dari mushola keluarga.

"Tadi sholat di kamar?" tanya ayah.

"Iya, maaf, Yah, berdua Mas Heru, nanti sholat berjamaah deh," jawab Putri manja pada Ayahnya.

"Gak papa, nikmati sholat bareng suami, itu harus," jawab Ayah Putri.
Karena selama ini mereka sholat selalu bertiga.

"Ayo, makan sudah siap,"ujar Bulik yang masih ikut membereskan rumah, sementara keluarga yang lain sudah pulang.

Kami kumpul makan bersama. Ikan gurame asam manis, tumis kangkung  masih panas, tempe tepung serta balado teri. Semuanya masakan baru. Sedang sisa hidangan siang tadi sudah dibawa pulang oleh yang beberes rumah dan para tukang bongkar tenda. Rumah sudah kembali rapi.

"Libur berapa lama, Nak Heru," Ayah memulai percakapan.

"Tiga hari ayah, besok saya pengin  mengajak Putri jalan-jalan, mohon ijin," jawabku malu.

"Bulan madu, gitu to Mas Heru," Bulik memperjelas sambil tersenyum bercanda.

"Begitulah Bulik," kembali aku tersenyum menatap Putri yang juga tersenyum.

"Yah, bapak ibu mengijinkan, merestui, hati-hati. Sekarang Putri sudah kuserahkan padamu Heru, dia kini menjadi tanggung jawabmu. Jaga, lindungi dan bahagiakan dia"  Pesan Ayah.

"Baik, ayah, ibu, Heru berangkat besok pagi ke Puncak," jawabnya yang membuat Putri kaget, karena memang belum membicarakan dengan Putri.
Namun Putri diam saja, toh aku suaminya, ia pasti akan ikut keputusanku. Maka aku kembali menikmati makan malam ini.

***

Pukul 21.00 rumah sudah sepi, karena semua capek setelah seharian hajatan.
Putri sudah merebahkan diri di tempat tidur yang sengaja dirias ala kamar pengantin. Aku masih di kamar mandi, dan keluar dengan segar setelah cuci muka dan gosok gigi.
Segera mengikuti Putri merebahkan diri di sampingnya. Terasa kaku dan bingung.

"Put, kok diam saja, marah sama Mas, ya?"tanyaku yang melihat Putri sudah merebahkan diri dengan memunggungi dirinya.

"Mas besok mau ajak Putri ke Puncak, kok gak bilang? Kan Putri kaget, belum beberes lagi,"ujarnya manja.

"Gak usah beberes, mau bawa apa, bawa baju aja buat ganti, sudah itu saja, apa yang susah," jawabku sambil memainkan rambut Putri yang tergerai dipundak.

"Sini sayang, jangan jauh- jauh dong," Aku mencoba mendekati Putri. Kucium wangi rambutnya, wanginya menggoda. Lalu kupeluk tubuh istriku dari belakang, sambil tetap mencium kepala rambut juga telinga Putri yang membuat Putri terusik dan menoleh, cemberut.

"Kenapa, sayang, aku sekarang suamimu, aku berhak menyentuhmu, kamu suka,?" tanyaku sambil mengelus pipi halus yang berada di depanku
Putri cuma diam, malu dan tersenyum.
Aku mengartikan senyum itu, artinya Putri sudah memberi sinyal bahwa dirinya siap dan tidak menolak cumbuanku
Segera kubingkai wajah putih cantik itu dan kucium dengan mesra. Putri awalnya diam tak merespon, namun karena aku kian beraksi, merengkuh tubuh Putri menyibak rambutnya membelai dan memainkan bibir Putri dengan lidahku akhirnya Putri membalas dengan lembut.

Malam merambat sunyi, kamar yang tadi dingin dengan suhu AC yang rendah mendadak terasa gerah oleh gelora asmara pengantin baru.
Putri pasrah memberikan sesuatu yang berharga untuk aku suaminya.

Wajah lelah dan pasrah tergambar di wajah kami namun dipenuhi kebahagiaan dan kepuasan.
Kami tidur sambil berpelukan dalam satu selimut.
Subuh Putri bangun, kemudian ke kamar mandi membersihkan dirinya mandi keramas. Baru setelah selesai, menghampiriku yang masih malas bangun.

"Mas, ayo segera subuh,"Pelan Putri mengajakku bangun.
Mataku terasa berat, masih ingin tiduran.
"Mas, ayo, aku sudah siap, lho," ujar Putri yang akan menggunakan mukena.

"Ah, kenapa sudah mandi? Kenapa gak nunggu mas? kita mandi bareng,"kataku sambil menggodanya.

"Ayo, saya tunggu, Mas, mandi sana dulu,"jawabnya tersenyum sambil menutup mata melihatku  yang menutupi badan yang telanjang dengan selimut lalu masuk ke kamar mandi. Putri malu, teringat kejadian semalam.

Setelah sholat bersama kupeluk Putri.
"Bagaimana, kamu suka yang semalem?" tanyaku padanya yang menggeliat manja dalam dekapanku.

"Mau lagi?"Hem?".

Bersambung.
Bintang dan komen ya.

Tergoda JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang