Part 14

218 3 0
                                    

Heru memacu mobilnya keluar dari kantor dengan kecepatan sedang. Jam di pergelangan tangannya menunjuk angka 8. Setelah melalui perempatan, dia belok ke kiri dan berhenti di tempat jual nasi goreng langganannya. Ya, nasi goreng kambing kesukaannya dan Putri. Walau hanya dijual dalam tenda, namun yang ngantri lumayan banyak. Menunya gak cuma nasi goreng saja, ada sate, tongseng, juga tengkleng. Dan nasi goreng kambing menjadi andalan menu Mbah Wongso ini. 
Saat ini Heru dengan setia menunggu pesanannya, nasi goreng kambing sedang dan pedas. Sudah setengah jam menunggu, namun pesanan tak kunjung jadi. Hingga ponselnya berdering.
"Mas, masih di mana? Kantor?" Tanya Putri yang sudah lama menunggu.
"Nungguin pesenan mu, sayang, sabar ya. Gak tahan dengan nasi gorengnya, apa nunggu apanya? Nunggu mas, ya? Kangen? sudah pengin di apa-apain ya?" Goda Heru dengan tertawa.
Dan Putri yang mendengar suara Heru jantungnya berdegub kencang, tersenyum membayangkan suaminya akan dengan ganas menyerangnya.

"Ih, apaan sih, mas." Jawabnya malu, takut ketahuan mengharap.
"Sabar, tunggu mas di rumah. Mandi yang wangi."
"Siap, bosku sayang."

Sedang asyik bertelepon dengan sang istri, Heru dikejutkan suara gubrak sangat keras.
Heru segera menutup telepon dan reflek berdiri memandang jalanan. Dan tak jauh dari tempatnya berdiri, beberapa orang berlarian, rupanya ada kecelakaan. Seorang perempuan terkapar di pinggir jalan dan segera dipinggirkan oleh beberapa orang yang datang menolong.
"Tolong, yang punya mobil, segera dibawa ke rumah sakit terdekat saja, kasihan darahnya ngocor di kaki dan kepalanya. " Terlihat seorang bapak yang menolong.
Heru segera mendekat dan menawarkan diri.
"Mari pak, bawa ke mobil saya saja." Ujar Heru reflek karena kemanusiaan. Dan seorang perempuan ikut masuk dalam mobil itu.

"Biar motornya diparkir di tempat nasi goreng saja, kan banyak orang." Kata salah seorang yang segera mengambil motor wanita itu.
Heru segera berlalu membawa korban dibantu seorang laki-laki dan perempuan yang memangku korban.
Setelah sampai di rumah sakit, Heru ingin segera pulang, namun laki-laki itu segera mencegah Heru.
"Maaf, pak, bisakah bapak bertanggung jawab menolong membawa si ibu ini ke dalam? Saya tidak punya cukup uang, hanya bisa mengantar saja." katanya.
Heru bingung dan memandang korban yang matanya terpejam dalam rangkulan seorang perempuan muda yang juga terluka pada lututnya. Agak berpikir ketika melihat siapa wanita korban kecelakaan ini.
"Siapa ya, seperti pernah lihat, yah, tidak begitu jelas karena tertutup rambut dan tadi sangat buru-buru" Batin Heru sambil melirik ke belakang jok.

"Kita bawa ke UGD dulu." Jawab Heru.
Dan setelah dibawa masuk ke dalam Heru menunggu di luar, diam mematung. Tak lama perempuan muda itu keluar dengan jalan agak pincang karena lututnya sudah diobati yang terluka lecet terkena aspal. Sedang perempuan satunya yang agak parah masih ada di dalam.
Heru iseng bertanya.
"Mbak kenal si ibu tadi?" Tanyanya pada perempuan yang tadi bersama korban.
"Kenal, saya masih saudara dengan mbak Linda, tepatnya masih tante saya." jawabnya.

"Oh, jadi namanya Linda." Ujar Heru kaget dan bingung. Semoga hanya sama nama saja. Bukan Linda si penggoda iman.
Setelah dua puluh menit menunggu keluarlah suster.

"Keluarga ibu Linda" Suara suster memanggil.

"Saya, sus." Wanita muda itu segera masuk. Dan tampak berdiri di sudut pintu, laki- laki yang tadi membantu menolong, rupanya masih berdiri di dekat pintu ruang tunggu.
"Duduk sini, pak." Ajak Heru.
"Saya Ratno, tukang ojek di pangkalan, tak jauh dari tempat kejadian." Jawabnya setelah duduk di sebelah Heru.

"Bagaimana bisa terjadi kecelakaan itu tadi, Pak?"tanya Heru.

"Rupanya mbaknya berdua naik motor tidak fokus atau bercanda, hingga ketika ada mobil yang dari tikungan perempatan itu belok dengan kecepatan sedang menyerempet motor yang jalannya ke tengah." Cerita pak Ratno.

"Terus mobilnya? Jalan terus?"
"Iya, pak, sepertinya, saya gak mikir mobil itu, yang penting korbannya jatuh saya tolong, semoga teman saya ada yang bisa nangkap atau tau no plat mobilnya," tambahnya.
Tampak Heru marah mendengar penjelasan tukang ojek itu.

Wanita korban kecelakaan itu kini sudah sadar hanya schok saja. Beberapa luka di kepala dan kaki harus dijahit.
Heru masih menunggu wanita itu keluar. Pak Ratno sudah balik ke pangkalan.

"Mas, mbak Linda sudah sadar itu, itu mas kalau mau bertemu. Dan maaf, untuk ke kasir nanti minta pertolongan sama mas, ya?" Katanya menghiba.

Perempuan muda itu melihat sepertinya Heru pegawai kantor dan orang kaya, pasti mau menolongnya.
"Ya, mari, aku ingin melihat saudaramu. Nanti aku yang akan ke kasir. Tapi terus langsung pulang ya? Ini sudah malam." Kata Heru sambil jalan masuk mengikuti perempuan itu.

Tampak senyum dibalik wajah perempuan ponakan Linda itu karena urusan kasir sudah bakal diberesi laki-laki baik yang telah menolong saudaranya.

"Mbak, ini bapak yang menolong kita,"Katanya.
Linda yang masih pusing melirik Heru. Tampak kaget setelah melihat siapa laki-laki yang telah menolongnya mengantar ke rumah sakit. Linda tau itu Heru. Linda tidak sadar ketika jatuh dari motor tadi, jadi tidak menyadari bahwa Heru yang telah menolongnya.
Heru sedikit berdebar melihat wanita yang dipenuhi perban di kaki tangan dan kepala juga pipinya. Agak sedikit ragu. Benarkah ini Linda?
"Ini Linda?" Tanya nya agak kaget.
"Saya Linda, mas Heru. Masak segampang itu lupa."Rajuk nya.

"Maaf, saya hampir pangling karena mukamu ketutup perban. Bagaimana masih sakit?"

"Ya sakit banget,lah Mas." Manja Linda pada Heru.

"Mas nungguin aku ya, sampai boleh pulang, gak nginep kok! Nunggu dua jam setelah dijahit. Kalau mau pulang sudah boleh. Atau nginep, tapi harus cari kamar. Karena ini UGD, jadi kalau setelah tindakan boleh pulang."

Heru menghela napas berat.  "Aduh, bagaimana istrinya menunggu? Nasi goreng belum diambil, ini sudah jam 23.00" batinnya ragu.
"Aku ke depan dulu ya? Ponsel aku di mobil, belum menelpon rumah juga"Jawab Heru bingung untuk mencari alasan.

"Ah, mas Heru, sudah disini saja dulu dari pada bolak-balik. Parkiran kan jauh. Sebentar lagi aku kan sudah boleh pulang" Rajuknya lagi.

Dan sedari Heru datang tangan Linda tak lepas memegang  tangan Heru, seolah takut ditinggal.
" Ternyata, mbak Linda sudah kenal dengan mas ganteng yang baik hati ini ya?" Ujar ponakan Linda yang ternyata bernama Siwi.
" Iya, Wik, ini mantan calon suami dulu, he he" Jawab Linda bangga. Heru kaget mendengarnya.
" Ini teman aku SMA dulu dik. Terus belum lama ini ketemu lagi." Terang Heru tak mau menghubungkan kembali asmara lama, ataupun tindakan asusila Linda sebagai pelakor. Ada rasa takut dan risih mengingat perbuatan kilafnya beberapa waktu yang lalu. Untung Putri tak mengetahui. Ngeri masih membayangi Heru. Namun dirinya seperti terpaku di rumah sakit ini.
" Ayok, aku pulang dulu, ya, sekalian mampir kasir. Mana slip yang harus dibayar?" Pintanya.
" Ini mas," Siwi menyerahkan beberapa lembar kertas.
" Sus, jam berapa boleh pulang? " Tiba- tiba Linda bersuara ketika ada suster yang lewat.
" Oh ya, sebentar, mbak." Jawab suster itu sambil berjalan pergi.
Dan tak lama suster itu datang kembali.
" Mbak, sudah boleh pulang, ini untuk menebus obatnya."
Heru segera menerima resep itu dan langsung pergi ke kasir. Sementara Siwi membereskan tas dan mencoba mendudukkan Linda pada posisi nyender di tempat tidur. Menunggu kedatangan Heru.
Wajah cerah penuh kemenangan tersirat di wajahnya.
" Aku harus bisa menjeratmu, mas." Batin Linda .

Bersambung

Tergoda JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang