Part 7

276 3 0
                                    

Part 7
Tergoda Janda

Pov Putri.

Puas aku bercerita pada Rina tentang masalahku dengan Mas Heru.
Dan tanggapan Rina ternyata aku harus segera menikah dengan Mas Heru dan itu berarti aku harus mengabaikan rasa sakit hatiku?
Kalau aku putus memang akan banyak menimbulkan masalah khususnya kedua orang tua kami.
Bagaimana dengan nasib pertunangan kami? Bukankah tinggal menunggu waktu untuk kami segera berembuk menentukan tanggal pernikahan?
Karena itu yang mereka tunggu dari kami berdua. Dan bukannya malah, bubar?
Ah, tawaran yang membingungkan. Jengkel namun harus mempertahankan.
Aku harus berani melawan pelakor, kata Rina.
Bingungnya lagi Mas Heru justru datang ke rumah, ngajak pergi.
Bagaimana ini? Masih mau lanjut gencatan senjata? Jangan-jangan malah kesempatan ini akan digunakan Linda untuk masuk, justru aku yang rugi.
Maka ku setujui untuk pergi makan malam adalah solusi untuk galauku saat ini.
Biarlah aku mengalahkan egoku sementara waktu.
Siapa tau ini titik terang agar kembali hubungan ini berjalan sempurna, walau tetap waspada.
Jangan terlalu percaya.

"Pak, Bu, pamit mau ajak Putri keluar sebentar," pamit Mas Heru pada bapak ibu.

"Ya, Her, jangan pulang terlalu malam, hati-hati," jawab Ayah.

*****

Mobil melaju ke tempat rumah makan Pondok Bambu, tempat makan lesehan yang romantis.
Suasana alam pedesaan khas kampung, dengan pohon bambu, dinding bambu, serta bangku bambu. Ada juga kolam ikan yang asri. Suasana remang-remang diiringi musik syahdu.

Kami mengambil tempat yang nyaman. Mencari tempat yang agak terang, bukan yang di pojok  gelap, karena tujuan kami bukan mau mojok pacaran, tapi makan.

"Mas, di sini saja duduknya," ajak ku pada Mas Heru.
Mas Heru setuju saja.

Kami memilih menu ayam bakar dan ikan gurame asem manis, dan sayurnya cah kangkung,  tumis brokoli.
Untuk minum jus jeruk dan jus alpukat.
Sambil menunggu pesanan, terhidang beberapa cemilan, ada otak-otak, tahu petis, dan sosis.
Aku membuka otak-otak yang masih panas hasil bakaran. Sangat enak dicocol sambel kacang.

Tak berapa lama pesanan datang. Kami makan dalam diam.
Sesekali melirik orang yang lalu lalang datang dan pergi di rumah makan ini. Maklum malam Minggu, tempat yang romantis untuk berkencan.

"Mas, apa rencana Mas ke depan?"tanyaku sambil minum jus jeruk kesukaanku, setelah selesai makan.

"Ya, tahun depan harus menikah," jawab Heru santai.

"Dengan siapa?"tanyaku menegaskan.

"Kok kamu nanyanya gitu, sih? Ya dengan kamulah, Put. Kamu kan tunanganku. Orang tua kita sudah sepakat. Kita akan segera menikah. Apakah kamu sekarang ragu?" Heru bertanya dengan nada tinggi.

"Mas, dengan pertunangan, semoga kita makin mengenal, saling memahami, menambah kadar cinta diantara kita. Tapi dengan adanya Linda kemarin, jujur saya jadi agak berubah, saya ragu," jawabku jujur.

"Kalau ternyata aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Linda, apa kamu masih tetap ragu?" balas Heru.

"Saya akan coba lagi, Mas, menguatkan kepercayaanku pada Mas lagi, dan itu perlu waktu," jawabku.

"Aku juga berharap semoga kita sampai di pelaminan, karena itu juga keinginan orang tua kita bersama," jelas Heru.

"Insya Allah, kalau memang kita berjodoh pasti sampai Mas," jawabku dengan tenang.

"Mas, Putri ke toilet dulu ya."

"Ya, ati-ati, berani sendiri kan,"tanya Mas Heru.

Aku cuma mengangguk
kemudian berdiri dan berjalan ke arah belakang melewati beberapa saung yang penuh dipadati pengunjung yang makan malam di tempat ini.

Ketika aku melewati salah satu saung, kulihat seperti Linda dengan pemuda yang asyik berdua dalam keremangan saung ini.
Aku kaget, namun aku cuma melirik sekilas dan jalan lagi ke toilet. Sambil masih berpikir, Linda mesra dengan cowok,  siapa, ya?
Ah, akan ku foto saja. Biar nanti untuk bukti pada Mas Heru, tingkah perempuan yang masih dikejarnya itu.
Benar saja, setelah dari toilet kembali aku melewati saung, dari jauh aku sudah mengambil foto sepasang muda-mudi yang asyik pacaran.
Dan setelah dekat memang betul itu Linda, dan pemudanya ternyata sudah setengah tua.
Buru-buru aku kembali duduk di hadapan Mas Heru, seolah tak terjadi apa-apa.

"Mas, sudah cukup, atau masih mau di sini, apa pulang? Apa mau ke mana lagi?" tanyaku menghilangkan grogi. Semoga Mas Heru segera mengajakku pergi.
Terus terang aku takut, jika Linda sampai bertemu dengan Mas Heru.

"Ayo, kita jalan lagi," jawabnya sambil berdiri menuju parkiran.

"Temani aku dan pilihkan kemeja batik untuk acara tunangan anak bos minggu depan, ya. Sekalian beli yang senada buatmu. Kita akan datang berdua,"ujar Mas Heru serius.

Berdua menuju mall mencari pusat batik. Memilih baju batik yang sarimbit atau yang senada buat kami berdua.
Setelah muter-muter akhirnya kami memilih busana batik. Untuk perempuan bawahan batik panjang dipadu bahan polos dengan warna senada dan untuk kerudung batik yang sama. Sementara Mas Heru kemeja batik lengan panjang yang kebetulan coraknya kembar dengan bawahan batik yang sudah kupilih.
Jadilah seperti sarimbit,serasi sekali. Beruntung memperoleh size yang cocok. Sebetulnya untuk warna aku kurang suka karena warnanya orange. Aku lebih suka yang warna biru. Sayang yang biru ukurannya kecil.
Ya, sudahlah yang penting untuk pergi minggu depan berdua ke acara, baju sudah ada.

"Kamu pengin beli tas, atau sepatu high heel, Put, sekalian saja untuk penampilan minggu depan. Kita ke acara di hotel berbintang lho," bujuknya.

Aku ikuti saja kemauan Mas Heru untuk mencoba dan memilih sepatu juga tas.
Ah, biarin saja, dari pada membelikan Linda!
Aneh saja, kenapa pikiranku tidak bisa hilang dari Linda?
Sebegitu tak percayanya aku akan terus terangnya mas Heru bahwa tak ada hubungan apa-apa lagi dengan Linda.

"Terima kasih, Mas, wah udah di belanjain banyak nih, Putri,"ujar ku dengan senyum bangga.

"Kan dengan tunangan sendiri, gak usah terima kasih. Sudah kewajibanku, Put," bisiknya mesra di telingaku.

Aku merasa tersanjung, Mas Heru sudah betul menyadari peran yang sesungguhnya sebagai tunangan.
Semoga semakin baik hubungan ini dan kian menambah erat hubunganku dengan Mas Heru. Asal jangan sampai tergoda orang ketiga.

Bersambung.

Tergoda JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang